Tampilkan postingan dengan label renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label renungan. Tampilkan semua postingan
Kamis, 13 Oktober 2011
Sore Hari Di Angkot M26
Seperti biasa bila Jum'at sore aku selalu berkunjung kerumah tanteku di daerah Galaxy, kalimalang. Ini memang selalu kulakukan untuk menghabiskan waktu diakhir pekan, daripada Jomblo di kos - kosan
Setelah berganti beberapa kendaraan umum aku lalu menaiki angkot no 26 jurusan Kampung melayu - Bekasi, didalamnya sudah ada 2 orang anak, yang laki2 berusia 14 tahunan, sedang adiknya yang perempuan berusia sekitar 8 tahun, wajah mereka menunjukkan kesedihan, kelelahan dan kekhawatiran. Aku tertarik untuk memperhatikan apa yang mereka bicarakan.
"Kak, nanti kita tinggal sama Ayah saja nggak usah sama ibu lagi, aku nggak tahan melihat kakak sering dipukuli Ayah tiri kita"
"Iya, kita lihat nanti keadaan Ayah, jangan terlalu berharap dik . ." sang kakak menyahut masih dengan wajah murungnya..Beberapa penumpang naik dan turun sepanjang Kalimalang itu, dengan berbagai macam tingkah polahnya."Kak, . .sudah hampir pasar Sumber Arta, berapa sisa uang kita. ?." sang adik mengingatkan.
"Hanya tinggal 800 rupiah . ."sang kakak menjawab, masih dengan wajah murungnya.
"Berarti kita akan dimarahi lagi . . ." sang adik berkata lesu, sambil memperhatikan jalanan.
"Bagaimana lagi, tinggal itu yang kita punya, nanti kamu lari saja biar aku yang hadapi" sang kakak berkata tanpa menoleh, pandangannya kosong.
Aku mendengarkan pembicaraan mereka dengan hati yang miris, tak lama kemudian kendaraan sampai di pasar Sumber Artha, anak laki - laki itu memberikan sisa uangnya yang tinggal 800 rupiah itu.
Tentu saja sopir angkot marah - marah dan memaki - maki, dengan logat bataknya yang kental. Aku segera membayar kekurangan ongkos kedua anak tersebut, dan cepat - cepat memberikan uang yang ada di tasku yang tak sampai 50 ribu rupiah kepada mereka, aku hanya menyisakan 2 ribu rupiah untuk bayar ongkos angkot ini.
Kedua anak itu memandangku tak mengerti, bahkan tak sempat mengucapkan terima kasih. Namun sempat kulihat sang adik melambaikan tangannya. Tak terasa ada bulir airmata menetes dipipiku, aku menyesal mengapa tidak ada banyak uang ditasku ini, sehingga aku dapat memberikan lebih banyak untuk meringankan beban mereka ?
Aku turun didepan Swalayan Superindo dan terpaksa melanjutkan perjalanan kerumah Tanteku dengan berjalan kaki, entah mengapa aku ingin berjalan kaki, padahal kan bisa saja aku naik becak dan nanti minta ongkos ke Tanteku. Namun hal itu tak kulakukan, sambil berjalan aku merenung dan berpikir tentang kejadian yang baru saja kualami, betapa banyaknya penderitaan di dunia ini.
Aku melihat mobil - mobil mewah berseliweran, dan bila ada yang menghalanginya entah motor atau becak, mereka akan berlomba - lomba membunyikan klaksonnya, memang seolah dunia adalah milik mereka , dalam hati aku bertanya, adakah orang - orang itu mengetahui tentang cerita - cerita sedih disekitarnya ? setidaknya tentang 2 orang anak yang tidak bisa membayar ongkos Angkot sebesar 2.500 rupiah ?.
Malam ini aku masih belum tidur, aku masih mengingat kejadian sore tadi, aku lalu mengambil IPAQ ku dan menuliskannya untuk JOURNAL9, tak terasa air mata kembali menetes dipipiku, aku berdo'a semoga aku menjadi orang yang mampu berbagi dengan sesama.
Lia1985 (www.scalamedia.net)
Senin, 10 Oktober 2011
Bunda, Umar Sayang Bunda
“Bunda, kenapa Allah gak kasih kita hidup enak yah?” tanya seorang anak pada ibunya.
“Mungkin karena Allah amat sayang sama kita,” jawab bundanya dengan santun.
“Begitu ya, bunda?” Anaknya berujar.
“Iya, nak. Allah amat sayang sama kita, Allah gak mau kita terlena sama nikmat dunia,” sambil meneteskan air mata Bundanya berujar pelan.
Sore pun menjelang, bersiaplah Umar kecil untuk pergi ke masjid dekat rumahnya. Mengenakan peci kesayangannya dan kain sarung yang agak kumal. Langkahnya berpacu dengan suara iqamah petang itu.Dari sudut jendela, bundanya tertegun melihat anaknya amat riang mendengar panggilan Allah itu.
“Ayo, nak, bergegas. Jangan sampai kau telat shalat maghrib ini!” teriak bundanya dari balik jendela.
“Iya, Bunda. Assalamu’alaikum. ..” jawab Umar.
Bangga rupanya bunda Umar ini, melihat pelita kecilnya rajin ibadah. Matanya berkaca-kaca saat teringat Ramadhan tahun yang lalu.
“Sayang, andai kau lihat anak kita saat ini, dia lucu sekali,” gumam bunda Umar dalam hati.
Melayang pikiran bunda Umar, mencoba mengingat setahun yang lalu di kamar ini. Selepas ia tunaikan shalat maghrib, diraihnya Mushaf kecil agak kusam lalu air matanya menetes perlahan.
“Sayang, aku rindu saat-saat itu,” lirihnya pelan sebelum membaca Ar-Rahman malam itu.
“Andai kau ada di sini sayang, melihat tingkah Umar yang lucu. Memegang pipinya yang tembem, kau elus rambutnya yang lebat. Akhhh… Betapa nikmat, sayang. Andai Allah berikan kesempatan kita berkumpul kembali, menikmati lantunan suaramu saat kau jadi Imam kami, kau bacakan surat kesukaanmu, kau do’akan kami semua agar kami sehat selalu. Kau berikan tanganmu untuk kukecup tanda baktiku untukmu. Kau elus kepala imut Umar, sayang. Andai kesempatan itu kembali terulang.”
“Bunda, kenapa nangis?” dielusnya pipi putih Bunda oleh Umar.
“Bunda gak apa-apa kok, nak. Bunda cuma kangen sama ayah,” sambil dikecupnya kening Umar yang baru pulang dari masjid.
“Bunda, emang ayah ke mana?” tanya polos Umar.
Sambil menitikan air mata, Bunda pun membelai kepala kecil Umar.
“Ayah udah ketemu sama Allah, nak. Ia tersenyum di sana. Ayah titip pesen kalo Umar harus jaga Bunda. Kau mau, nak?” tanya Bunda sambil mengusap air mata.
“Mau, Bunda. Bunda kesayangan Umar. Umar pastiii jagaa bunda,” sambil tersenyum riang Umar menjawab.
Tawa kecil pun meledak di malam sunyi itu.
“Ayo, nak. Mari kita tidur. Besok pagi-pagi kita temui ayah. Umar harus janji sama ayah bakal jaga Bunda ya?” ajak Bunda.
“Iya, Bunda. Umar janji jaga Bunda,” mata Umar pun seraya tertutup.
“Masya Allah…” teriakku terbangun dari tidur. Tak terasa sudah hampir 3 jam aku tertidur amat pulas. Sesaat tersadar kalau malam ini, aku bermimpi bertemu Umar dan suamiku.
“Allahu akbar…” tak terasa aku kembali meneteskan air mata.
Terkenang semua yang pernah terjadi malam ini, kecelakaan yang merengut kedua belahan jiwa membuatku kembali menitikan air mata.
Masih ingat olehku, bagaimana senyum manis Umar sebelum berangkat shalat ke masjid. Masih ingat olehku, bagaimana suamiku mencium keningku sebelum aku pergi tidur.
“Tuhan… Jaga belahan Jiwaku. Berilah mereka tempat yang lapang, ya Rabb. Kumpulkan mereka sebagai umatmu yang bertakwa. Tuhan… Kumpulkan kami kembali di JannahMu. Aku rindu Umar…” do’aku lirih menutup qiyamul lail malam ini.
Bunda sayang kalian… Tunggu bunda yah! Kita pasti akan bertemu kembali, sayang.
Laa ilaaha illaa annta subhaanaka inni kunntu minazhahaalimin. ..Laa haula walaa quwwata illaa billaahil’aliyyil’ azhim
virouz007.wordpress.com
Nenek Pemungut Daun
Kisah ini membuat bulu kuduk saya merinding. Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Allah swt. Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Allah. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasulullah saw?
Insya Allah, Bermanfaat dan dapat dipetik Hikmahnya.
"Nenek Pemungut Daun"
Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan.
Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.
Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang.
Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya."
Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa.
Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup.
Sekarang ia sudah meninggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu.
"Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya."
hikmahislam.blogsome.com
Istimewanya Wanita
Kaum feminis bilang susah jadi wanita, lihat saja peraturan dibawah ini :
- Wanita auratnya lebih susah dijaga (lebih banyak) dibanding lelaki.
- Wanita perlu meminta izin dari suaminya apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya.
- Wanita saksinya (apabila menjadi saksi) kurang berbanding lelaki.
- Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki.
- Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung dan melahirkan anak.
- Wanita wajib taat kepada suaminya, sementara suami tak perlu taat pada isterinya.
- Talak terletak di tangan suami dan bukan isteri.
- Wanita kurang dalam beribadat karena adanya masalah haid dan nifas yang tak ada pada lelaki.
- Dll.
Itu sebabnya mereka tidak henti-hentinya berpromosi untuk "MEMERDEKAKAN WANITA". Pernahkah kita lihat sebaliknya (kenyataannya) ?
- Benda yang mahal harganya akan dijaga dan dibelai serta disimpan ditempat yang teraman dan terbaik. Sudah pasti intan permata tidak akan dibiar terserak bukan? Itulah bandingannya dengan seorang wanita.
- Wanita perlu taat kepada suami, tetapi tahukah lelaki wajib taat kepada ibunya 3 kali lebih utama daripada kepada bapaknya?
- Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki, tetapi tahukah harta itu menjadi milik pribadinya dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya, sementara apabila lelaki menerima warisan, ia perlu/wajib juga menggunakan hartanya untuk isteri dan anak-anak.
- Wanita perlu bersusah payah mengandung dan melahirkan anak, tetapi tahukah bahwa setiap saat dia didoakan oleh segala makhluk, malaikat dan seluruh makhluk ALLAH di muka bumi ini, dan tahukah jika ia mati karena melahirkan adalah syahid dan surga menantinya.
- Di akhirat kelak, seorang lelaki akan dipertanggungjawabkan terhadap 4 wanita, yaitu : Isterinya, ibunya, anak perempuannya dan saudara perempuannya. Artinya, bagi seorang wanita tanggung jawab terhadapnya ditanggung oleh 4 orang lelaki, yaitu : suaminya, ayahnya, anak lelakinya dan saudara lelakinya.
- Seorang wanita boleh memasuki pintu syurga melalui pintu surga yang mana saja yang disukainya, cukup dengan 4 syarat saja, yaitu : salat 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, taat kepada suaminya dan menjaga kehormatannya.
- Seorang lelaki wajib berjihad fisabilillah, sementara bagi wanita jika taat akan suaminya, serta menunaikan tanggungjawabnya kepada ALLAH, maka ia akan turut menerima pahala setara seperti pahala orang pergi berjihad fisabilillah tanpa perlu mengangkat senjata.
Masya ALLAH ! Demikian sayangnya ALLAH pada wanita... kan
Ingat firman Nya, bahwa mereka tidak akan berhenti melakukan segala upaya, sampai kita ikut tunduk kepada cara-cara peraturan buatan mereka. (emansipasi ala western) Yakinlah, bahwa sebagai dzat yang Maha Pencipta, yang menciptakan kita, maka sudah pasti Ia yang Maha Tahu akan manusia, sehingga segala hukumnya peraturannya, adalah YANG TERBAIK bagi manusia dibandingkan dengan segala peraturan hukum buatan manusia. Jagalah isterimu karena dia perhiasan, pakaian dan ladangmu, sebagaimana Rasulullah pernah mengajarkan agar kita (kaum lelaki) berbuat baik selalu (gently) terhadap isterimu.
Adalah sabda Rasulullah bahwa ketika kita memiliki dua atau lebih anak perempuan, mampu menjaga dan mengantarkannya menjadi muslimah yang baik, maka surga adalah jaminannya. (untuk anak laki2 berlaku kaidah yang berbeda).
Berbahagialah wahai para muslimah. Jangan risau hanya untuk apresiasi absurd dan semu di dunia ini. Tunaikan dan tegakkan kewajiban agamamu, niscaya surga menantimu.
kitabercerita.blogspot.com
Minggu, 09 Oktober 2011
SEBUAH PELAJARAN UNTUK DISAMPAIKAN
Namanya Ny. Thompson. Ia berdiri di depan ruang kelas 5 pada hari pertama tahun pengajaran, dan berbohong kepada murid-muridnya.
Seperti kebanyakan pengajar, ia memandang ke seluruh murid dan berkata bahwa ia memperhatikan seluruh murid dengan adil. Tetapi hal itu tidak mungkin, karena di barisan depan, ada seorang anak yang duduk dengan menggelesot namanya Teddy Stoddard.
Ny. Thompson sudah mengawasi Teddy setahun sebelumnya dan ia memperhatikan bahwa dia tidak bisa bermain dengan baik dengan anak-anak yang lain karena bajunya morat marit dan terlihat selalu perlu untuk dimandikan. Dan Teddy bisa jadi tidak suka. Itu semua mendapat penilaian, dimana Ny.Thompson kenyataannya akan memberikan tanda khusus di laporan Teddy dengan tinta merah besar, membuat X tebal dan memberi tanda F besar di atas kertas laporan Teddy.
Di sekolah tempat Ny.Thompson mengajar, ia diminta untuk melihat ulang catatan murid-muridnya di tahun sebelumnya, dan ia membiarkan cacatan Teddy di giliran terakhir. Saat membaca catatan Teddy ia terkejut.
Guru kelas satu Teddy menulis,Teddy adalah anak yang cemerlang dan ceria. Ia mengerjakan perkerjaannya dengan rapi dan memiliki hal-hal yang baik.Ia membawa kegembiraan bagi sekitarnya.
Guru kelas duanya menulis, Teddy adalah murid yang sempurna, sangat disukai oleh seluruh temannya, tetapi ia terganggu karena ibunya sakit stroke dan untuk tinggal di rumah adalah suatu perjuangan bagi Teddy.
Guru kelas tiganya menulis, Ia mendengar kematian ibunya. Ia berusaha untuk melakukan yang terbaik, tetapi ayahnya tidak menunjukkan ketertarikannya dan kehidupan di rumah akan segera mempengaruhinya jika tidak ada langkah-langkah yang dilakukan.
Guru kelas empat Teddy menulis, Teddy menjadi mundur dan tidak tertarik ke sekolah. Ia tidak punya banyak teman dan terkadang tertidur di kelas.
Setelah itu, Ny. Thompson menyadari masalahnya dan dia malu terhadap dirinya sendiri. Ia merasa tidak enak ketika murid-muridnya membawa hadiah natal, dibungkus dengan pita-pita yang indah dan kertas yang menyala, kecuali pemberian Teddy. Hadiah dari Teddy kumal bentuknya dan dibungkus dengan kertas coklat yang diambil dari tas belanja.
Ny.Thompson dengan terharu membuka kado Tedy ditengah-tengah kado yang lain. Anak-anak mulai tertawa saat ia menemukan gelang batu dimana beberapa batunya hilang, dan sebuah botol yang berisi parfum setengahnya.
Tetapi ia menyuruh murid-muridnya diam dan menyatakan bahwa gelang pemberian Teddy sangat indah, serta mengoleskan parfum di pergelangan tangannya.
Setelah sekolah usai, Teddy Stoddard tetap tinggal, menunggu cukup lama untuk mengatakan, Ny. Thompson, hari ini bau wangi anda seperti ibu saya. Setelah murid-muridnya pergi, Ny.Thompson menangis hampir selama satu jam. Hari berikutnya Ny.Thompson berhenti untuk mengajar membaca, menulis dan aritmatika. Sebagai gantinya ia mulai mengajar anak didiknya.
Ny. Thompson memberi perhatian khusus kapada Teddy. Selama bekerja dengannya, pikiran Teddy mulai hidup. Semakin ia mendorong Teddy, semakin cepat Teddy memberikan tanggapan.
Di akhir tahun, Teddy menjadi anak terpandai di kelas, akan tetapi Ny. Thompson jadi berbohong dengan mengatakan bahwa ia akan memperhatikan murid-muridnya secara adil, karena Teddy telah menjadi murid kesayangannya.
Satu tahun berlalu, Ny. Thompson menemukan sebuah surat dibawah pintu, dari Teddy, yang mengatakan bahwa ia adalah guru terbaik yang pernah dimiliki sepanjang hidupnya.
Enam tahun berlalu sebelum ia menerima surat yang lain dari Teddy. Ia menulis sudah menamatkan SMU, ranking tiga di kelas, dan Ny. Thompson tetap guru terbaik yang pernah dimiliki sepanjang hidupnya.
Empat tahun berikutnya, ia menerima surat yang lain, mengatakan bahwa saat orang memikirkan banyak hal, ia tetap tinggal di sekolah dan mempertahankannya, dan segera lulus dari akademi dengan penghargaan tertinggi. Dia meyakinkan Ny. Thompson, bahwa dia tetap guru yang disukai dan paling baik yang pernah dimiliki sepanjang hidupnya.
Kemudian empat tahun berlalu dan surat yang lain datang lagi. Saat ini dia menjelaskan setelah menyelesaikan gelar sarjananya, dia memutuskan untuk melanjutkan sedikit lagi. Surat itu menjelaskan bahwa Ny. Thompson tetap guru yang disukai dan paling baik yang pernah dimiliki sepanjang hidupnya. Tetapi namanya telah sedikit lebih panjang surat ditanda tangani oleh Theodore F. Stoddard, MD.
Kisahnya tidak berakhir disini. Masih ada surat lagi pada musin semi itu. Teddy berkata bahwa ia bertemu dengan seorang gadis dan merencanakan untuk menikah. Ia mengatakan bahwa ayahnya telah meninggal beberapa tahun yang lalu dan dia berharap Ny. Thompson bersedia duduk di kursi yang biasanya disediakan untuk ibu pengantin. Tentu saja Ny. Thompson bersedia.
Dan coba tebak apa berikutnya? Ny. Thompson mengenakan gelang batu dimana beberapa batunya telah hilang. Dan ia memastikan memakai parfum yang diingat Teddy dipakai ibunya pada Natal sebelumnya bersama-sama. Mereka berpelukan, dan Dr. Stoddard berbisik di telinga Ny. Thompson, Terima kasih Ny. Thompson, anda mempercayai saya. Terima kasih karena sudah membuat saya merasa begitu penting dan memperlihatkan bahwa saya dapat membuat perubahan.
Ny. Thompson dengan air mata berlinang, balik berbisik. Ia berkata,Teddy, semua yang kamu katakan keliru. Kamu adalah orang yang telah mengajari bahwa aku dapat membuat perubahan. Aku sungguh-sungguh tidak tahu bagaimana caranya mengajar sampai bertemu denganmu.
Hangatkan hati seseorang hari ini teruskan mail ini kepada yang lain
Tolong ingatlah bahwa kemana pun kamu pergi, apa pun yang kamu lakukan, kamu akan punya kesempatan untuk menyentuh atau merubah diri seseorang.
Cobalah lakukan hal itu dengan cara yang positif. Teman adalah malaikat yang mengangkat kita ke atas kaki kita, saat sayap kita bermasalah untuk mengingat bagaimana caranya terbang.
Fransye Monita
Selasa, 13 September 2011
Lima Menit Saja, Ayah
بسم الله الرحمن الرحيم
Seorang ibu duduk di samping seorang lelaki di bangku dekat Taman-Main di West Coast Park pada suatu minggu pagi yang indah cerah. "Itu putra saya yang di situ," kata ibu tadi, sambil menunjuk ke arah seorang anak kecil dalam T-shirt merah yang sedang meluncur turun dipelorotan.
"Wah, tampak bahagia sekali bocah itu," kata bapak di sebelahnya. Mata ibu itu berbinar, bangga.
"Lihat anak yang sedang main ayunan di bandulan pakai T-shirt biru itu? Dia anakku," sambung sang lelaki , memperkenalkan. Lalu, sambil melihat arloji, ia memanggil putranya.
"Ayo Jack, gimana kalau kita sekarang pulang?" Jack, bocah kecil itu, setengah memelas, berkata, "Kalau lima menit lagi, boleh nggak Yah? Sebentaaaar lagi yah, boleh kan? Cuma tambah lima menit kok.........yaaa...?"
Pria itu mengangguk dan Jack meneruskan main ayunan untuk memuaskan hatinya. Menit menit berlalu, sang ayah berdiri, memanggil anaknya lagi. "Ayo, ayo, sudah waktunya berangkat?"
Lagi-lagi Jack memohon, "Ayah, lima menit lagilah. Cuma lima menit tok, ya? Boleh ya, Yah?" pintanya sambil menggaruk-garuk kepalanya. Pria itu bersenyum dan berkata, OK-lah, kalau begitu..."
"Wah, bapak pasti seorang ayah yang sabar," ibu yang di sampingnya, dan melihat adegan itu, tersenyum senang dengan sikap lelaki itu. Pria itu membalas senyum, lalu berkata,
"Putraku yang tertua, John, tahun lalu terbunuh selagi bersepeda di dekat sini, oleh sopir yang mabuk. Tahu tidak, aku tak pernah memberikan cukup waktu untuk bersama John. Sekarang apa pun ingin kuberikan demi Jack, asal saja saya bisa bersamanya biar pun hanya untuk lima menit lagi.
Saya bernazar tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi terhadap Jack. Ia pikir, ia dapat lima menit ekstra tambahan untuk berayun, untuk terus bermain. Padahal, sebenarnya, sayalah yang memperoleh tambahan lima menit memandangi dia bermain, menikmati kebersamaan bersama dia, menikmati tawa renyah-bahagianya...."
situslakalaka.com
Senin, 12 September 2011
Tukang Cukur & Tuhan
بسم الله الرحمن الرحيم
Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut dan merapikan brewoknya. Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat.
Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicaraan, dan sesaat topik pembicaraan beralih tentang Tuhan. Si tukang cukur bilang,”Saya tidak percaya Tuhan itu ada”.
“Kenapa kamu berkata begitu ???” timpal si konsumen.
“Begini, coba Anda perhatikan di depan sana, di jalanan… untuk menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada.
Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada, Adakah yang sakit??, Adakah anak terlantar??. Jika Tuhan ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan Tuhan Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi.”
Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon karena dia tidak ingin memulai adu pendapat. Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi meninggalkan tempat si tukang cukur.
Beberapa saat setelah dia meninggalkan ruangan itu dia melihat ada orang di jalan dengan rambut yang panjang, gimbal, kotor dan brewok yang tidak dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat. Si konsumen balik ke tempat tukang cukur dan berkata,
“Kamu tahu, sebenarnya TUKANG CUKUR itu TIDAK ADA.”
Si tukang cukur tidak terima,” Kamu kok bisa bilang begitu ??. Bukankah Saya disini dan saya tukang cukur. Dan barusan saya mencukurmu!”
“Tidak!” elak si konsumen.
“Tukang cukur itu tidak ada, sebab jika ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti orang yang di luar sana”, si konsumen menambahkan.
“Ah tidak, tapi tukang cukur tetap ada!”, sanggah si tukang cukur.
” Apa yang kamu lihat itu adalah salah mereka sendiri, kenapa mereka tidak datang ke saya”, jawab si tukang cukur membela diri.
“Cocok!” kata si konsumen menyetujui. Sama dengan Tuhan, TUHAN ITU JUGA ADA !
Tapi apa yang terjadi… orang-orang TIDAK MAU Kembali kepada-NYA, dan TIDAK MAU MENCARI-NYA. Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini.”
situslakalaka.com
Minggu, 04 September 2011
MAKA CELAKALAH ORANG YANG SHALAT
Sang abid ini hanya tertegun sesaat, lalu melanjutkan niatnya menghadap ke kiblat dan dengan khusyuknya melaksanakan shalat, bermi'raj kepada Tuhannya.
Sementara itu kedua anak tadi, setelah puas, kemudian meninggalkan ayam tersebut - yang tak kuasa lagi mempertahankan hidupnya - lalu mati dengan sangat mengenaskan.
Belum juga sang abid menyelesaikan mi'rajnya, tiba-tiba petir menggelegar dengan keras, angin bertiup kencang, alam yang sebelumnya tampak cerah tiba-tiba berubah drastis menjadi mendung dan kelabu. Terdengar suara yang bergemuruh dari langit:
"Hai tanah! Tenggelamkan hamba yang durhaka ini, dia telah melakukan kedurhakaan yang sangat, maka celakalah dia!"
Tanah patuh pada titah. Bergetar keras, terbelah, dan tanpa menyisakan waktu sedikit pun bagi sang abid untuk sekedar menyadari apa yang terjadi, tiba-tiba saja telah menariknya jatuh terhempas ke dalam perut bumi dan menimbunnya kembali!
Kisah ini saya baca dalam buku kisah-kisah tentang shalat, saya terjemahkan secara lepas dari bahasa persia. Kisah ini menceritakan tentang seorang ahli ibadah yang ditenggelamkan Tuhan ke dalam tanah karena lebih asyik dengan ibadahnya sendiri, dan tidak memberikan pertolongan kepada ayam yang sebenarnya ia mampu melakukannya.
Ayam yang dicabuti bulunya satu demi satu akhirnya mati tak tertolong. Tuhan menyebut abid ini sebagai orang yang durhaka, dan dilaknat sebagai orang yang celaka. Kitapun membaca dalam surah al-Maun tentang orang yang shalat tapi dalam pandangan Ilahi ia termasuk hamba-hamba yang celaka. Yakni orang yang dengan shalatnya tidak memberikan pengaruh kepada jiwanya untuk memberikan bantuan dan pertolongan kepada orang lain dengan sesuatu yang berguna. Begitupun abid pada kisah ini.
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat," (QS. Al-Ma'un[107]:4)
Dalam konteks kekinian, dengan banyaknya orang yang dicabut hak-haknya, kebebasan dan kebahagiannya dirampas begitu saja oleh yang lebih berkuasa, apakah shalat-shalat yang kita lakukan memberikan pengaruh kepada jiwa kita untuk berupaya memberikan pertolongan kepada mereka?
Mereka bukan ayam yang dicabuti bulunya tapi saudara-saudara kita, dari bangsa kita, yakni manusia. Jika kemurkaan Allah kepada abid yang tidak memberikan pertolongan kepada seekor ayam yang didzalimi diwujudkan dalam bentuk menenggelamkannya ke dalam tanah, maka sesungguhnya kemurkaan yang bagaimanakah nanti yang akan kita hadapi karena hanya berdiam diri saja menyaksikan saudara-saudaranya didzalimi?
Seorang teman pernah memperdengarkan sebuah hadits. Katanya, di akhirat nanti semua orang merasa bersyukur kecuali satu golongan. Orang-orang mukmin bersyukur karena menjadi orang mukmin yang bukan sekedar muslim. Orang-orang muslim bersyukur karena tidak termasuk sebagai orang-orang kafir. Orang-orang kafir bersyukur karena tidak termasuk sebagai orang-orang munafik. Dan kaum munafikin bersyukur karena tidak termasuk golongan orang yang melalaikan shalat. Dan satu-satunya golongan yang meratap penuh penyesalan adalah mereka yang lalai dalam shalatnya!
Hadits ini, sampai saat ini belum saya cek kesahihannya, namun kita dapat mengambil hikmah dari kutipan yang katanya hadits ini, bahwa Tuhan murka kepada mereka yang shalat namun lalai pada keadaaan di sekitarnya!
Dan bukankah di sekitar kita dengan sangat mudah dapat dijumpai orang-orang yang sulit mendapatkan makanan karena hak-hak mereka telah dirampas dan dicabuti? Lalu, bagaimanakah dengan shalat kita?
Wallahualam Bisshawab.
-------------------------------
[Dari catatan mas Ismail Amin - Blog Abi Az Zahra]
Selasa, 23 Agustus 2011
Lebaran dan Kisah Sedih di Ujung Ramadhan
Malam takbiran Jakarta diguyur hujan. Cukup lebat dan merata. Dari ujung Cibubur hingga pusat kota, tanah Jakarta basah. Genangan air di sana sini menjadi penanda banyak lubang di jalanan ibukota.
Setibanya di kantor saya mendapat suguhan berita duka. Seorang kawan sekantor beda divisi dikabarkan tewas bersama istrinya saat mudik dengan sepeda motor di kawasan Subang, Jawa Barat. Sementara anaknya yang masih berusia 5 tahun, mengalami patah tulang. Duh gusti saya tercekat dan tak bisa berkata mendengar kabar duka itu.
Saya berharap almarhum mendapat tempat terbaik karena meninggal masih di bulan baik, Ramadhan. Apalagi ia pergi saat mencoba merekatkan tali silaturahim dengan keluarganya di Kebumen sana.
Lebaran seyogyanya merupakan perayaan keriaan setelah sebulan berpuasa. Dan mudik adalah tradisi dan ritual sebagian besar warga muslim menjelang Lebaran. Saya tak habis pikir sebuah ritual tahunan yang berulang dari puluhan tahun itu mengapa tak pernah diurus dengan baik.
Bukan rahasia jika perjalanan mudik Lebaran bagi sebagian warga selalu identik dengan siksaan. Mulai dari sulitnya mencari moda angkutan publik yang nyaman, tiket yang harganya mahal hingga sarana jalanan yang jauh dari memadai. Cerita soal tidur dalam himpitan penumpang di kereta api atau tidur di tengah aroma pesing di toilet kereta api adalah sedikit kisah nyata yang dihadapi para pemudik. Belum lagi ditambah kenyataan pahit dipermainkan saat mendapatkan tiket hingga kemacetan akut berjam-jam di sejumlah jalur mudik.
Ironis memang, bangsa ini sepertinya tak pernah belajar dari sejarah panjang perayaan lebaran. Tak pernah ada mapping yang jelas persoalan yang pasti dan selalu dihadapi, juga tak ada solusi praktis agar mudik berjalan nyaman dan aman. Semuanya dibiarkan berjalan begitu saja. Dan pingsan, terluka atau mati sekalipun dianggap sebagai resiko yang melekat pada para pemudik. Mati? Siapa suruh mudik, begitu mungkin benak para pembuat keputusan.
Saya gugat manajemen mudik kita bukan karena ada kawan atau keluarga yang terpaksa menyabung nyawa karenanya. Saya hanya mempertanyakan, mengapa dalam banyak hal kita tak pernah bisa menghargai manusia dan kemanusiaan kita. Mengapa para pemudik dibiarkan memilih moda angkutan yang jelas-jelas berbahaya seperti menggunakan motor? Itu karena ongkos angkutan umum begitu mahal dan tak terjangkau sebagian warga. Motor akhirnya dijadikan alat angkut yang murah, meski sangat berbahaya dan beresiko tinggi.
Selamat jalan kawan, selamat menempuh keabadian.
Setibanya di kantor saya mendapat suguhan berita duka. Seorang kawan sekantor beda divisi dikabarkan tewas bersama istrinya saat mudik dengan sepeda motor di kawasan Subang, Jawa Barat. Sementara anaknya yang masih berusia 5 tahun, mengalami patah tulang. Duh gusti saya tercekat dan tak bisa berkata mendengar kabar duka itu.
Saya berharap almarhum mendapat tempat terbaik karena meninggal masih di bulan baik, Ramadhan. Apalagi ia pergi saat mencoba merekatkan tali silaturahim dengan keluarganya di Kebumen sana.
Lebaran seyogyanya merupakan perayaan keriaan setelah sebulan berpuasa. Dan mudik adalah tradisi dan ritual sebagian besar warga muslim menjelang Lebaran. Saya tak habis pikir sebuah ritual tahunan yang berulang dari puluhan tahun itu mengapa tak pernah diurus dengan baik.
Bukan rahasia jika perjalanan mudik Lebaran bagi sebagian warga selalu identik dengan siksaan. Mulai dari sulitnya mencari moda angkutan publik yang nyaman, tiket yang harganya mahal hingga sarana jalanan yang jauh dari memadai. Cerita soal tidur dalam himpitan penumpang di kereta api atau tidur di tengah aroma pesing di toilet kereta api adalah sedikit kisah nyata yang dihadapi para pemudik. Belum lagi ditambah kenyataan pahit dipermainkan saat mendapatkan tiket hingga kemacetan akut berjam-jam di sejumlah jalur mudik.
Ironis memang, bangsa ini sepertinya tak pernah belajar dari sejarah panjang perayaan lebaran. Tak pernah ada mapping yang jelas persoalan yang pasti dan selalu dihadapi, juga tak ada solusi praktis agar mudik berjalan nyaman dan aman. Semuanya dibiarkan berjalan begitu saja. Dan pingsan, terluka atau mati sekalipun dianggap sebagai resiko yang melekat pada para pemudik. Mati? Siapa suruh mudik, begitu mungkin benak para pembuat keputusan.
Saya gugat manajemen mudik kita bukan karena ada kawan atau keluarga yang terpaksa menyabung nyawa karenanya. Saya hanya mempertanyakan, mengapa dalam banyak hal kita tak pernah bisa menghargai manusia dan kemanusiaan kita. Mengapa para pemudik dibiarkan memilih moda angkutan yang jelas-jelas berbahaya seperti menggunakan motor? Itu karena ongkos angkutan umum begitu mahal dan tak terjangkau sebagian warga. Motor akhirnya dijadikan alat angkut yang murah, meski sangat berbahaya dan beresiko tinggi.
Selamat jalan kawan, selamat menempuh keabadian.
(http://syaifuddin.wordpress.com)
Jumat, 05 Agustus 2011
PUASA, BUKAN SEKEDAR MENAHAN LAPAR DAN DAHAGA

Puasa merupakan ibadah yang sangat dicintai Allah Subhanahuwata'ala. Hal ini sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Salallahu'alaihiwassalam bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلاَّ الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي
“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah berkata, ‘Kecuali puasa, maka Aku yang akan membalas orang yang menjalankannya karena dia telah meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsunya dan makannya karena Aku.” [Sahih, HR. Muslim]
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan betapa tingginya nilai puasa. Allah Subhanahuwata'ala akan melipatgandakan pahalanya bukan sekadar 10 atau 700 kali lipat, namun akan dibalas sesuai dengan keinginan-Nya. Padahal kita tahu bahwa IA Maha Pemurah, maka Ia tentu akan membalas pahala orang yang berpuasa dengan berlipat ganda.
Hikmah dari semua ini adalah sebagaimana tersebut dalam hadits, bahwa orang yang berpuasa telah meninggalkan keinginan hawa nafsu dan makannya karena Allah Subhanahuwata'ala. Tidak tampak dalam dzahir (lahiriah)nya dia sedang melakukan suatu amalan ibadah, padahal sesungguhnya dia sedang menjalankan ibadah yang sangat dicintai Allah Subhanahuwata'ala dengan menahan lapar dan dahaga. Sementara di sekitarnya ada makanan dan minuman.
Di samping itu, dia juga menjaga hawa nafsunya dari hal-hal yang bisa membatalkan puasa. Semua itu dilakukan karena mengharapkan keridhaan Allah Subhanahuwata'ala dengan meyakini bahwa Allah Ia mengetahui segala gerak-geriknya.
Di antara hikmahnya juga yaitu karena orang yang berpuasa sedang mengumpulkan seluruh jenis kesabaran di dalam amalannya. Yaitu sabar dalam taat kepada Allah Subhanahuwata'ala, dalam menjauhi larangan, dan di dalam menghadapi ketentuan takdir-Nya. Allah Subhanahuwata'ala berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
Perlu menjadi catatan penting bahwa puasa bukanlah sekadar menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal lainnya yang membatalkan puasa. Orang yang berpuasa harus pula menjaga lisan dan anggota badan lainnya dari segala yang diharamkan oleh Allah Subhanahuwata'ala. Namun bukan berarti ketika tidak sedang berpuasa boleh melakukan hal-hal yang diharamkan tersebut.
Maksudnya adalah bahwa perbuatan maksiat itu lebih berat ancamannya bila dilakukan pada bulan yang mulia ini dan ketika menjalankan ibadah yang sangat dicintai Allah Subhanahuwata'ala. Bisa jadi seseorang yang berpuasa itu tidak mendapatkan faedah apa-apa dari puasanya kecuali hanya merasakan haus dan lapar. Na’udzubillahi min dzalik.
Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang yang berpuasa agar mendapatkan balasan dan keutamaan-keutamaan yang telah dijanjikan ole Allah Subhanahuwata'ala. Di antaranya:
1. Setiap muslim harus membangun ibadah puasanya di atas iman kepada Allah Subhanahuwata'ala dalam rangka mengharapkan ridha-Nya, bukan karena ingin dipuji atau sekadar ikut-ikutan keluarga atau masyarakatnya yang sedang berpuasa. Rasulullah Salallahu'alaihiwassalam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [Muttafaqun ‘alaih]
2. Menjaga anggota badannya dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah Subhanahuwata'ala, seperti menjaga lisannya dari dusta, ghibah, dan lain-lain. Begitu pula menjaga matanya dari melihat orang lain yang bukan mahramnya baik secara langsung atau tidak langsung, seperti melalui gambar, film, dan sebagainya. Juga menjaga telinga, tangan, kaki, dan anggota badan lainnya dari bermaksiat kepada-Nya.
Rasulullah Salallahu'alaihiwassalam bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah tidak peduli dia meninggalkan makan dan minumnya.” [Sahih, HR. al-Bukhari no. 1804]
Maka semestinya orang yang berpuasa tidak mendatangi pasar, supermarket, mal, atau tempat-tempat keramaian lainnya melainkan ada kebutuhan yang mendesak. Karena biasanya tempat-tempat tersebut bisa menyeretnya untuk mendengarkan dan melihat perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah Subhanahuwata'ala. Begitu pula menjauhi televisi, karena tidak bisa dimungkiri lagi bahwa efek negatifnya sangat besar baik bagi orang yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa.
3. Bersabar untuk menahan diri dan tidak membalas kejelekan yang ditujukan terhadapnya.
Rasulullah Salallahu'alaihiwassalam bersabda dalam hadits Abu Hurairah ra:
الصِّياَمُ جُنَّةٌ، فَإِذَا كاَنَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
“Puasa adalah tameng, maka apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah dia berkata kotor dan janganlah bertengkar dengan mengangkat suara. Jika dia dicela dan disakiti maka katakanlah, ‘Saya sedang berpuasa’.” [Sahih, HR. Muslim]
Dari hadits tersebut bisa diambil pelajaran tentang wajibnya menjaga lisan. Apabila seseorang bisa menahan diri dari membalas kejelekan maka tentunya dia akan terjauhkan dari memulai menghina dan melakukan kejelekan lainnya.
Sesungguhnya puasa itu akan melatih dan mendorong seorang muslim untuk berakhlak mulia serta melatih dirinya menjadi sosok yang terbiasa menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahuwata'ala. Namun hasil yang demikian tidak akan didapat kecuali dengan menjaga puasanya dari beberapa hal yang tersebut di atas.
Puasa itu ibarat sebuah baju. Bila orang yang memakai baju itu menjaganya dari kotoran atau sesuatu yang merusaknya, tentu baju tersebut akan menutupi auratnya, menjaganya dari terik matahari dan udara yang dingin, serta memperindah penampilannya. Demikian pula puasa, orang yang mengamalkannya tidak akan mendapatkan buah serta faedahnya kecuali dengan menjaga diri dari hal-hal yang bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan pahalanya.
Wallahu a’lam bish-shawab.
[Dari Asy Syariah]
Kamis, 14 Juli 2011
DI MANAKAH ALLAH MELETAKKAN SANGKAKALA MALAIKAT IZROFIL?
Menggunakan sebuah peralatan milik NASA yang diberi nama WMAP (Wilkinson Microwave Anisotropy Prob), pada akhir penelitiannya mereka membuat sebuah kesimpulan yang sangat mencengangkan. Menurut hasil penelitian tersebut, alam semesta ini ternyata bentuknya menyerupai terompet!

Bentuk Alam Semesta
Di dalam kitab Tanbihul Ghofilin Jilid-1 halaman 60 ada sebuah hadits panjang yang menceritakan tentang kejadian kiamat yang pada bagian awalnya sangat menarik untuk dicermati.
Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Ketika Allah telah selesai menjadikan langit dan bumi, Allah menjadikan sangkakala (terompet) dan diserahkan kepada malaikat Izrofil, kemudian ia letakkan dimulutnya sambil melihat ke Arsy menantikan bilakah ia diperintah". Saya bertanya: “Ya Rasulullah apakah sangkakala itu?” Jawab Rasulullah: “Bagaikan tanduk dari cahaya.” Saya tanya: “Bagaimana besarnya?” Jawab Rasulullah: “Sangat besar bulatannya, demi Allah yang mengutusku sebagai Nabi, besar bulatannya itu seluas langit dan bumi, dan akan ditiup hingga tiga kali. Pertama: Nafkhatul faza’ (untuk menakutkan). Kedua: Nafkhatus sa’aq (untuk mematikan). Ketiga: Nafkhatul ba’ats (untuk menghidupkan kembali atau membangkitkan).”
Dalam hadits di atas disebutkan bahwa sangkakala atau terompet malaikat Izrofil itu bentuknya seperti tanduk dan terbuat dari cahaya. Ukuran bulatannya seluas langit dan bumi. bukankah bentuk 'laksana tanduk' mengingatkan kita pada terompet orang-orang jaman dahulu yang pada umumnya terbuat dari tanduk?
Kalimat seluas langit dan bumi dapat dipahami sebagai ukuran yang meliputi seluruh wilayah langit (sebagai lambang alam tak nyata/ghaib) dan bumi (sebagai lambang alam nyata/syahadah). Atau dengan kata lain, bulatan terompet malaikat Isrofil itu melingkar membentang dari alam nyata hingga alam ghaib.
Jika kesahihan hadits di atas dapat dibuktikan dan data yang diperoleh lewat WMAP memang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka dapat dipastikan bahwa kita ini sesungguhnya bagaikan kupu-kupu yang hidup di tengah-tengah kaldera sebuah gunung berapi paling aktif yang siap meletus kapan saja.
Allah sendiri telah mengabarkan kedahsyatan terompet malaikat Izrofil itu kepada manusia melalui Firman-Nya:
“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri.” (QS. An-Naml[27]:87)
Makhluk langit saja terkejut, apalagi makhluk bumi yang notabene jauh lebih lemah dan lebih kecil. Sedangkan pada sambungan hadits di atas masih ada sedikit tambahan tentang seperti apa keterkejutan dan ketakutan makhluk bumi kelak.
“Pada saat tergoncangnya bumi, manusia bagaikan orang mabuk sehingga ibu yang mengandung gugur kandungannya, yang menyusui lupa pada bayinya, anak-anak jadi beruban dan setan-setan berlarian.”
Ada sebuah pertanyaan yang patut untuk direnungakan; jika sangkakalanya saja sebesar itu, maka sebesar apakah peniupnya? Terlebih lagi, sebesar apa pula Yang Menciptakan keduanya?
Subhanallah!
Maha Benar Allah Dengan Segala Firman-Nya.
[Sumber: Global Muslim Community]
Senin, 04 Juli 2011
Jilbab Itu Kristiani
![]() |
Apa bedanya ? |
Saya sedih melihat kondisi sebagian orang Kristen yang masih mencela agama orang lain dan apa-apa yang melekat pada agama tersebut. Di antara hal tersebut adalah sebagian orang yang mencela soal jilbab.
Mengapa jilbab dicela dan dibenci? Apakah karena jilbab itu budaya yang buruk? Saya yakin bukan. Tetapi karena jilbab itu dianggap sebagai pakaian suatu agama tertentu. Karena orang tersebut benci kepada agama tertentu itu, lalu ia pun membenci gaya pakaiannya.
Padahal sesungguhnya jilbab itu baik. Jika ia buruk, tentu Gereja akan melarang pakaian serupa itu dikenakan di Gereja. Tetapi justeru Gereja berkenan atas pakaian seperti itu dikenakan oleh wanita di Gereja.
Bahkan seharusnya, semua wanita yang ingin melakukan kebaktian, haruslah dia mengenakan penutup kepala, kecuali jika ia mau membotaki kepalanya. Begitulah apa yang diajarkan Paulus kepada para jemaat wanita.
Apa manfaat dari mengenakan pakaian semacam itu? Pakaian seperti itu akan menambah kekusukan dalam berdoa. Para pria yang datang ke Gereja pun akan terselamatkan matanya dari berzinah. Kekudusan Gereja akan benar-benar terjaga. Kerukunan antar umat beragama pun akan terjaga. Masih banyak lagi manfaatnya yang lain.
Pakaian seperti itu adalah ajaran Yesus yang sejati. Itu bukan hanya milik agama tertentu. Cobalah Anda lihat para bikuni. Mereka memang tidak memakai penutup kepala, tetapi mereka mencukur rambut mereka seperti yang diajarkan Paulus. Kebaikan seperti ini adalah kebaikan universal. Siapa pun boleh menerapkannya. Siapa yang mencelanya, berarti ia telah mencela kebaikan yang diakui oleh kebanyakan manusia. Jilbab atau tudung bagi wanita bukan hanya milik Islam, bukan hanya milik Kristen, tetapi milik dunia.
Mengapa jilbab dicela dan dibenci? Apakah karena jilbab itu budaya yang buruk? Saya yakin bukan. Tetapi karena jilbab itu dianggap sebagai pakaian suatu agama tertentu. Karena orang tersebut benci kepada agama tertentu itu, lalu ia pun membenci gaya pakaiannya.
Padahal sesungguhnya jilbab itu baik. Jika ia buruk, tentu Gereja akan melarang pakaian serupa itu dikenakan di Gereja. Tetapi justeru Gereja berkenan atas pakaian seperti itu dikenakan oleh wanita di Gereja.
Bahkan seharusnya, semua wanita yang ingin melakukan kebaktian, haruslah dia mengenakan penutup kepala, kecuali jika ia mau membotaki kepalanya. Begitulah apa yang diajarkan Paulus kepada para jemaat wanita.
Apa manfaat dari mengenakan pakaian semacam itu? Pakaian seperti itu akan menambah kekusukan dalam berdoa. Para pria yang datang ke Gereja pun akan terselamatkan matanya dari berzinah. Kekudusan Gereja akan benar-benar terjaga. Kerukunan antar umat beragama pun akan terjaga. Masih banyak lagi manfaatnya yang lain.
Pakaian seperti itu adalah ajaran Yesus yang sejati. Itu bukan hanya milik agama tertentu. Cobalah Anda lihat para bikuni. Mereka memang tidak memakai penutup kepala, tetapi mereka mencukur rambut mereka seperti yang diajarkan Paulus. Kebaikan seperti ini adalah kebaikan universal. Siapa pun boleh menerapkannya. Siapa yang mencelanya, berarti ia telah mencela kebaikan yang diakui oleh kebanyakan manusia. Jilbab atau tudung bagi wanita bukan hanya milik Islam, bukan hanya milik Kristen, tetapi milik dunia.
Salah satu yang berkomentar :
1.Korintus 11:5-6, 10,13 (5)Tetapi setiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepala, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya .(6) Sebab jika jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya.(10) sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa dikepalanya oleh karena para malaikat.(13) Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala tidak bertudung?
Catatan: Alkitab mengajarkan, wanita harus berjilbab, artinya harus menutupi kepalanya. Bahkan sangsinya jika tidak menutupi kepalanya, rambutnya harus digunting alias dibotakin.(http://artikelkristiani.wordpress.com/2010/03/11/jilbab-itu-kristiani/)
Selasa, 28 Juni 2011
Tidak Harus Berbentuk Bunga
Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di perasaan saya, ketika saya bersandar di bahunya yang bidang. Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, harus saya akui, bahwa saya mulai merasa lelah. Alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.
Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.
Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.
"Mengapa?" tanya suami saya dengan terkejut.
"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan" jawab saya.
Suami saya terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?
Dan akhirnya suami saya bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk mengubah pikiran kamu?"
Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, "Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam perasaan saya, saya akan mengubah pikiran saya. Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung. Kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan memetik bunga itu untuk saya?"
Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok."
Perasaan saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan coret-coretan tangannya di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan...
"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."
Kalimat pertama ini menghancurkan perasaan saya. Saya melanjutkan untuk membacanya.
"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'teman baik kamu' datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kaki kamu yang pegal."
"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu khawatir kamu akan menjadi 'aneh'. Saya harus membelikan sesuatu yang dapat menghibur kamu di rumah atau meminjamkan lidah saya untuk menceritakan hal-hal lucu yang saya alami."
"Kamu selalu terlalu dekat menonton televisi, terlalu dekat membaca buku, dan itu tidak baik untuk kesehatan mata kamu. Saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kuku kamu dan mencabuti uban kamu."
"Tangan saya akan memegang tangan kamu, membimbing kamu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajah kamu."
"Tetapi Sayang, saya tidak akan mengambil bunga indah yang ada di tebing gunung itu hanya untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air mata kamu mengalir menangisi kematian saya."
"Sayang, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintai kamu lebih daripada saya mencintai kamu. Untuk itu Sayang, jika semua yang telah diberikan tangan saya, kaki saya, mata saya tidak cukup buat kamu, saya tidak bisa menahan kamu untuk mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakan kamu."
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk terus membacanya.
"Dan sekarang, Sayang, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkan saya untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri di sana menunggu jawaban kamu."
"Jika kamu tidak puas dengan jawaban saya ini, Sayang, biarkan saya masuk untuk membereskan barang-barang saya, dan saya tidak akan mempersulit hidup kamu. Percayalah, bahagia saya adalah bila kamu bahagia."
Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang segelas susu dan roti kesukaan saya.
Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih daripada dia mencintai saya.
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari perasaan kita, karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.
Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.
"Mengapa?" tanya suami saya dengan terkejut.
"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan" jawab saya.
Suami saya terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?
Dan akhirnya suami saya bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk mengubah pikiran kamu?"
Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, "Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam perasaan saya, saya akan mengubah pikiran saya. Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung. Kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan memetik bunga itu untuk saya?"
Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok."
Perasaan saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan coret-coretan tangannya di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan...
"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."
Kalimat pertama ini menghancurkan perasaan saya. Saya melanjutkan untuk membacanya.
"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'teman baik kamu' datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kaki kamu yang pegal."
"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu khawatir kamu akan menjadi 'aneh'. Saya harus membelikan sesuatu yang dapat menghibur kamu di rumah atau meminjamkan lidah saya untuk menceritakan hal-hal lucu yang saya alami."
"Kamu selalu terlalu dekat menonton televisi, terlalu dekat membaca buku, dan itu tidak baik untuk kesehatan mata kamu. Saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kuku kamu dan mencabuti uban kamu."
"Tangan saya akan memegang tangan kamu, membimbing kamu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajah kamu."
"Tetapi Sayang, saya tidak akan mengambil bunga indah yang ada di tebing gunung itu hanya untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air mata kamu mengalir menangisi kematian saya."
"Sayang, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintai kamu lebih daripada saya mencintai kamu. Untuk itu Sayang, jika semua yang telah diberikan tangan saya, kaki saya, mata saya tidak cukup buat kamu, saya tidak bisa menahan kamu untuk mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakan kamu."
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk terus membacanya.
"Dan sekarang, Sayang, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkan saya untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri di sana menunggu jawaban kamu."
"Jika kamu tidak puas dengan jawaban saya ini, Sayang, biarkan saya masuk untuk membereskan barang-barang saya, dan saya tidak akan mempersulit hidup kamu. Percayalah, bahagia saya adalah bila kamu bahagia."
Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang segelas susu dan roti kesukaan saya.
Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih daripada dia mencintai saya.
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari perasaan kita, karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga".
(invisibleman0595.co.cc)
Kamis, 23 Juni 2011
Aku pernah datang dan aku sangat patuh
Kisah seorang gadis yatim piatu yang dirawat dan dibesarkan oleh laki-laki miskin. Gadis penderita leukemia yang memutuskan melepaskan biaya pengobatan senilai 540.000 Dollar. Dana pengobatan tersebut berhasil dihimpun dari perkumpulan orang China diseluruh dunia. Dia rela melepaskan dana pengobatan tersebut dan membaginya kepada tujuh anak yang juga sedang berjuang menghadapi kematian. Kalimat terakhir yang ia tinggalkan dalam surat wasiatnya adalah, "Saya pernah datang dan saya sangat patuh". Seorang gadis berusia delapan tahun yang mempersiapkan pemakamannya sendiri.
Sejak lahir dia tidak pernah mengetahui siapa kedua orang tua kandungnya. Dia hanya memiliki seorang ayah angkat yang memungutnya dari sebuah lapangan rumput. Seorang pria miskin berusia 30 tahun. Karena miskin, tak ada perempuan yang mau menikah dengannya.
30 November 1996, adalah saat dimana pria miskin tersebut menemukan bayi yang sedang kedinginan diatas hamparan rumput. Diatas dadanya terdapat selembar kartu kecil tertuliskan tanggal, "20 November jam 12".
Ketika ditemukan, suara tangisnya sudah melemah. Pria tersebut khawatir jika tak ada yang memperhatikannya, maka bayi tersebut akan mati kedinginan. Ia memutuskan untuk memungutnya. Dengan berat hati karena takut tak dapat menghidupinya kelak karena kemiskinannya, ia memeluk bayi tersebut dambil berkata "apa yang saya makan, itulah yang kamu makan". Kemudian ia memutuskan untuk merawat bayi tersebut dan memberinya nama Yu Yan.
Ketika ditemukan, suara tangisnya sudah melemah. Pria tersebut khawatir jika tak ada yang memperhatikannya, maka bayi tersebut akan mati kedinginan. Ia memutuskan untuk memungutnya. Dengan berat hati karena takut tak dapat menghidupinya kelak karena kemiskinannya, ia memeluk bayi tersebut dambil berkata "apa yang saya makan, itulah yang kamu makan". Kemudian ia memutuskan untuk merawat bayi tersebut dan memberinya nama Yu Yan.
Yu Yan akhirnya dirawat dan dibesarkan oleh seorang pria lajang dan miskin yang tak mampu membeli susu. Yu Yan hanya diberi minum air tajin (air hasil cucia beras). Keadaan yang berat tersebut membuat Yu Yan tumbuh menjadi anak yang lemah dan sakit-sakitan karena kurangnya asupan gizi. Namun Yu Yan adalah anak yang sangat penurut dan patuh.
Musim silih berganti, Yu Yuan pun bertambah besar dan memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, mereka sangat menyukai Yu Yan, meskipun ia sering sakit-sakitan. Yu Yan tumbuh ditengah kekhawatiran ayahnya.
Musim silih berganti, Yu Yuan pun bertambah besar dan memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, mereka sangat menyukai Yu Yan, meskipun ia sering sakit-sakitan. Yu Yan tumbuh ditengah kekhawatiran ayahnya.
Yu Yuan sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Teman-temannya memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang ayah angkat. Dia sadar bahwa ia harus menjadi anak yang penurut dan tidak boleh membuat ayahnya sedih.
Yu Yan sangat mengerti bahwa dia harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah agar ayahnya yang tidak pernah sekolah bisa merasa bangga. Dia tidak pernah mengecewakan ayahnya. Yu Yan sering bernyanyi untuk ayahnya. Semua hal lucu yang terjadi di sekolahnya di ceritakan kepada ayahnya. Senyum sang ayahlah yang bisa membuatnya bahagia.
Yu Yan sangat mengerti bahwa dia harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah agar ayahnya yang tidak pernah sekolah bisa merasa bangga. Dia tidak pernah mengecewakan ayahnya. Yu Yan sering bernyanyi untuk ayahnya. Semua hal lucu yang terjadi di sekolahnya di ceritakan kepada ayahnya. Senyum sang ayahlah yang bisa membuatnya bahagia.
Pada suatu pagi di bulan Mei 2005, ketika Yu Yuan sedang membasuh mukanya, ia terkejut karena air bekas basuhan mukanya berubah menjadi berwarna merah akibat darah yang menetes dari hidungnya. Darah dari hidungnya terus mengalir tanpa bisa dihentikan.
Ayahnyan segera melarikan Yu Yan ke puskesmas untuk mendapat pertolongan dokter. Dipuskesmas ia diberi suntikan sebagai pertolongan awal. Namun ternyata dari bekas suntikan tersebut juga mengeluarkan darah yang terus mengalir diikuti dengan munculnya bintik-bintik merah dipahanya. Sang dokter menyarankan ayahnya untuk membawa Yu Yan kerumah sakit.
Sesampainya dirumah sakit Yu Yan dan ayahnya masih harus menunggu karena tak mendapat nomor antrian. Selama menunggu, darah dari hidung Yu Yan terus mengalir. Ia hanya bisa menunggu dikursi panjang ruang tunggu sambil menutup hidungnya agar darahnya tidak mengotori lantai. Tetapi banyaknya darah yang keluar tak bisa dhentikan dan mulai mengotori lantai sehingga perlu tampung dalam sebuah baskom. Dalam waktu singkat, baskom tersebut telah dipenuhi oleh darah Yu Yan.
Dokter yang melihat keadaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah didiagnosa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sedikitnya membutuhkan biaya sebesar 300.000 $. Ayahnya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Ia hanya hanya ingin menyelamatkan anaknya. Ayahnya berusaha mencari pinjaman dari saudara-saudaranya. Setelah jerih payah yang dilakukan, uang yang ia peroleh jumlahnya sangat sedikit. Ia memutuskan untuk menjual rumahnya. Namun sangat sulit untuk menjual rumahnya yang kumuh dalam waktu cepat.
Beban pikiran yang ditanggung membuat ayah Yu Yan semakin kurus. Kesedihannya terlihat oleh Yu Yan. Melihat keadaan ayahnya, Yu Yan menjadi sangat sedih. Diruang perawatan, ia menatap ayahnya dan menggenggam tangan sang ayah bermaksud mengatakan sesuatu kepada yahnya. Air mata Yu Yan mulai menetes. Bibirnya bergetar. "Ayah, saya ingin mati" kata Yu Yan dengan suara yang sangat lemah. Ayahnya terkejut mendengar apa yang dikatakan anak angkatnya itu. "Kamu masih terlalu muda, kenapa kamu ingn mati sayang?". "Aku hanya anak yang dipungut dari lapagan rumput. Nyawaku tak berharga. Biarlah aku keluar dari rumah sakit ini".
Karena keadaan yang teramat sulit, dengan terpaksa ayahnya menyetuji permintaan anaknya. Sadar dengan sisa hidupnya yang singkat, gadis yang masih berusia delapan tahun itupun mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakaman untuk dirinya.
Sejak kecil Yu Yan tak pernah menuntut apapun pada ayahnya. Namun hari itu, setelah ia keluat rumah sakit ia mengajukan beberapa permintaan kepada ayahnya. Ia ingin mengenakan baju baru dan berfoto dengan ayahnya. Sang ayah memenuhi permintaan Yu Yan, ia membelikan baju baru untuk anaknya itu dan pergi ke studio foto untuk berfoto bersama anaknya.
Dengan baju barunya Yu Yan berpose bersama ayahnya. Dalam sakit yang dideritanya Yu Yan berusaha tersenyum sambil menahan air matanya yang menetes mebasahi pipi. "Kalau ayah meridukanku setelah aku tidak ada, lihatlah foto ini", ujar Yu Yan kepada ayahnya.
Keadaan Yu Yan diketahui oleh seluruh warga desa tempat tinggal Yu Yan. Selama ini, ia dikenal sebagai anak yang baik dan cerdas. Penderitaan yang ditanggung Yu Yan dan ayahnya membuat penduduk desa bersimpati dan berupaya membantu mereka dengan berusaha menggalang dana dari banyak orang.
Berita tentang Yu Yan pun meluas sampai akhirnya terdengar oleh seorang wartawati bernama Chun Yuan. Berkat laporan yang ditulis di surat kabar tempat wartawati itu bekerja, cerita tentang anak yang mempersiapkan pemakamannya sendiri itu dengan cepat tersebar keseluruh kota Rong Cheng. Banyak orang tergugah dengan pemberitaan di surat kabar tersebut. Kabar tentang Yu Yan akhirnya tersebar hingga keseluruh dunia. Orang-orang yang mengetahui cerita tentang Yu Yan mulai menyebarkan email kebanyak orang diselurh dunia untuk menggalang dana.
Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia saja telah terkumpul 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang.
Sumbangan dana masih terus mengalir dari segala penjuru dunia meskipun pengumuman dihentikannya penggalangan dana telah disebarkan.Segala yang dibutuhkan telah tersedia untk pengobatan Yu Yan, semua orang menunggu kabar baik tentang Yu Yan. Seseorang bahkan mengatakan dalam emailnya, "Yu Yuan anakku yang tercinta saya mengharapkan kesembuhanmu. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta."
Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan. Dokter Shii Min yang menangani Yu Yan memintanya untuk menjadi anak perermpuannya. Air mata Yu Yuan pun mengalir deras karena merasa bahagia.
Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggilnya Mama. Suara itu, Shii Min kaget, ia tersenyum sambil berkata, "Anak yang baik".
Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen dimana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan. Banyak juga orang yang menanyakan kabar Yu Yuan melalui email. Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi. Fisik Yu Yan semakin lemah.
Yu Yuan pernah bertanya kepada Fu Yuan, seorang wartawti, "Tante kenapa mereka mau menyumbang uang untuk saya? Wartawati tersebut menjawab, karena mereka semua adalah orang yang baik hati". "Tante saya juga mau menjadi orang yang baik hati" ujar Yu Yan. Dari bawah bantal tidurnya gadis kecil itu mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. "Tante ini adalah surat wasiat saya."
Fu yuan kaget setelah mebaca surat wasiat dari Yu Yan. Ternyata gadis tak berdaya itu telah mempersiapkan pemakamannya sendiri. Seorang anak berumur delapan tahun yang sedang menghadapi kematian menulis tiga halaman surat wasiat yang dibagi menjadi enam bagian.
Lewat surat wasiatnya itu YuYan menyampaikan rasa terimakasih sekaligus megucapkan selamat tinggal kepada semua orang yang telah sangat peduli dengan keadaanya. Kalimat terakhir dalam surat wasiat tersebut berbunyi, "Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibsumbangkan untuk sekolah saya. Dan katakana kepada pemimpin palang merah, Setelah saya meninggal, sisa biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya agar mereka lekas sembuh". Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya. "Saya pernah datang, saya sangat patuh", itulah kata-kata terakhir yang keluar dari bibir Yu Yuan.
Pada tanggal 22 agustus, akibat pendarahan dibagian pencernaan Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakitnya itu akhirnya menutup mata untuk selamanya. Berita ini merupaka pukulan bagi banyak orang yang mengharapkan kesembuhan Yu Yan.
Diatas batu nisannya tertulis, "Aku pernah datang dan aku sangat patuh" (30 nov 1996- 22 agus 2005). Dan dibelakangnya terukir riwayat hidup Yu Yuan.
Pada tanggal 22 agustus, akibat pendarahan dibagian pencernaan Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakitnya itu akhirnya menutup mata untuk selamanya. Berita ini merupaka pukulan bagi banyak orang yang mengharapkan kesembuhan Yu Yan.
Diatas batu nisannya tertulis, "Aku pernah datang dan aku sangat patuh" (30 nov 1996- 22 agus 2005). Dan dibelakangnya terukir riwayat hidup Yu Yuan.
Sesuai pesan Yu Yuan, sisa dana sebesar 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian. Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut. "Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti sedang melihat kami diatas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan kami juga akan kami ukir dengan kata-kata "Aku pernah datang dan aku sangat patuh".
Selasa, 21 Juni 2011
Zhang Da, Sebuah Kisah Teladan dari Negeri China
Pada waktu tahun 2001, Zhang Da ditinggal pergi oleh mamanya yang sudah tidak tahan hidup menderita karena miskin dan karena suami yang sakit keras. Dan sejak hari itu Zhang Da hidup dengan seorang papa yang tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan. Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahun untuk mengambil tanggung jawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia harus mencari makan untuk papanya dan juga dirinya sendiri. Ia juga harus memikirkan obat-obat yang yang pasti tidak murah untuk dia. Dalam kondisi yang seperti inilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai. Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan pahit ini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus menerima kenyataan hidup yang pahit di dunia ini. Tetapi yang membuat Zhang Da berbeda adalah bahwa ia tidak menyerah. Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan, melainkan memikul tanggung jawab untuk meneruskan kehidupannya dan papanya. Demikian ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah yang ingin tahu apa yang dikerjakannya.
Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumah sampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah itulah, ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui. Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Dari mencoba-coba makan itu semua, ia tahu mana yang masih bisa ditolerir oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan. Setelah jam pulang sekolah, di siang hari dan juga sore hari, ia bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya. Hidup seperti ini ia jalani selama lima tahun tetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat.
Zhang Da Merawat Papanya yang Sakit
Sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggung jawab untuk merawat papanya. Ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan papanya. Ia membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya. Semua ia kerjakan dengan rasa tanggung jawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjadi tanggung jawabnya sehari-hari.
Zhang Da Menyuntik Sendiri Papanya
Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua ini. Sejak umur 10 tahun ia mulai belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang ia beli. Yang membuatnya luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang suster memberikan injeksi/suntikan kepada pasiennya. Setelah ia rasa ia mampu, ia nekad untuk menyuntik papanya sendiri. Saya sungguh kagum, kalau anak kecil main dokter-dokteran dan suntikan itu sudah biasa. Tapi jika anak 10 tahun memberikan suntikan seperti layaknya suster atau dokter yang sudah biasa memberi injeksi saya baru tahu hanya Zhang Da. Orang bisa bilang apa yang dilakukannya adalah perbuatan nekad, saya pun berpendapat demikian. Namun jika kita bisa memahami kondisinya maka saya ingin katakan bahwa Zhang Da adalah anak cerdas yang kreatif dan mau belajar untuk mengatasi kesulitan yang sedang ada dalam hidup dan kehidupannya. Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudah dilakukannya selama lebih kurang lima tahun, maka Zhang Da sudah trampil dan ahli menyuntik.
Aku Mau Mama Kembali
Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju kepada Zhang Da, pembawa acara (MC) bertanya kepadanya,
"Zhang Da, sebut saja kamu mau apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu? Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah? Besar nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir. Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!"
Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, "Sebut saja, mereka bisa membantumu." Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar iapun menjawab, "Aku mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri, Mama kembalilah!" demikian Zhang dan bicara dengan suara yang keras dan penuh harap.
Saya bisa lihat banyak pemirsa menitikkan air mata karena terharu. Saya pun tidak menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak minta deposito yang cukup untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya? Mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit? Mengapa ia tidak minta sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar ketika ia membutuhkan, melihat katabelece yang dipegangnya, pasti semua akan membantunya. Sungguh saya tidak mengerti, tapi yang saya tahu apayang dimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku mau Mama kembali, sebuah ungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak saat melihat mamanya pergi meninggalkan dia dan papanya.
Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumah sampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah itulah, ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui. Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Dari mencoba-coba makan itu semua, ia tahu mana yang masih bisa ditolerir oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan. Setelah jam pulang sekolah, di siang hari dan juga sore hari, ia bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya. Hidup seperti ini ia jalani selama lima tahun tetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat.
Zhang Da Merawat Papanya yang Sakit
Sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggung jawab untuk merawat papanya. Ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan papanya. Ia membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya. Semua ia kerjakan dengan rasa tanggung jawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjadi tanggung jawabnya sehari-hari.
Zhang Da Menyuntik Sendiri Papanya
Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua ini. Sejak umur 10 tahun ia mulai belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang ia beli. Yang membuatnya luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang suster memberikan injeksi/suntikan kepada pasiennya. Setelah ia rasa ia mampu, ia nekad untuk menyuntik papanya sendiri. Saya sungguh kagum, kalau anak kecil main dokter-dokteran dan suntikan itu sudah biasa. Tapi jika anak 10 tahun memberikan suntikan seperti layaknya suster atau dokter yang sudah biasa memberi injeksi saya baru tahu hanya Zhang Da. Orang bisa bilang apa yang dilakukannya adalah perbuatan nekad, saya pun berpendapat demikian. Namun jika kita bisa memahami kondisinya maka saya ingin katakan bahwa Zhang Da adalah anak cerdas yang kreatif dan mau belajar untuk mengatasi kesulitan yang sedang ada dalam hidup dan kehidupannya. Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudah dilakukannya selama lebih kurang lima tahun, maka Zhang Da sudah trampil dan ahli menyuntik.
Aku Mau Mama Kembali
Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju kepada Zhang Da, pembawa acara (MC) bertanya kepadanya,
"Zhang Da, sebut saja kamu mau apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu? Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah? Besar nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir. Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!"
Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, "Sebut saja, mereka bisa membantumu." Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar iapun menjawab, "Aku mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri, Mama kembalilah!" demikian Zhang dan bicara dengan suara yang keras dan penuh harap.
Saya bisa lihat banyak pemirsa menitikkan air mata karena terharu. Saya pun tidak menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak minta deposito yang cukup untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya? Mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit? Mengapa ia tidak minta sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar ketika ia membutuhkan, melihat katabelece yang dipegangnya, pasti semua akan membantunya. Sungguh saya tidak mengerti, tapi yang saya tahu apayang dimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku mau Mama kembali, sebuah ungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak saat melihat mamanya pergi meninggalkan dia dan papanya.
Aku Menangis Untuk Adikku 6 Kali
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan,
"Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!" Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.
Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"
Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi,
"Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung.
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung.
Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi." Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku.
Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun Aku berusia 11. Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten.
Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut,
Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun Aku berusia 11. Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten.
Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut,
"Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..." Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas,
"Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku."
Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!" dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang.
Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!" dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang.
Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata,
"Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku:
"Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku:
"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata ber- cucuran sampai suaraku hilang.
Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas) . Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan,
Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas) . Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan,
"Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!"Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"
Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku.
Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu."
Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu."
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis.
Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23. Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku.
Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23. Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku.
"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!" Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini.Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya.
"Tidak, tidak sakit.Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.
Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit.
Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. "Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"
"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku.
Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?" Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. "Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu.Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata- kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
(www.invisibleman0595.co.cc)
Langganan:
Postingan (Atom)