Kamis, 30 Juni 2016

LARANGAN SUAP MENYUAP

اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَرْسَلَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ.
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا محمد وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، واتَّقُوا اللهََ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
Jamaah Shalat Jumat rahimakumullah
Korupsi dalam bentuk menerima hadiah bagi para pejabat telah lama terjadi sejak masa Nabi. Perbuatan ini dilarang keras oleh Rasulullah saw, bahkan dianggap sebagai penyimpangan kedudukan yang sangat bertolak-belakang dengan nilai-nilai agama Islam. Di hari kiamat nanti, orang-orang yang melakukan tindakan ini akan memikul hadiah tersebut di atas pundaknya. Nabi saw sendiri mengetahui hal itu ketika ada seorang pejabat yang ditugasi untuk mengumpulkan harta zakat, menerima beberapa pemberian dari masyarakat saat bertugas.
Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Humaid al-Sa’idi, salah seorang sahabat Nabi, menuturkan, “Rasulullah saw menugaskan pada seorang pria dari Bani Asad bernama Abdullah al-Latbiah ke suatu tempat untuk mengumpulkan harta zakat. Sepulangnya dari tugas, ia menghadap Nabi saw dan berkata, “Harta yang ini adalah hadiah untuk engkau, sedangkan harta yang itu mereka hadiahkan untuk saya.”
Mendengar laporan tersebut, Rasulullah saw bangkit menuju mimbar untuk memberikan pengarahan.
مَا بَالُ عَامِلٍ أَبْعَثُهُ فَيَقُولُ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي أَفَلَا قَعَدَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ أَوْ فِي بَيْتِ أُمِّهِ حَتَّى يَنْظُرَ أَيُهْدَى إِلَيْهِ أَمْ لَا وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَنَالُ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنْهَا شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى عُنُقِهِ بَعِيرٌ لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةٌ لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةٌ تَيْعِرُ ... الحديث (رواه مسلم)
"Apa yang terjadi pada seorang petugas yang telah kusuruh ini, dengan enak ia mengatakan harta ini adalah untuk engkau dan harta yang lainnya adalah hadiah untuk saya. Tidakkah jika ia duduk santai di rumah orang ayahnya atau rumah ibunya,, apakah hadiah itu akan tetap datang padanya atau tidak? Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, salah seorang kalian tidak memperoleh sedikit pun dari hadiah (ketika menjadi pejabat) kecuali di hari kiamat nanti ia datang dengan memikulnya, di pundaknya terdapat unta atau sapi betina atau kambing yang mengeluarkan suara khasnya masing-masing...” (HR. Muslim, No. 3413)

Hadirin sidang shalat Jumat yang berbahagia
Pada umumnya, penyakit kronis di atas hanya menimpa pada orang-orang yang tidak menghayati ajaran agamanya. Mereka shalat, zakat, puasa, dan berangkat haji, tetapi hati mereka tetap jauh dari mengingat Allah sehingga melupakan tujuan hidup yang sebenarnya. Dengan demikian, mereka terlena dengan gelimang harta dunia demi mengejar kebahagiaan duniawi dengan mengumpulkan kekayaan di dunia yang fana ini.
Konotasi Hadiah
Hadirin rahimakumullah
Secara etimologi, kata hadiah berasal dari bahasa Arab; hada-yahdi-hadiyyah, yang berarti kumpulan atau himpunan (Al-Jauhari dalam Kamusnya al-Shihah). Sedangkan hadiah secara terminologi adalah sejumlah harta yang diberikan seseorang pada orang lain tanpa ada syarat (perjanjian) di dalamnya. Hadiah juga bisa diartikan sebagai pemberian sejumlah harta tanpa dimulai dengan adanya permintaan, atau tanpa adanya perjanjian untuk memberikan pertolongan.
Memberikan hadiah adalah suatu perbuatan yang dianjurkan oleh Islam. Abu Ya’la meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda, “Saling memberi hadiahlah, maka kalian akan saling mencintai!”. Ibnu Asakir juga menuturkan sebuah hadits dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda, “Saling memberi hadiahlah, maka kalian akan saling mencintai! Saling berjabat tanganlah, maka rasa benci di antara kalian akan hilang!”. (al-Zarqani:1411 H:IV/333). Selain itu, Imam al-Tirmidzi juga meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda, “Saling memberi hadiahlah, karena hadiah itu dapat menghilangkan rasa benci di dalam hati!” (HR. al-Tirmidzi/No.2130)
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa memberi hadiah dianjurkan di dalam Islam. Kendati demikian, para ulama sepakat bahwa perintah tersebut tidak sampai pada hukum wajib, melainkan hanya sunah saja. Dalam kategori ini, menerima hadiah juga dihukumi sunah, sebab di dalamnya terkandung nilai kasih sayang antar sesama manusia (khususnya antara pemberi dan penerima). Hukum ini berlaku bagi kaum muslimin yang tidak memegang posisi jabatan dalam birokrasi atau instansi.
Para pejabat seperti hakim, jaksa, polisi, menteri, atau badan pekerja lainnya, mereka tidak diperkenankan menerima hadiah yang diberikan untuknya, lebih-lebih bagi mereka yang tidak pernah menerima hadiah sebelumnya. Perbedaan hukum ini disebabkan perbedaan posisi mereka bagi orang-orang yang memberi hadiah. Tatkala seseorang memberi hadiah bagi seorang pejabat, maka sesungguhnya terkarang ia menuntut agar si pejabat itu meluluskan keinginannya. Jika hadiah dengan ‘embel-embel’ tersebut diterima si pejabat itu, maka status hadiah itu berubah menjadi salah satu bagian dari kasus penyelewengan kekuasaan atau tindak korupsi.
Hadiah yang Terlarang
Jamaah shalat Jumat yang berbahagia
Sebuah hadits dari Buraidah bahwa Nabi saw bersabda,
مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
"Barang siapa yang diangkat oleh kami sebagai pejabat dengan upah kerja (gaji) yang telah ditentukan, maka harta yang diambilnya selain itu adalah harta korupsi.” (HR. Abu Dawud/No.2554).
Perbedaan antara hadiah dan suap bagi seorang pejabat sangat tipis. Karenanya, lebih hati-hati jika hadiah tersebut dijauhi. Memang, Nabi saw pernah menerima hadiah ketika beliau menjadi kepala pemerintahan, tetapi hal itu tidak bisa digeneralisir, sebab beliau di samping menjadi kepala pemerintahan juga sebagai pemimpin agama (Nabi) yang takut sekali dalam menyelewengkan wewenangnya. Selain itu, hal tersebut juga merupakan salah satu kekhususan bagi beliau yang tidak layak bagi umatnya.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz dikenal gigih menolak hadiah yang dikirimkan kepadanya. Suatu ketika ada seorang pria memberitahukan kepadanya bahwa Rasulullah saw dulu pernah menerima hadiah, padahal beliau sedang menjabat kepala pemerintahan. Mendengar hal itu, Khalifah Umar dengan tegas menjawab, “Harta tersebut bagi Nabi saw adalah hadiah, sedangkan bagi kita (umatnya) adalah suap. Orang memberikan hadiah kepada beliau karena melihat posisinya sebagai seorang Nabi bukan seorang kepala pemerintahan, sedangkan kita, orang memberikan hadiah karena melihat posisi kita sebagai seorang birokrat.” (Muhammad Ibrahim:1986:186)
Seorang hakim yang diberi ‘bingkisan’, tentu di dalamnya terselip sebuah ‘tujuan’. Pepatah mengatakan, “Ada udang di balik batu”. Jika memang hadiah tersebut tulus diberikan kepadanya, kenapa sebelum menjabat sebagai hakim, ia tidak menerimanya. Oleh karena itu, di balik pemberian tersebut, seorang pemberi bermaksud ingin menyuap si hakim agar mencabut putusan atas kesalahannya, atau mempercepat agar hak-haknya segera diluluskan. Semua itu hukumnya haram.

Kaum muslimin rahimakumullah
Imam al-Ghazali, seorang filusuf yang kemudian terjun ke dunia tasawuf, dalam magnum opusnya Ihyâ Ulûm al-Dîn berkata, “Untuk mengukur ketulusan si pemberi, seorang hakim atau seorang penguasa hendaknya duduk santai di rumah orang tuanya. Dia memberitahukan kepada si pemberi bahwa dirinya telah pensiun atau dipecat dari jabatannya. Jika ada pemberian hadiah yang diterimanya pada saat itu, maka ia berhak menerimanya lagi ketika ia menjabat kembali, tetapi jika hadiah itu tidak diterimanya selama masa ‘cuti’, maka ketika ia menjabat kembali, pemberian itu haram baginya. Dengan demikian, hadiah itu hendaknya ia jauhi sebab mengandung kesyubhatan.” (lihat juga al-Qardhawi dalam kitabnya al-Halâl wa al-Harâm)
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Hakim dari Sahabat Tsauban ra, secara jelas mengungkapkan bahwa suap menyuap adalah perbuatan yang terlarang dalam Islam:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ (رواه الحاكم)
"Rasulullah saw melaknat orang yang menyuap, orang yang menerima suap, dan orang yang menjadi pelantara keduanya.” (HR. al-Hakim/No.7068)
Tidak hanya hakim atau penguasa, rakyat jelata pun sebenarnya telah terjangkiti penyakit kronis bernama suap menyuap ini. Meskipun modusnya berbeda tetapi motivasinya sama, yaitu mengambil sejumlah harta yang bukan haknya atau menjadi makelar agar urusan si pemberi segera kelar.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Ibnul Atsir dalam kitabnya al-Nihayah menyebutkan bahwa ada sedikit pengecualian yang menjadikan suap menyuap menjadi boleh. Yaitu ketika pemberian harta itu ditujukan untuk mempermudah perkara yang benar dan adil, atau untuk mencegah kemungkaran dan kedzaliman. Sebab konotasi suap menyuap yang diharamkan adalah pemberian dengan tujuan menjadikan perkara yang benar menjadi salah, sedangkan yang salah menjadi benar. Kebolehan ini tidak berlaku bagi hakim, jaksa, dan penguasa. Karena mengayomi masyarakat dari kedzaliman dan memperlakukan semuanya dengan penuh keadilan adalah tugas mereka yang harus dilaksanakan, tidak perlu menunggu hadiah atau pemberian. (al-Mubarakafuri:tth:IV/471).
Dampak Korupsi Pada Tatanan Masyarakat
Hadirin kaum muslimin yang berbahagia
Apabila ditelaah, mental dan budaya korupsi di kalangan para pejabat dan masyarakat umum akan berdampak pada rusaknya tatanan moral dan lambatnya target kesejahteraan yang merata di setiap lapisan masyarakat. Keadilan nantinya hanya sebuah isapan jempol semata, tidak ada implementasinya sedikit pun. Sebaliknya, kedzaliman semakin merebak dan kemungkaran merajalela. Orang yang sudah terbukti salah dengan mudah dibebaskan, adapun orang yang benar, dengan berbagai cara akhirnya dijebloskan ke penjara.
Di samping itu, budaya korupsi ini akan membuat hak warga ternoda, yang seharusnya ia diakhirkan, dengan ‘amplop’ bisa didahulukan, begitu pula yang seharusnya didahulukan, karena tidak ‘setor’ maka urusannya menjadi ngeloyor. Lebih-lebih jika budaya ini secara diam-diam dilegalkan, maka setiap pejabat akan berlomba-lomba bekerja jika di depannya terdapat ‘lahan yang basah’. Mereka tidak menyadari bahwa mereka diangkat sebagai abdi masyarakat yang harus menjalankan tugas mereka sebaik-baiknya demi mewujudkan tatanan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
قال الله تعالى في القرآن الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم: وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah, 2:188).
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَآئِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
- Teks Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحًمُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ اْلقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، وَقاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى ذلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَقَاضِيَ الْحَاجَاتِ.
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار.
ِعِبَادَ اللهِ! إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

1 komentar:

Silahkan komentar ya...

Translate to Arabic Translate to Bahasa Indonesia Translate to Bulgarian Translate to Simplified Chinese Translate to Croatian Translate to English Translate to Czech Translate to Danish TTranslate to Dutch Translate to Finnish Translate to French Translate to German Translate to Greek Translate to Hindi Translate to Italian Translate to Japanese Translate to Korean Translate to Norwegian Translate to Polish Translate to Portuguese Translate to Romanian Translate to Russian Translate to Spanish Translate to Swedish Translate to Slovak Translate to Serbian Translate to Thai Translate to Turkey Translate to Filipino Translate to Filipino