Minggu, 04 September 2011
PUASA ENAM HARI PADA BULAN SYAWAL
Jumat, 05 Agustus 2011
KHUTBAH RASULULLAH MENJELANG AKHIR SYA'BAN
”Wahai manusia, sunguh telah dekat kepadamu bulan yang agung, bulan yang penuh dengan keberkahan, yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik (nilainya) dari seribu bulan, bulan yang mana Allah tetapkan puasa di siang harinya sebagai fardhu, dan shalat (tarawih) di malamnya sebagai sunah. Barang siapa mendekatkan diri kepada Allah di bulan ini dengan satu kebaikan (amalan sunnah), maka pahalanya seperti dia melakukan amalan fardhu di bulan-bulan yang lain.
Barangsiapa melakukan amalan fardhu di bulan ini, maka pahalanya seperti telah melakukan 70 amalan fardhu di bulan lainnya. Inilah bulan kesabaran dan balasan atas kesabaran adalah surga, bulan ini merupakan bulan kedermawanan dan simpati (satu rasa) terhadap sesama. Dan bulan dimana rizki orang-orang yang beriman ditambah. Barang siapa memberi makan (untuk berbuka) orang yang berpuasa maka baginya pengampunan atas dosa-dosanya dan dibebaskan dari api neraka dan dia mendapatkan pahala yang sama sebagaimana yang berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa.
Mereka (para sahabat) berkata : “Wahai Rasulullah! tidak semua dari kami mempunyai sesuatu yang bisa diberikan kepada orang yang berpuasa untuk berbuka.”
Rasulullah menjawab: “Allah akan memberikan pahala ini kepada orang yang memberi buka puasa walaupun dengan sebiji kurma, atau seteguk air, atau setetes susu”. Inilah bulan yang permulaannya (sepuluh hari pertama) Allah menurunkan rahmat, yang pertengahannya (sepuluh hari pertengahan) Allah memberikan ampunan, dan yang terakhirnya (sepuluh hari terakhir) Allah membebaskan hamba-Nya dari api neraka . Barangsiapa yang meringankan hamba sahayanya di bulan ini, maka Allah SWT akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka.
Dan perbanyaklah melakukan empat hal di bulan ini, yang dua hal dapat mendatangkan keridhaan Tuhanmu, dan yang dua hal kamu pasti memerlukannya. Dua hal yang mendatangkan keridhaan Allah yaitu syahadah (Laailaaha illallaah) dan beristighfar kepada Allah, dan dua hal yang pasti kalian memerlukannya yaitu mohonlah kepada-Nya untuk masuk surga dan berlindung kepada-Nya dari api neraka . Dan barang siapa memberi minum kepada orang yang berpuasa (untuk berbuka), maka Allah akan memberinya minum dari telagaku (Haudh) dimana dengan sekali minum ia tidak akan merasakan haus sehingga ia memasuki surga “. [Shahih ibnu Khuzaymah no. 1887]
Kamis, 23 Desember 2010
PERAWI HADITS
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhary al-Jufi atau lebih dikenal dengan nama Imam Bukhari (194-256 H) dan Abu al-Hasan Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairy an-Naisabury atau popular dengan sebutan Imam Muslim (204-261 H). Keduanya merupakan dua otoritas tertinggi dalam dunia periwayatan hadits sahih.
hadits hadits yang diriwayatkan oleh keduanya memberi syarat yang sangat ketat atas matan (isi) ataupun sanad (silsilah periwayatan) hadits. Integritas orang-orang yang menwayatkan hadits (perawi hadits) juga sangat diperhatikan, seperti tidak pernah berdusta. kuat ingatannya. pernah bertemu dengan perawi sebelumnya, dan lain-lain. Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa Imam Bukhari pernah menolak integritas seorang perawi hadits, hanya karena orang itu pernah berdusta kepada seekor kuda. Ia memanggil kuda dengan berpura-pura memberi makan, padahal di genggaman tangannya tidak ada makanan.
Demikian pula. Imam Muslim mempunyai otoritas yang sangat tinggi dalam periwayatan hadits. Muslim bin Qasim al-Qurtuby, salah satu dari teman dekat ad-Daruqutny, telah berkata di dalam kitab Tankh-nya saat mengomentari Imam Muslim, "Tidak seorang pun menyusun kitab hadits yang menyamainya. Ini mengacu pada bagusnya ia dalam hal
penyusunannya, pengaturannya, dan kemudahan untuk menemukan hadits yang dicari. Ia menjadikan setiap hadits ada pada satu bab yang sesuai dengannya, menghimpun di dalamnya cara-cara penyusunan yang diinginkan, di samping memilih di dalam penyebutannya dan menyebutkan lafaz-lafaz yang berbeda-beda." Dengan persyaratan yang sangat ketat, terutama atas matan dan sanad, tak heran kalau hadits-hadits yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim {muttafaq alaihi) menempati tingkatan teratas hadits sahih.
Karena itulah, tampaknya pengarang kitab Al-Lulu wa al-Marjan, Muhammad Fuad Abdul Baqi. berusaha mengumpulkan hadits-hadits sahih yang diriwayatkan oleh keduanya, lalu dibukukan dalam kitab ini. Wa Allahu Alam.
Dari kelana-ed-sya
Minggu, 19 Desember 2010
PENGERTIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM ULUMUL HADITS
Ilmu hadits riwayah ialah ilmu yang membahas perkembangan hadits kepada Sahiburillah, Nabi Muhammad SAW. dari segi kelakuan para perawinya, mengenai kekuatan hapalan dan keadilan mereka dan dari segi keadaan sanad.
Ilmu haditsriwayah ini berkisar pada bagaimana cara-cara penukilan hadits yang dilakukan oleh para ahli hadits, bagaimana cara menyampaikan kepada orang lain dan membukukan hadits dalam suatu kitab. Dari dua pokok asasi ini, terbitlah berbagai-bagai seperti:
A. IImu Rijalil Hadits
llmu Rijalil Hadits ialah:
Artinya:
“Ilmu yang membahas tentang para perawi hadits, baik dari sahabat, tabi’in, maupun dari angkatan sesudahnya .”
Dengan ilmu ini dapatlah kita mengetahui keadaan para perawi menerima hadits dari Rasulullah dan keadaan para perawi yang menerima hadits dari sahabat dan seterusnya. Di dalam ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi, mazhab yang dipegang oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi itu dalam menerima hadits.
Sungguh penting sekali ilmu ini dipelajari dengan seksama, karena hadits itu terdiri dari sanad dan matan. Maka mengetahui keadaan para perawi yang menjadi sanad merupakan separuh dari pengetahuan. Kitab-kitab yang disusun dalam ilmu ini banyak ragamnya. Ada yang hanya menerangkan riwayat-riwayat ringkas dari para sahabat saja. Ada yang menerangkan riwayat-riwayat umum para perawi-perawi, Ada yang menerangkan perawi-perawi yang dipercayai saja, Ada yang menerangkan riwayat-riwayat para perawi yang lemah-lemah, atau para mudallis, atau para pemuat hadits maudu’. Dan ada yang menerangkan sebab-sebab dianggap cacat dan sebab-sebab dipandang adil dengan menyebut kata -kata yang dipakai untuk itu serta martabat perkataan.
Ada yang menerangkan nama-nama yang serupa tulisan berlainan sebutan yang di dalam ilmu hadits disebut Mu’talif dan Mukhtalif. Dan ada yang menerangkan nama-nama perawi yang sama namanya, lain orangnya, Umpamanya Khalil ibnu Ahmad. Nama ini banyak orangnya. lni dinamai Muttafiq dan Muftariq. Dan ada yang menerangkan nama- nama yang serupa tulisan dan sebutan, tetapi berlainan keturunan dalam sebutan, sedang dalam tulisan serupa. Seumpama Muhammad ibnu Aqil dan Muhammad ibnu Uqail. Ini dinamai Musytabah. Dan ada juga yang hanya menyebut tanggal wafat.
Di samping itu ada pula yang hanya menerangkan nama-nama yang terdapat dalam satu-satu kitab saja, atau: beberapa kitab saja. Dalam semua itu para ulama telah berjerih payah menyusun kitab-kitab yang dihajati.
Kitab yang diriwayatkan keadaan para perawi dari golongan sahabat ”
Permulaan ulama yang menyusun kitab riwayat ringkas para sahabat, ialah Al-Bukhari (256 H). Kemudian usaha itu dilaksanakan oleh Muhammad Ibnu Saad, sesudah itu terdapat beberapa ahli lagi, di antaranya, yang penting diterangkan ialah Ibnu Abdil Barr (463 H). Kitabnya bernama AI-Istiab.
Pada permulaan abad ketujuh Hijrah, Izzuddin ibnul Atsir (630 H) mengumpulkan kitab-kitab yang telah disusun sebelum masanya dalam sebuah kitab besar yang dinamai Usdul Gabah. Ibnu Atsir ini adalah saudara dari Majdudin Ibnu Atsir pengarang An-Nihayah fi GaribiI Hadits. Kitab Izzuddin diperbaiki oleh Ai-Dzahabi (747 H) dalam kitab At-Tajrid.
Sesudah itu pada abad kesembilan Hijrah, Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqali menyusun kitabnya yang terkenal dengan nama AI-Ishabah. Dalam kitab ini dikumpulkan Al-Istiab dengan Usdul Gabah dan ditambah dengan yang tidak terdapat dalam kitab-kitab tersebut. Kitab ini telah diringkaskan oleh As-Sayuti dalam kitab Ainul Ishabah.
Al-Bukhori dan muslim telah, menulis juga kitab yang menerangkan nama-nama sahabi yang hanya meriwayatkan suatu hadits saja yang dinamai Wuzdan.
Kemudian, dalam bab ini Yahya ibnu abdul Wahab ibnu Mandah Al-Asbahani (551 H) menulis sebuah kitab yang menerangkan nama-nama sahabat yang hidup 120 tahun.
B. Ilmul Jarhi Wat Takdil
Ilmu Jarhi Wat Takdir, pada hakekatnya merupakan suatu bagian dari ilmu rijalil hadits. Akan tetapi, karena bagian ini dipandang sebagai yang terpenting maka ilmu ini dijadikan sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Yang dimaksud dengan ilmul jarhi wat takdil ialah:
Artinya:
“Ilmu yang menerangkan tentang catatan-catatan yang dihadapkan pada para perawi dan tentang penakdilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu. ”
Mencacat para perawi (yakni menerangkan keadaannya yang tidak baik, agar orang tidak terpedaya dengan riwayat-riwayatnya), telah tumbuh sejak zaman sahabat.
Menurut keterangan Ibnu Adi (365 H) dalam Muqaddimah kitab AI-Kamil, para ahli telah menyebutkan keadaan-keadaan para perawi sejak zaman sahabat. Di antara para sahabat yang menyebutkan keadaan perawi-perawi hadits ialah Ibnu Abbas (68 H), Ubadah ibnu Shamit (34 H), dan Anas ibnu Malik (93 H).
Di antara tabi’in ialah Asy Syabi(103 H), Ibnu Sirin (110H), Said Ibnu AI-Musaiyab (94 H). Dalam masa mereka itu, masih sedikit orang yang dipandang cacat. Mulai abad kedua Hijrah baru ditemukan banyak orang-orang yang lemah. Kelemahan itu adakalanya karena meng-irsal-kan hadits, adakalanya karena me- rafa-kan ltadis yang sebenarnya mauquf dan adakalanya karena beberapa kesalahan yang tidak disengaja, seperti Abu Harun AI-Abdari (143 H).
Sesudah berakhir masa tabi’in, yaitu pada kira-kira tahun 150 Hijrah, para ahli mulai menyebutkan keadaan-keadaan perawi, menakdil dan menajrihkan mereka. Di antara ulama besar yang memberikan perhatian pada urusan ini, ialah Yahya. ibnu Said Al-Qattan (189H), Abdur Rachman ibnu Mahdi (198 H)”, sesudah itu, Yazid Ibnu Harun(189 H), Abu Daud At-Tahyalisi (204 H), Abdur Razaq bin Human (211 H).Sesudah itu, barulah para ahli menyusun kitab-kitab jarah dan takdil. Di dalamnya diterangkan keadaan para perawi, yang boleh diterima riwayatnya dan yang ditolak.
Di antara pemuka-pemuka jarah dan takdil ialah Yahya ibnu Main (233 H), Ahmad ibnu Hanbal (241 H), MUhammad ibnu Saad (230 H),Ali Ibnul Madini (234 H), Abu Bakar ibnu Syaibah (235 H), Ishaq ibnu Rahawaih (237 H). Sesudah itu, Ad-Darimi (255 H),Al-Bukhari (256 H), Al-Ajali(261 H), Muslim (251 H), Abu Zurah (264 H), Baqi ibnu Makhlad (276 H), Abu Zurah Ad-Dimasyqi (281 H).
Kemudian pada tiap-tiap masa terdapat ulama-ulama yang memperhatikan keadaan perawi, hingga sampai pada ibnu Hajar Asqalani (852 H).
Kitab-kitab yang disusun mengenai jarah dan taqdil, ada beberapa macam. Ada yang menerangkan orang-orang yang dipercayai saja, ada yang menerangkan orang-orang yang lemah saja, atau orang-orang yang menadlieskan hadits. dan ada pula yang melengkapi semuanya. Di samping itu, ada yang menerangkan perawi-perawi suatu kitab saja atau beberapa kitab dan ada yang melengkapi segala kitab.
Di antara kitab yang melengkapi semua itu ialah: Kitab Tabaqat Muhammad ibnu Saad Az-Zuhri Al-Basari (23Q H). Kitab ini sangat besar. Di dalamnya terdapat nama-nama sahabat nama-nama tabi’in dan orang-orang sesudahnya. Kemudian berusaha pula beberapa ulama besar lain, di antaranya Ali ibnul Madini(234 H), Al-Bukhari, Muslim; Al-Hariwi (301 H) dan ibnu Hatim (327 H). Dan yang sangat berguna bagi ahli hadits dan fiqih ialah At-Takmil susunan Al-Imam ibnu Katsir.
Diantara kitab-kitab yang menerangkan orang-orang yang dapat dipercayai saja ialah Kitab As-Siqat, karangan Al-Ajaly (261 H) dan kitab As-Siqat karangan Abu Hatim ibnu Hibban Al-Busty. Masuk dalam bagian ini adalah kitab-kitab yang menerangkan tingkatan penghapal-penghapal hadits. Banyak pula ulama yang menyusun kitab ini, di antaranya, Az-Zahabi, Ibnu Hajar Al-Asqalani dan As-Sayuti.
Diantara kitab-kitab yang menerangkan orang-orang yang lemah-lemah saja ialah: Kitab Ad-Duafa, karangan Al-Bukhari dan kitab Ad- Duafa karangan ibnul Jauzi (587 H)
C. IImu Illail Hadits
Ilmu Illial Hadits, ialah:
Artinya:
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan hadits.
Yakni menyambung yang munqati, merafakan yang mauqu memasukkan satu hadits ke dalam hadits yang lain dan yang serupa itu Semuanya ini, bila diketahui, dapat merusakkan kesahihan hadits.
Ilmu ini merupakan semulia-mulia ilmu yang berpautan dengan hadits, dan sehalus-halusnya. Tak dapat diketahui penyakit-penyakit hadits melainkan oleh ulama yang mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang martabat-martabat perawi dan mempunyai malakah yang kuat terhadap sanad dan matan-matan hadits.
Di antara para ulama yang menulis ilmu ini, ialah Ibnul Madini (23 H), Ibnu Abi Hatim (327 H), kitab beliau sangat baik dan dinamai Kitab Illial Hadits. Selain itu, ulama yang menulis kitab ini adalah AI-lmam Muslim (261 H), Ad-Daruqutni (357 H) dan Muhammad ibnu Abdillah AI-Hakim.
D. Ilmun nasil wal mansuh
Ilmun nasih wal Mansuh, ialah:
Artinya:
“ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah dimansuhkan dan yang menasihkannya. ”
Apabila didapati suatu hadits yang maqbul, tidak ada yang memberikan perlawanan maka hadits tersebut dinamai Muhkam. Namun jika dilawan oleh hadits yang sederajatnya, tetapi dikumpulkan dengan mudah maka hadits itu dinamai Mukhatakiful Hadits. Jika tak mungkin dikumpul dan diketahui mana yang terkemudian, maka yang terkemudian itu, dinamai Nasih dan yang terdahulu dinamai Mansuh.
Banyak para ahli yang menyusun kitab-kitab nasih dan mam’uh ini, di antaranya Ahmad ibnu Ishaq Ad-Dillary (318 H), Muhammad ibnu Bahar AI-Asbahani (322 H), Alunad ibnu Muhaminad An-Nah-has (338 H) Dan sesudah itu terdapat beberapa ulama lagi yang menyusunnya, yaitu Muhammad ibnu Musa Al-Hazimi (584 H) menyusun kitabnya, yang dinamai Al-lktibar. Kitab AI-Iktibar itu telah diringkaskan oleh Ibnu Abdil Haq (744 H) .
E. Ilmu Asbabi Wuruddil Hadits, ialah:
Ilmu Asbabi Wuruddil Hadits, ialah:
Artinya:
“Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi yang menurunkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menurunkan itu.”
Penting diketahui, karena ilmu itu menolong kita dalam memahami hadits, sebagaimana ilmu Ashabin Nuzul menolong kita dalam memahami Al-Quran.
UIama yang mula-mula menyusun kitab ini dan kitabnya ada dalam masyarakat iaIah Abu Hafas ibnu Umar Muhammad ibnu Raja Al-Ukbari, dari murid Ahmad (309 H), Dan kemudian dituliskan pula oleh Ibrahim ibhu Muhammad, yang terkenal dengan nama Ibnu Hamzah Al Husaini (1120 H), dalam kitabnya AI-Bayan Wat Tarif yang telah dicetak pada tahun 1329 H
F. Ilmu Talfiqil Hadits
Ilmu Talfiqil Hadits, ialah:
Artinya: “Ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan hadits-hadits yang isinya berlawanan. ”
Cara mengumpulkannya adakalanya dengan menakhsiskan yang ‘amm, atau menaqyidkan yang mutlak, atau dengan memandang banyaknya yangterjadi.
ilmu ini dinamai juga dengan ilmu Mukhtaliful hadits. Di antara para ulama besar yang telah berusaha menyusun, ilmu ini ialah Al-Imamusy Syafii (204 H), Ibnu Qurtaibah (276 H), At-Tahawi (321 H) dan ibnu Jauzi (597 H). Kitabnya bernama At-Tahqiq, kitab ini sudah disyarahkan oleh Al-Ustaz Ahmad Muhammad Syakir dan baik sekali nilainya.
Sumber: Cyber-MQ
Senin, 16 Agustus 2010
IMAM BUKHARI DAN IMAM MUSLIM TENTANG PUASA

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يُقَبِّلُنِى وَهُوَصَائِمٌ وَاَيُّكُمْ يَمْلِكُ اِرْبَهُ كَمَا
كانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَمْلِكُ اِرْبَهُ
Dari Aisyah ra, katanya: "Pernah Rasulullah saw mencium saya dan beliau berpuasa.
Tetapi siapakah di antara kamu yang sanggup menguasai nafsunya
sebagaimana Rasulullah saw sanggup menguasai nafsunya?"
[H.R Muslim]
MENCARI MALAM LAILATUL QADAR
عَنْ أَبِى هُرَيْرَة قَلَ قَلَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أُرِيْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ ثُمَّ أَيْقَظَنِى بَعْضُ أَهْلِى
فَنُسِّيْتُهَا فَالْتَمِسُوهَا فِى الْعَسْرِ الْغَوَابِرِ
Dari Abu Hurairah ra, katanya: Rasulullah saw bersabda:
"Dimimpikan kepadaku malam lailatul qadar lalu aku dibangunkan oleh isteriku
menyebabkan aku lupa waktunya (yang pasti).
Karena itu, carilah malam qadar itu pada malam sepuluh yang akhir."
[H.R Muslim]
LAILATUL QADAR DAN MALAM-MALAM GANJIL
عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ رَأْىَ رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةَ سَبْعٍ
وَعِشْرِيْنَ فَقَالَ النَّبَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أَرىَ رُؤْيَاكُمْ فِى الْعَشْرِ الاوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا فِى الوِتْرِمِنْهَا
Dari Salim dari bapanya katanya: "Seorang lelaki bermimpi bahawa malam lailatul qadar itu pada malam yang kedua puluh tujuh Lalu Nabi saw bersabda:
"Aku bermimpi serupa dengan mimpimu, ialah dalam sepuluh malam yang terakhir.
Karena itu, carilah ia pada malam yang ganjil di antaranya."
[H.R Muslim]
GANJARAN BERPUASA
عَنْ أَبِى سَعِيْدِ الْخُدْرِى قَالَ قَلَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَصُومُ يَومَا فِى سَبِيلِ اللهِ اِلا باَعَدَ اللهِ بِذَلِكَ الْيَومِ
وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفًا
Dari Abu Said Al Qudri ra, katanya: Rasulullah saw bersabda:
"Setiap orang yang berpuasa di jalan Allah barang sehari,
niscaya dijauhkan Allah muka orang itu daripada api neraka sejauh tujuh puluh tahun perjalanan karena puasanya di hari itu."
[H.R Muslim]
MENAHAN DIRI KETIKA BERPUASA
عَنْ أَبِى هُرَيْرَة قَلَ قَلَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم اِذَا أَصْبَحَ اَحَدُكُمْ يَومًا صَائِمًا فَلايَرْفُثْ وَلايَجْهَلْ
فَإِنِ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَليَقُلْ إِبْنِى صَائِمٌ إِنِّى صَائِمٌ
Dari Abu Hurairah ra katanya: "Rasulullah saw bersabda:
"Apabila seseorang dari kamu berpuasa sejak pagi pada suatu hari,
janganlah ia berkata kotor dan jangan membuat kesalahan.
Jika ada yang memakinya hendaklah dia mengucapkan:
"Sesungguhnya saya sedang berpuasa."
[H.R Muslim]
BERJUNUB BOLEH PUASA
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يُصْبِحُ جُنًبًا مِنْ جِمَاعٍ لا مِنْ حُلُمٍ ثُمَّ لا يَفْطِرُ وَلا يَقْضِى
Dari Ummu Salamah ra, katanya:
"Pernah Rasulullah SAW di waktu subuh junub kerana berjima' - bukan bermimpi,
kemudian beliau tidak berbuka dan tidak mengqadha'."
[H.R Muslim]
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَتْ قَدْ كَانَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يُدْرِكُهُ الْفَجْرُفِى رَمَضَانَ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ
Dari Aishah isteri Nabi SAW katanya:
"Sesungguhnya Rasulullah SAW di waktu terbit fajar beliau dalam keadaan berjunub bukan kerana bermimpi, lalu beliau mandi dan puasa."
[H.R Muslim]
PUASA DIJANJIKAN KEAMPUNAN
عن مسلم بن ابراهيم حدثنا هشام حدثنا يحي عن ابى سامة عن ابى هريرة رضى الله عنه عَنْ النَّبِى صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَالَ مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَا نًا وَاحْتِسَا بًا غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ صَاءَ رَمَضَانَ إِيْمَا نًا وَاحْتِسَا بًا غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Muslim bin Ibrahim, katanya:
"Kami diberitahu oleh Hisyam katanya:
"Kami diberitahu oleh Yahya dari Abu Salimah dari Abu Hurairah ra,
Dari Nabi SAW, sabdanya: "Barangsiapa yang mendirikan malam Lailatul Qadar dengan keimanan dan mengharap keridhaan Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang lampau, dan barang siapa yang mengerjakan (puasa) Ramadhan dengan keimanan dan mengharap keridhaan Allah,
maka diampuni dosa-dosanya yang lampau.
[H.R Bukhari]
KELEBIHAN BULAN RAMADHAN
عن عقيل عن ابن شهاب قال اخبرنى ابن ابى انس مولى التيميين ان اباه حدثه انه سمع ابا هريرة رضى الله عنه
يَقُولُ قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ
وَغُلُّقَتْ أَبْوَابُ جَهِنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيْاطِيْنُ
Dari 'Uqail dari Ibnu Syihab, katanya:
"Aku telah diberitahu oleh ibnu Abi Anas, ketua dari kabilah Taimi
yang mengatakan bahawasanya ayahnya memberitahukan kepadanya bahawa
Abu Hurairah ra, berkata: "Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila masuk bulan Ramadhan, maka dibukakan pintu-pintu langit (Surga)
dan ditutup pintu-pintu Neraka Jahanam, dan dirantai semua syaitan.
[H.R Bukhari]
[Lihat juga: Kumpulan Hadits Pilihan Imam Bukhari & Imam Muslim]
Rabu, 07 Juli 2010
HADITS 2
Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: "Beritahukan aku tentang Iman." Lalu beliau bersabda: "Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk," Kemudian dia berkata: "Anda benar." Kemudian dia berkata lagi: "Beritahukan aku tentang ihsan." Lalu beliau bersabda: "Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau."
Kemudian dia berkata: "Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)." Beliau bersabda: "Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya." Dia berkata: "Beritahukan aku tentang tanda-tandanya," beliau bersabda: "Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya," kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: "Tahukah engkau siapa yang bertanya?" Aku berkata: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau bersabda: "Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian."
[Hadits 2 - Kumpulan Hadits Arbain Imam Nawawi]
Sabtu, 03 Juli 2010
HADITS 24
"Wahai hambaku, sesungguhya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim."
"Wahai hambaku, semua kalian adalah sesat kecuali siapa yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan kalian hidayah. Wahai hambaku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian makanan."
"Wahai hamba-Ku, kalian semuanya telanjang kecuali siapa yang aku berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian pakaian."
"Wahai hamba-Ku kalian semuanya melakukan kesalahan pada malam dan siang hari dan Aku mengampuni dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni."
"Wahai hamba-Ku, sesungguhnya tidak ada kemudharatan yang dapat kalian lakukan kepada-Ku sebagaimana tidak ada kemanfaatan yang kalian berikan kepada-Ku."
"Wahai hambaku, seandainya sejak orang pertama di antara kalian sampai orang terakhir, dari kalangan manusia dan jin semuanya berada dalam keadaan paling bertakwa di antara kamu, niscaya hal tersebut tidak menambah kerajaan-Ku sedikitpun."
"Wahai hamba-Ku, seandainya sejak orang pertama di antara kalian sampai orang terakhir, dari golongan manusia dan jin di antara kalian, semuanya seperti orang yang paling durhaka di antara kalian, niscaya hal itu tidak mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun juga."
"Wahai hamba-Ku, seandainya sejak orang pertama di antara kalian sampai orang terakhir semuanya berdiri di sebuah bukit lalu kalian meminta kepada-Ku, lalu setiap orang yang meminta Aku penuhi, niscaya hal itu tidak mengurangi apa yang ada pada-Ku kecuali bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan di tengah lautan."
"Wahai hamba-Ku, sesungguhnya semua perbuatan kalian akan diperhitungkan untuk kalian kemudian diberikan balasannya, siapa yang banyak mendapatkan kebaikaan maka hendaklah dia bersyukur kepada Allah dan siapa yang menemukan selain (kebaikan) itu janganlah ada yang dicela kecuali dirinya."
[Hadits 24 (Kumpulan Hadits Arbain - Imam Nawawi)]
Rabu, 10 Februari 2010
AL HADITS

Hadits (bahasa Arab: الحديث, ejaan KBBI: Hadis) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an.
ETIMOLOGI
- Contoh:Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (Hadits riwayat Bukhari)
- Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW
- Keutuhan sanadnya
- Jumlahnya
- Perawi akhirnya
MATAN
- "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"
- Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
- Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).
- Hadits Marfu' adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad SAW (contoh:hadits sebelumnya)
- Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama rasulullah" maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.
- Hadits Maqtu' adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi'in (penerus). Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: "Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu".
- Ilustrasi sanad : Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) > penutur 1 (Para sahabat) > Rasulullah SAW
- Hadits Musnad, sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur memungkinkan terjadinya transfer hadits berdasarkan waktu dan kondisi.
- Hadits Mursal. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi'in (penutur2) mengatakan "Rasulullah berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya).
- Hadits Munqati' . Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3
- Hadits Mu'dal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
- Hadits Mu'allaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh: "Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).
- Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma'nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)
- Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain :
- Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur)
- Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan)
- Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.
- Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Sanadnya bersambung;
- Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
- Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits .
- Hadits Hasan, bila hadits yg tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.
- Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
- Hadits Maudu', bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.
- Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu Hadits yang hanya dirwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta.
- Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/jujur.
- Hadits Mu'allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut Hadits Ma'lul (yang dicacati) dan disebut Hadits Mu'tal (Hadits sakit atau cacat)
- Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidaksama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan
- Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan ileh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi)
- Hadits gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah
- Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya
- Hadits Syadz, Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi orang yang terpercaya yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi yang lain.
- Hadits Mudallas, disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Jadi Hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya
PERIWAYAT HADITS YANG DITERIMA OLEH UMAT MUSLIM
- Shahih Bukhari, disusun oleh Bukhari (194-256 H)
- Shahih Muslim, disusun oleh Muslim (204-262 H)
- Sunan Abu Daud, disusun oleh Abu Dawud (202-275 H)
- Sunan at-Turmudzi, disusun oleh At-Turmudzi (209-279 H)
- Sunan an-Nasa'i, disusun oleh an-Nasa'i (215-303 H)
- Sunan Ibnu Majah, disusun oleh Ibnu Majah (209-273).
- Imam Ahmad bin Hambal
- Imam Malik
- Ad-Darimi
- Ushul al-Kafi
- Al-Istibshar
- Al-Tahdzib
- Man La Yahduruhu al-Faqih
KITAB-KITAB HADITS
ABAD KE-2 HIJRIAH
- Al Muwaththa oleh Malik bin Anas
- Al Musnad oleh As Syafi'i (tahun 150 - 204 H / 767 - 820 M)
- Mukhtaliful Hadist oleh As Syafi'i
- Al Jami' oleh Abdurrazzaq Ash Shan'ani
- Mushannaf Syu'bah oleh Syu'bah bin Hajjaj (tahun 82 - 160 H / 701 - 776 M)
- Mushannaf Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (tahun 107 - 190 H / 725 - 814 M)
- Mushannaf Al Laist oleh Al Laist bin Sa'ad (tahun 94 - 175 / 713 - 792 M)
- As Sunan Al Auza'i oleh Al Auza'i (tahun 88 - 157 / 707 - 773 M)
- As Sunan Al Humaidi (wafat tahun 219 H / 834 M)
- Dari kesembilan kitab tersebut yang sangat mendapat perhatian para 'lama hanya tiga, yaitu Al Muwaththa', Al Musnad dan Mukhtaliful Hadist. Sedangkan selebihnya kurang mendapat perhatian akhirnya hilang ditelan zaman.
- Musnadul Kabir oleh Ahmad bin Hambal dan 3 macam lainnya yaitu Kitab Shahih, Kitab Sunan dan Kitab Musnad yang selengkapnya :
- Al Jami'ush Shahih Bukhari oleh Bukhari (194-256 H / 810-870 M)
- Al Jami'ush Shahih Muslim oleh Muslim (204-261 H / 820-875 M)
- As Sunan Ibnu Majah oleh Ibnu Majah (207-273 H / 824-887 M)
- As Sunan Abu Dawud oleh Abu Dawud (202-275 H / 817-889 M)
- As Sunan At Tirmidzi oleh At Tirmidzi (209-279 H / 825-892 M)
- As Sunan Nasai oleh An Nasai (225-303 H / 839-915 M)
- As Sunan Darimi oleh Darimi (181-255 H / 797-869 M)
- Al Mu'jamul Kabir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
- Al Mu'jamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
- Al Mu'jamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
- Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M)
- Ash Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (233-311 H / 838-924 M)
- At Taqasim wal Anwa' oleh Abu Awwanah (wafat 316 H / 928 M)
- As Shahih oleh Abu Hatim bin Hibban (wafat 354 H/ 965 M)
- Al Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M)
- As Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
- Al Mushannaf oleh Ath Thahawi (239-321 H / 853-933 M)
- Al Musnad oleh Ibnu Nashar Ar Razi (wafat 301 H / 913 M)
- Hasil penghimpunan
- Bersumber dari kutubus sittah saja
- Jami'ul Ushul oleh Ibnu Atsir Al Jazari (556-630 H / 1160-1233 M)
- Tashiful Wushul oleh Al Fairuz Zabadi (? - ? H / ? - 1084 M)
- Bersumber dari kkutubus sittah dan kitab lainnya, yaitu Jami'ul Masanid oleh Ibnu Katsir (706-774 H / 1302-1373 M)
- Bersumber dari selain kutubus sittah, yaitu Jami'ush Shaghir oleh As Sayuthi (849-911 H / 1445-1505 M)
- Hasil pembidangan (mengelompokkan ke dalam bidang-bidang)
- Kitab Al Hadits Hukum, diantaranya :
- Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
- As Sunannul Kubra oleh Al Baihaqi (384-458 H / 994-1066 M)
- Al Imam oleh Ibnul Daqiqil 'Id (625-702 H / 1228-1302 M)
- Muntaqal Akhbar oleh Majduddin Al Hirani (? - 652 H / ? - 1254 M)
- Bulughul Maram oleh Ibnu Hajar Al Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
- 'Umdatul Ahkam oleh 'Abdul Ghani Al Maqdisi (541-600 H / 1146-1203 M)
- Al Muharrar oleh Ibnu Qadamah Al Maqdisi (675-744 H / 1276-1343 M)
- Kitab Al Hadits Akhlaq
- At Targhib wat Tarhib oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
- Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
- Syarah (semacam tafsir untuk Al Hadist)
- Untuk Shahih Bukhari terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
- Untuk Shahih Muslim terdapat Minhajul Muhadditsin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
- Untuk Shahih Muslim terdapat Al Mu'allim oleh Al Maziri (wafat 536 H / 1142 M)
- Untuk Muntaqal Akhbar terdapat Nailul Authar oleh As Syaukani (wafat 1250 H / 1834 M)
- Untuk Bulughul Maram terdapat Subulussalam oleh Ash Shan'ani (wafat 1099 H / 1687 M)
- Mukhtashar (ringkasan)
- Untuk Shahih Bukhari diantaranya Tajridush Shahih oleh Al Husain bin Mubarrak (546-631 H / 1152-1233 M)
- Untuk Shahih Muslim diantaranya Mukhtashar oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
- Lain-lain
- Kitab Al Kalimuth Thayyib oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M) berisi hadits-hadits tentang doa.
- Kitab Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) berisi Al Hadits yang dipandang shahih menurut syarat Bukhari atau Muslim dan menurut dirinya sendiri.
- Muttafaq Alaih (disepakati atasnya) yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, dikenal dengan Hadits Bukhari dan Muslim
- As Sab'ah berarti tujuh perawi yaitu: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa'i dan Imam Ibnu Majah
- As Sittah maksudnya enam perawi yakni mereka yang tersebut diatas selain Ahmad bin Hambal
- Al Khamsah maksudnya lima perawi yaitu mereka yang tersebut diatas selain Imam Bukhari dan Imam Muslim
- Al Arba'ah maksudnya empat perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim
- Ats Tsalatsah maksudnya tiga perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.
Lebih jauh tentang Hadist ini, silahkan lihat juga situs Al Islam di sini.
Minggu, 03 Januari 2010
APA SAJAKAH SUNNAH RASULULLAH SAW?

(Jawaban Rasulullah SAW ketika ditanya tentang sunnahnya oleh Ali bin Abi Thalib ra dalam H Haekal, MH.: Sejarah Hidup Muhammad, Litera Antar Nusa, cetakan ke 27, 2002, hal. 214)
Dari Dr. Bahar Azwar
Sabtu, 02 Januari 2010
WORDS OF OUR PROPHET

"Give gifts to each other, as this will make you love one another." ~ Sahih Muslim.
"Give one another gifts and love one another. Give one another food. This will produce breadth in your daily bread." ~ Al Hafiz ibn al-Dayba al- Shaybani, (Taysir al-'usul ilaJami al-'usul, vol. 16, p. 239)
The Prophet (may Allah bless him and grant him peace) said: “One who is the best of you in good conduct is nearest to me. A believer loves and is loved. There is no good in one who does not love and is not loved.“ ~ Imam Ghazzali (vol. 2 , p. 95)
"Two brother are like two hands one of which clears the dust of the other." ~ Imam Ghazzali (vol.2, p.95)
"Do not be angry with each other and do not envy each other and do not turn away from each other, and be slaves of Allah, brothers." ~ Muwatta (Narrated by Anas ibn Malik)
Allah's Messenger (may Allah bless him and grant him peace) said, "A Muslim is a brother of another Muslim, so he should not oppress him, nor should he hand him over to an oppressor. Whoever fulfilled the needs of his brother, Allah will fulfill his needs; whoever brought his (Muslim) brother out of a discomfort, Allah will bring him out of the discomforts of the Day of Resurrection, and whoever screened a Muslim, Allah will screen him on the Day of Resurrection." (Narrated by Abdullah bin Umar, Vol 3: #622)
The faithful constitute a great spiritual force with the strength their love for one another for Allah’s approval gives them. As revealed in the words of one verse, “But those who were sure that they were going to meet Allah said, ‘How many a small force has triumphed over a much greater one by Allah’s permission! Allah is with the steadfast,” (Surat al-Baqara, 249), even if they are few in number, with the faith in their hearts they acquire great enthusiasm and will with which to overcome terrible difficulties and troubles. They obtain the assistance and support of Allah because of the moral values they display. As Allah has revealed in the verse, “You shall be uppermost if you are believers,” (Surah Al ‘Imran, 139), they constitute such a spiritual force that nobody can turn them against one another, and that nobody can break.
Since they sincerely seek Allah’s approval, they never engage in any confusion, disagreement or dispute among themselves. That is because the word of Allah is one; the verses of the Qur’an are clear. Since all believers abide unconditionally by the Qur’an and always act with a view to gaining as much approval from Allah as possible, a great harmony and order ensues. All matters can be easily resolved within a harmonious order. A powerful solidarity is formed because they behave in the light of the moral values of the Qur’an and the interests of believers, even when they conflict with their own interests, and hold their brothers’ desires above their own.
Since believers intend to be one another’s eternal friends in the Hereafter they are bound to one another with a deep love, respect and loyalty. Therefore, they know no rivalry, disagreement or dispute. Due to their fear of and sincere faith in Allah, no matter what difficulties or troubles they may encounter they never fall into defeatism, moral relativism or lack of will. If there is a flaw in one of them, the others will support him with proper moral values and encourage him towards goodness. Since they constantly command one another to perform what is good and to avoid evil, their faith and strength constantly grow. This spiritual strength possessed by believers, whose objectives, endeavours and prayers are always the same, which stems from faith and love, has been described by Bediuzzaman Said Nursi with the following example: “For just as one of man’s hands cannot compete with the other, neither can one of his eyes criticize the other, nor his tongue object to his ear, nor his heart see his spirit’s faults. Each of his members completes the deficiencies of the others, veils their faults, assists their needs, and helps them out in their duties. Otherwise man’s life would be extinguished, his spirit flee, and his body be dispersed. Similarly, the components of machinery in a factory cannot compete with one another in rivalry, take precedence over each other, or dominate each other. They cannot spy out one another’s faults and criticize each other, destroy the other’s eagerness for work, and cause them to become idle. They rather assist each other’s motions with all their capacity in order to achieve the common goal; they march towards the aim of their creation in true solidarity and unity. Should even the slightest aggression or desire to dominate interfere, it would throw the factory into confusion, causing it to be without product or result. Then the factory’s owner would demolish the factory entirely.” (Bediuzzaman Said Nursi, Risale-i Nur Collection, TheTwenty-First Flash)
This example given by Bediuzzaman is of great importance with regard to being able to comprehend the union and unity stemming from the love among believers. On account of the sincere love and devotion that stem from their faith, in the same way that the machinery in a factory comes together to constitute a great force, so they acquire an unshakable spiritual strength with their mutual love and devotion.
"Your friend is only Allah and His Messenger and those who believe: those who perform prayer and give the alms, and bow." (Surat al Ma’ida, 55)
"Allah loves those who fight in His way in ranks like well-built walls." (Surat as-Saff, 4)
From Yusof Onur for Harun Yahya
For more reading in English, please click here