This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Bersama Dr. KH. Moh. Hamdan Rasyid, MA, Kepala Bidang Takmir Mesjid Raya Jakarta Islamic Centre Jakarta, "Dakwah itu kewajiban kita, lakukan yang terbaik untuk umat ! semoga Allah selalu merahmatimu...

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.


Sabtu, 30 April 2011

Muhammad Ali: Prestasi Saya Yang Paling Hebat Adalah Memeluk Islam

Siapa tak kenal Muhammad Ali? Dalam dunia tinju, ia adalah sosok besar yang dihormati dan disegani, baik oleh rekan ataupun lawannya. Ia tangguh, kokoh, dan teruji dengan memenangkan banyak prestasi semasa karirnya. Di dunia yang lain, ia terkenal, salah satunya karena memeluk Islam.


Ali sekarang berumur 68 tahun, tinggal di Barrien Spring, dua jam dari Chicago, sebuah desa kecil dengan hanya berpenduduk sekitar 2.000 orang. Dalam beberapa tahun terakhir ini, Ali berjuang melawan penyakit parkinson, yang mengakibatkannya berbicara begitu pelan sehingga tidak mungkin orang untuk mendengarnya. 




Berikut ini adalah wawancara dengannya, yang ikut dijawab oleh istrinya, Leony Ali: 

Anda selalu memiliki keyakinan pada diri sendiri. Bagaimana Anda menyeimbangkan keyakinan ini dalam diri Anda dengan kerendahan hati Anda sebagai seorang Muslim?
Allah Maha Besar. Saya hanyalah seorang petinju.

Anda adalah satu-satunya Muslim yang pernah menyalakan obor pada Olimpiade…
Tidak banyak yang bisa memiliki kesempatan itu. Selain itu, saya tahu bahwa hal itu akan membantu Islam untuk memiliki seorang Muslim mengambil peran penting seperti itu. Itu membuat saya bahagia.

Apakah Anda berpikir Islam membuat semuanya lebih mudah seperti untuk Mike Tyson dan Kareem Abdul-Jabbar?
Hanya Allah yang tahu.

Semua orang tahu Anda sebagai Muhammad Ali sekarang. Tapi ada saat ketika penulis dan presenter olahraga menolak untuk mengakui nama Muslim Anda. Bagaimana perasaan Anda tentang ini?
Itu tidak mengganggu saya. Ketika semua wartawan menolak untuk memanggil saya dengan panggilan Muhammad Ali, dan terus memanggil saya dengan nama Kristen, Cassius Clay, saya memukul mereka. Saya berteriak kepada mereka: Siapa nama saya?! Apa nama saya?! (Bercanda, red).
Saya memahami bahwa anak-anak menghadapi tekanan dengan nama-nama Muslim mereka. Mereka mencoba untuk mengubah nama mereka, untuk menyesuaikan diri. Kami punya putra berusia 5 tahun, Asad. Anak-anak ingin menjadi seperti kawan sebaya mereka, ini adalah sebuah isu yang muncul dalam ras, sikap mereka, dannilai-nilai mereka. Untungnya bagi Asad, dia selalu bisa menerima. Namanya adalah bagian dari dirinya. Itulah dia. Tetap kuat. Baca Quran. Berdoa. Memuji Allah. Hal-hal ini akan membantu Anda.

Bagaimana doa membantu Anda dalam semua tantangan yang Anda hadapi dalam hidup?
Berdoa membuat saya kuat.

Anda berada di bawah pengawasan oleh FBI, Anda dihukum karena menolak induksi dalam Perang Vietnam, gelar Anda dilucuti dari Anda, paspor disita dan Anda dilarang dari tinju selama tiga setengah tahun. Bagaimana Anda menghadapi pengalaman pahit itu?
Apa pun yang saya lakukan, saya lakukan untuk Allah. Apapun rintangan yang ada, akan dihilangkan oleh Allah.

Ketika melawan Ken Norton, rahang Anda rusak tetapi Anda masih berjuang selama 12 ronde. Ketika melawan Sony Liston, satu mata Anda buta dan hampir tidak bisa melihat selama ronde berlangsung, namun Anda masih menang. Apa yang membuat Anda tegar?
Salat.

Siapa yang ingin hadapi di ring tinju sekarang?
Joe Frazier.

Apa pendapat Anda tentang Tyson?
Tyson adalah Muslim.

Jika Anda masih aktif bertinju, apakah Anda bisa mengalahkannya?
Mudah.

Apakah olahraga ada dalam Islam?
Tidak, tidak ada yang menentangnya. Bahkan Nabi, semoga berkah Allah tercurah kepadanya, berpartisipasi dalam gulat dan olahraga lainnya. Jika tidak ada dalam Quran, maka tidak ada yang salah dengan itu. Apa yang dibolehkan, halal dan tidak boleh, haram hanya ditentukan oleh Allah dalam Islam.

Saya mendengar bahwa sebelum Anda masuk Islam, Anda tidak bisa membaca dengan baik?
Saya menderita disleksia. Saya tidak pernah fokus pada mekanisme membaca, tapi sekarang saya bisa menghabiskan berjam-jam sehari membaca. Ketika saya membaca Quran, saya akan menyalin bagian-bagian yang benar-benar menyentuh saya. Saya membaca buku-buku Islam, dan buku riset.

Bagaimana Anda menyikapi kesuksesan?
Bersukur atas anugerah Allah.

Bagaimana Anda menghadapi kekalahan di ring dan dalam hidup?
Saya bisa melakukan yang terbaik dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.


Apa hal yang paling sulit yang pernah Anda lakukan?
[Berpikir untuk waktu yang lama] menceraikan istri pertama saya. Itu adalah hal yang paling sulit. Itu karena dia tidak mau memeluk Islam.

Anda memenangkan kejuaraan dunia kelas berat 3 kali dan berhasil mempertahankannya 19 kali. Apa tujuan Anda sekarang?
Menyebarkan Islam. Itu saja.

Apa yang menjadi prestasi terbesar Anda?
Memeluk Islam.

Jika Anda bisa kembali pada masa lalu, apa yang akan Anda ubah?
Saya akan menjadi seorang Muslim pada usia sepuluh tahun.

Masjid manakah yang paling anda sukai? 
Semua masjid. Saya suka semua masjid karena setiap masjid merupakan wajah Mekkah. Kemanapun saya pergi, saya selalu bertanya di mana masjid terdekat agar saya bisa salat di sana.

Manakah doa yang Anda ingat sebagai yang terbaik / paling penting bagi Anda?
Doa sebelum melawan Joe Frazier.

Buku favorit?
Itu pertanyaan yang bodoh! Itu harus Quran.

Makanan Favorit?
Ayam dan nasi, atau jika saya di sebuah negara Islam, daging kambing dan nasi. Selain itu, es krim.

Bunga kesukaan Anda?
Mawar. Tapi saya menghargai segala sesuatu dari Allah.

Negara mana yang paling Anda sukai?
Kami berada di Jakarta, Indonesia dan itu sangat mengagumkan. Ada sekitar 70.000 orang, semua umat Islam yang keluar untuk menemui saya. Saya telah berkeliling ke mana-mana, tetapi saya sangat suka pergi ke negara-negara Muslim.

Ketika wawancara berakhir, Muhammad Ali memberi isyarat: “Saya ingin menunjukkan sesuatu kepada Anda.” Ujarnya. Dia mengepalkan tangannya, dan menggenggam sebuah saputangan ke telapak tangannya yang tertutup itu dan kemudian membuka kedua tangannya. Tangannya kosong dan saputangan telah lenyap. Ia menutup tinju kanannya lagi dan perlahan-lahan mengeluarkan saputangan. Dia melakukan trik itu beberapa kali.
Dia menjelaskan bagaimana hal itu dilakukan dengan jari palsu untuk menyembunyikan saputangan. “Saya menunjukkan kepada Anda bagaimana setan dapat menipu Anda.” pungkasnya. (sa/sv/eramuslim)

Ki Manteb Sudharsono : Sudah Mantap dalam Islam

Nama Ki Manteb agaknya identik dengan penampilannya yang mantap dalam memainkan wayang kulit. Ia termasuk dalang yang digandrungi dan laris. Jadwal pentasnya padat. Berikut ini kisah perjalanan spiritulanya dalam mencari kebahagiaan yang hakiki. Terus terang, saya mendapatkan dorongan untuk masuk Islam dari Gatot Tetuki, anak saya yang kedua dari istri kedua. Dahulu saya beragama Budha. Sebelumnya saya tidak mau masuk Islam, karena menurut saya agama itu berat. Saya tidak mau ikut-ikutan. Apakah untuk menjadi seorang muslim itu harus keturunan ? Menurut saya, menjadi muslim itu harus diusahakan.

Demikianlah, saya harus banyak menimbang. Barulah ketika usai menghitankan Gatot dan ia minta diberangkatkan umrah, hati saya mulai tersentuh. Itu saya anggap sebagai panggilan Allah. Saya seperti diingatkan dan dibangunkan dari tidur panjang. Langsung saja, ajakan Gatot saya terima. Sesudah itu, saya mempersiapkan diri untuk masuk Islam.

Pada hari yang telah ditetapkan, saya mengundang Kiai Ali Darokah (Ketua MUI Solo), H. Amir Ngruki, H. Alwi, dan kaum muslimin di sekitar tempat tinggal saya. Mereka saya minta menjadi saksi upacara pengislaman saya.

Kemudian sesuai ajakan Gatot, saya melaksanakan umrah pada September 1995. Alhamdulillah, pada bulan April/Mei 1996, saya berkesempatan menunaikan ibadah haji. Banyak manfaat yang saya peroleh dari pengalaman-pengalaman tersebut. Semua itu, menambahkan kedewasaan berpikir dan pengendalian diri.

Kejadian Aneh
Waktu beribadah haji, saya mengalami suatu kejadian sangat aneh. Sesampai di Mekah dan akan kembali ke Madinah, sesudah tawaf wada' saya ingin sekali mencium Hajar Aswad. Tetapi, mana mungkin? Padang Mina sudah menjadi lautan manusia yang tumplek menjadi satu.
Entah dari mana datangnya, tiba-tiba muncul seorang anak kecil berpakaian khas Arap ngawe-awe (mengajak sambil melambaikan tangan) kearah saya. Setelah saya hampiri, anak kecil itu mengucapkan, "Ahlan...ahlan..."(selamat datang, selamat datang, red.).

Seperti ada tarikan kuat, saya berjalan mengikutinya. Anak itu berjalan merunduk karena banyak orang. Oleh anak kecil itu, saya seperti ditunjukkan jalan. Belok kanan-kiri dan akhirnya pas tiba di Hajar Aswad. Alhamdulillah, saya dapat mencium Hajar Aswad sepuasnya. Saya menangis disitu. Saya bersyukur sekali atas pertolongan anak kecil itu.

Beberapa saat kemudian saya teringat pada anak itu. Saya ingat masih mengantongi uang 50 real. Saya berniat memeberikan uang tersebut kepada anak kecil tadi. Tetapi begitu saya tengok, anak kecil tadi sudah tidak ada. Kalau lari tidak mungkin. Sampai kini, siapa dan ke mana perginya anak kecil tadi masih menjadi misteri.

Setelah memeluk Islam dan beribadah haji, hubungan dengan siapa pun tetap baik. Demikian pula dengan para pengrawit (penabuh gamelan, red) rombongan wayang kulit. Sebagian besar pengrawit sudah beragama Islam. Tinggal 3 orang yang belum Islam. Dalah hal ini, saya mempersilahkan saja sesuai dengna keyakinan mereka. Sebab, dalam memeluk Islam tidak boleh ada paksaan.
Merasa Tenteram
Sebelum memeluk Islam, jika tidak mendalang seminggu saja, saya selalu merasa waswas. "Aku nek ra payu, piye?" Saya kalau sudah tidak laku lagi, bagaimana? Begitu perasaan saya ketika itu.

Alhamdulillah, sekarang perasaan itu sudah tidak ada lagi. Saya berusaha taat shalat. Hasilnya, saya menjadi lebih dapat mengendalikan diri. Saya menjadi selalu berpikir positif ke pada Allah. Kalau memang sudah tidak ada rezeki lagi buat saya, tentu Allah sudah memanggil saya. Mengapa harus bingung? Intinya, pikiran sudah sumeleh. Alhamdulillah, keluarga saya sudah Islam semua.

Setelah masuk Islam, saya merasakan hasilnya. Keluarga semakin harmonis dan tenteram. Tidak suka bertengkar. Tidak ada suasana saling mencurigai. Itu yang saya rasakan dalam memeluk agama yang baru saya anut itu.

Beberapa kali saya diminta mengisi pengajian oleh masyarakat. Semampunya saya penuhi. Bukan bermaksud menggurui, tetapi itu kewajiban seorang muslim. Dalam pengajian, saya hanya menceritakan sejarah hidup saya yang dulu tidak karu-karuan, mbejujak.

Alhamdulillah, ada beberapa orang yang akhirnya mengikuti jejak saya, yaitu masuk Islam. Ketika berlangsung pengajian, ada jamaan yang bertanya, apa kalau ceramah saya mendapatkan uang saku? Dengan jujur saya jawab tidak. Sebab, kalau mau cari-cari uang, itu sudah saya dapatkan dari mendalang.

Setelah menjadi muslim, saya harus lebih banyak belajar dalam mendalami Islam. Dalam hal ini, dirumah saya di Karang anyar, setiap bulan sekali saya selalu mendatangkan mubalig, seperti Kiai Ali Darokah, H.Amir, H. Alwi dan yang lainnya, untuk memberikan pengajian kepada masyarakat. Setelah itu, saya teruskan dengan pentas wayang yang selalu saya sisipi dengan pesan-pesan dakwah. Saya memang terobsesi oleh metode dakwah Wali Songo yang menjadikan wayang kulit sebagai media dakwah. [M. Ali M.E/Albaz]

sumber :www.mualaf.com

Sudomo : Saya Murtad Selama 36 Tahun

Laksamana TNI (Purn) Sudomo Merasa Terlahir Kembali
Lebih tenang dan khusyuk. Itulah yang dirasakan Laksamana TNI (Purn) Sudomo di hari tuanya. Di usianya yang sudah senja, mantan Pangkopkamtib di era Soeharto justru menemukan hidupnya.

''Kalau orang lain berkata hidup dimulai umur 40 tahun, saya justru mulai umur 75 tahun,'' kata Sudomo saat ditemui di kediamannya yang sejuk di Pondok Indah, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Bukan tanpa alasan bila penggemar olahraga golf ini berkata demikian. Dia mengaku hampir sebagian besar usianya dilalui dengan gundah dan gelisah. Salah satu penyebabnya karena sosok yang menghabiskan sebagian besar umurnya - 53 tahun di pemerintahan dengan berbagai jabatan -sebagai umaro ini pernah murtad. Itu semua menjadi penyebab jauhnya ketenangan dari hidupnya.

''Terus terang saja dan bukan rahasia umum, saya dulu kan murtad,'' kata Sudomo sambil tertawa. ''Dan celakanya semua itu saya lakukan tanpa pikir panjang dan memberi tahu orang tua,'' lanjutnya. Wajahnya berubah serius.

Seiring waktu, Sudomo pun merindukan ketenangan hati dan kembali pada keyakinannya semula. ''Kasih sayang Allah pada hamba-Nya lebih luas daripada murka-Nya.'' Sudomo merasakan betul makna ayat itu. Waktu membawanya ke kota kelahirannya, Malang. Saat itu, bertepatan 22 Agustus 1997, ia melihat Masjid Al Huda di kompleks Kostrad Malang. Hatinya tersentuh. Diapun memutuskan untuk kembali.

''Itu peristiwa luar biasa. Nama masjid itu sendiri berarti petunjuk. Dan di situ saya mendapat petunjuk. Mungkin ini hikmah dari doa orang tua saya yang selalu berdoa agar saya kembali,'' kenang Sudomo yang tampak lebih gemuk. Ia baru saja keliling Eropa sebulan penuh.

Peristiwa itu laiknya sebuah kelahiran bagi dirinya dan anugerah yang luar biasa dari Yang di Atas. ''Saya sangat senang diberi kesempatan bertobat. Bayangkan kalau saya meninggal sebelum bertobat bisa-bisa masuk neraka saya,'' ujarnya.

Sebagai rasa syukur, tahun itu juga Sudomo menunaikan umrah pertamanya. Ibadah haji dia lakukan tahun berikutnya. Sampai sekarang sudah lima kali ia berumrah. Tahun ini Sudomo kembali menjadi tamu Allah bersama jutaan umat yang lain.

Ia mengaku punya pengalaman aneh saat menjadi tamu Allah. Peristiwa tersebut dialami saat menunaikan ibadah haji 1998 dan 2002. Ketika tawaf Sudomo ingin berada sedekat mungkin dekat Ka'bah. Ia pun berdoa dan membaca Asmaul Husna. Tiba-tiba ia merasa Ka'bah sangat dekat dengan dirinya.

''Barisan orang yang sedang tawaf seperti terbuka begitu saja sampai-sampai ustadz saya mengikuti dari belakang mendekati Ka'bah. Alhamdulillah,'' kata Sudomo mengenang kejadian enam tahun silam. ''Doa di sana memang sangat mustajab,'' lanjut Sudomo.

Setelah semua yang dilalui, Sudomo yang tetap rutin menyelam tiga bulan sekali, mengaku lebih tenang dan bahagia. Shalat lima waktu pun selalu tepat waktu dijalankan. Ia melakukan shalat Shubuh di Masjid Al Ihsan Kebayoran Baru tiap hari. Di situ ia berjumpa guru spiritualnya Mawardi Labai.

Tentang hobi menyelamnya itu Sudomo mengaku membawanya semakin dekat dengan Allah. ''Saat kita di bawah, bersama dengan ikan warna-warni dan gugusan karang serta sinar matahari yang menembus ke bawah, Allah terasa semakin dekat,'' katanya puitis.

Kini sebagian besar waktunya praktis digunakan untuk mempelajari dan mendalami agama, beribadah, beramal, serta sesekali berdakwah untuk kalangan terbatas. Sebuah yayasan, Husnul Khotimah ia bangun pada 1998 untuk mewadahi semua kegiatan. Sebuah desa kecil di Bogor, Cijayanti, menjadi ladang persemaian pertobatannya.

Dengan selera humor yang tak pernah kering, Sudomo mengatakan bahwa apa yang ia lakukan kini tak lebih dari sebuah penanaman modal akhirat atau PMA. Semua kegiatan itu, menurutnya memberikan kebahagiaan yang tidak dapat diukur dengan materi yang belum pernah didapat sebelumnya.

Terakhir, yang ingin dilakukan adalah menjadi ustadz. Saat ini apa yang dilakukan baru membawa dirinya seorang 'ulama' kependekan dari usia lanjut makin agresif. Dia mengatakan harus agresif dalam amal dan ibadah. lan ()

Sudomo: "Saya Murtad Selama 36 Tahun"


Rambutnya memutih semua. Kepala bulat dengan logat bicara yang kental Jawa, Laksamana Purnawirawan Sudomo bercerita tentang kehidupan spiritualnya.

Sudomo memang menarik. Terlahir sebagai muslim dari pasangan Martomiharjo dan Soleha, 20 September 1926, mantan Menteri Tenaga Kerja ini beberapa kali pindah agama untuk alasan menikah. Sosok yang seringkali ditafsirkan sebagai tokoh menyeramkan ini tiga kali menikah. Semua berakhir dengan perceraian.

Saat ditemui Hot Shots, bekas Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban ini terlihat tenang. Berpeci hitam dengan senyum menghias di bibirnya. Dia mengaku bersyukur masih diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk bisa kembali memeluk Islam pada 22 Agustus 1997. "Ada kebahagiaan tersendiri karena menekuni iman," kata kelahiran Malang, Jawa Timur ini.

"Saya murtad selama 36 tahun," kata Sudomo lagi. Dari tiga perkawinannnya, yang bisa dibilang ramai dibicarakan orang adalah pernikahan keduanya, yaitu dengan Sisca pada 20 September 1990 di Gereja Paulus di Jalan Taman Sunda Kelapa, Jakarta Pusat. Sudomo masuk Kristen untuk bisa menikahi wanita itu. Bahkan, tentang ini, ada akronim yang ditujukan kepadanya: SDSB yaitu Sisca Datang Sudomo Bertekuk lutut. (Sd-301103/SCTV)

sumber : SCTV

BIOGRAPHY
Nama : SUDOMO

Lahir : Malang, 20 Sept 1926
Agama : Islam

Pendidikan :
- HIS (1939)
- MULO (tidak tamat, 1941)
- SMP, Malang (1944)
- Sekolah Tinggi Pelayaran (1944)
- Pendidikan Perwira Operasi Khusus, Sarangan, Jawa Timur (1948)
- Artillerie School, Den Helder, Negeri Belanda (1953)
- Kursus Komandan Destroyer, Polandia (1958)
- Lemhanas (1965)
- Sekolah Para Komando (KKO), Surabaya (1966)
- Seskoal, Jakarta (1968)

Karir :
- Guru Sekolah Pelayaran, Pasuruan (1944-1945)
- Perwira Logistik Yon III Pangkalan IX ALRI (1945-1949)
- Komandan Pusat Pendidikan AL, Aceh
- Perwira I Korvet KRI Benteng (1949-1951)
- Komandan KRI Flores
- Perwira I KRI Gajah Mada (1951-1956)
- Kepala Staf Operasi IV MBAL (1960-1961)
- Komandan Satgas Khusus MTB dan Panglima AL Mandala (1961- 1964)
- Pembantu Menteri Perhubungan Laut Urusan Operasi Irjen AL dan -Panglima Kawasan Maritim Tengah (1964-1969)
- KSAL (1969-1973)
- Anggota MPR (1971-1974)
- Wapangkopkamtib (1973-1974)
- Kaskopkamtib (1974-1981)
- Wapangab/Pangkopkamtib (1982-1983)
- Menteri Tenaga Kerja (1983-1988)

Kegiatan Lain :
- Presiden The Jakarta Golf Club

sumber :www.swaramuslim.net

Muhammad Ramadhan (Stendly Delon), Masuk Islam Karena Tertarik Adzan

Pemain Film & Sinetron TerkenalDi usianya yang ke-49, Stendly Delon, akhirnya menemukan jalan kebenaran. Pria kelahiran Makassar ini mengucapkan dua kalimat syahadat pada 1 Oktober 2006. Bukan hanya itu, Stendly juga mengubah namanya menjadi Muhammad Ramadan. Berikut penuturannya?

SAYA lahir di Makassar sekitar 49 tahun silam. Lingkungan saya adalah muslim yang taat, saya tumbuh di Makassar sejak kecil. Teman-teman saya adalah muslim semua, ketika saya bermain dengan mereka, saya sering tertegun melihat mereka salat. Waktu itu, usia saya masih sekolah dasar kelas lima. Sejak saat itu, di hati saya sebenarnya saya punya keinginan untuk menjadi muslim, tapi keinginan itu belum terlaksana.

Kerinduan saya terhadap Islam sudah lama. Dalam hati saya bertanya-tanya, kapan saya menjadi mualaf? Sampai akhirnya saya lulus SMA.

Bukan hanya itu, saya dibesarkan di sekolah Islam, saya masuk SMP negeri Makassar dan SMA Makassar. Murid dan gurunya juga banyak yang muslim. Setelah lulus dari SMA, saya putuskan untuk merantau ke Jakarta karena cita-cita saya waktu itu adalah ingin menjadi bintang film (aktor) terkenal.

Bayangan saya waktu di Makassar, orang jadi bintang film itu kaya raya dan terkenal. Untuk itu saya ingin melakukan itu. Tahun 1970-an baru saya hijrah ke Jakarta sendiri. Setelah saya tiba di Jakarta saya bertemu dengan Pak Firman Bintang. Waktu itu beliau aktif jadi wartawan.

JADI BINTANG FILM
Sementara saya menekuni cita-cita menjadi aktor, mulai pertama kali jadi figuran, model sinetron, hingga akhirnya saya dipercaya menjadi bintang film ternama. Saya berteman dengan Pak Firman Bintang, yang sekarang dia sebagai direktur Bintang inova Picture, kurang lebih 15 tahun silam. Setiap saya bertemu dengan dia, saya selalu tanya soal Islam. Saya juga utarakan niat awal saya untuk menjadi mualaf. Tapi, beliau menyarankan agar saya belajar lebih dulu soal Islam.

Selain bertanya kepada Pak Firman Bintang, saya terlebih dahulu mempelajari ajaran Islam melalui buku dan bertanya kepada temen-teman saya di lokasi syuting. Bahkan, Pak Firman sering menjadi guru saya soal Islam. Setiap kali saya bertemu Pak Firman, saya utarakan terus menerus untuk menjadi mualaf.

Tapi, Pak Firman menjawabnya dengan bijaksana. Dia bilang, ?Jangan karena dekat dengan orang muslim, lantas ikut-ikutan muslim. Kamu harus yakini Islam, sebagai jalan yang benar dan terakhir,? demikian katanya.

Hingga akhirnya hidayah Allah itu datang pada 1 Oktober 2006. Pak Firman mengadakan acara syukuran dan buka puasa bersama anak-anak yatim dan kru film Bintang Inova Citra Picture. Karena kebetulan saya bermain sinetron di bawah asuhan Pak Firman, saya langsung menemui beliau. Saya utarakan kembali niat saya untuk menjadi mualaf dan ternyata Pak Firman merespon niat saya.

MENJADI MUALAF
Dari situlah proses mualaf saya terjadi. Sekitar pukul 06.00 Wib, di bawah Asuhan Dr Husen Shihab, saya baca dua kalimat syahadat disaksikan oleh keluarga besar bintang dan jamaah. Begitu saya menjadi muslim, saya lalu melakukan hal-hal yang diwajibkan oleh Islam, semisal khitan, dan lain sebagainya.

Saya menjadi muslim ketika usia 49 tahun. Ini sungguh luar biasa karena meski sejak sekolah dasar mengenal Islam, tapi baru sekarang merasakan hidayah dan kesempatan menjadi muslim. Bisa dibayangkan berapa tahun sisa hidup saya diperuntukkan untuk Islam.

Namun alhamdulillah, ternyata Allah meridai langkah saya. Saya bangga telah menjadi muslim.

Meski agak terlambat karena usia, saya tetap semangat seperti anak muda. Saya seperti anak yang baru lahir kembali, apalagi hari ini bulan Ramadan, saya juga ikutan puasa.

Sekarang saya bersemangat sekali belajar salat dan baca buku, bahkan saya membandingkan alkitab dengan Alquran. Menurut saya, islam sangat baik dan agama yang lurus. Karena Islam mempunyai aturan yang jelas terhadap umatnya. Meski saya dulu beragama Kristen, tapi saya jarang sekali ke gereja. Alasannya, gereja di lingkungan rumah saya tidak ada, tempatnya sangat jauh sehingga membuat saya malas untuk pergi.

Sementara di lingkungan tetangga kanan kiri adalah muslim, saya dan keluarga satu-satunya yang non-Muslim. Itulah sebabnya mengapa saya dari dulu tertarik Islam, karena sejak saya bangun tidur, saya selalu mendengar azan sampai waktu malam.

TERTARIK AZAN
Kali pertama saya tertarik Islam karena suara azan. Di usia yang masih kecil, saya sudah senang dengan suara azan. Bahkan saya sampai hapal azan, kebetulan letak rumah saya dekat masjid. Ketika mendengar suara azan rasanya hati ini damai sekali, saya nggak tahu kenapa ketika mendengar azan, saya teringat dan seperti terpanggil itu. Rasanya damai sekali mendengar kalimat Allah.

Jadi, suara azan dengan saya sudah akrab, seperti layaknya diri, sendiri. Waktu saya mengucapkan kalimat syahadat, temyata banyak teman-temah banyak yang mendukung, baik dari kalangan film maupun dari artis, mereka memberi ucapan selamat kepada saya. Bahkan keluarga besar saya juga seperti itu.

Kebetulan orang tua saya moderat, mereka mengajarkan agama dengan baik, mereka bilang tujuan semua agama baik dan agama tidak pernah mengajarkan kejelekan seperti mencuri dan membunuh. Mereka semua percaya, keyakinan adalah datangnya dari dalam hati, makanya ketika saya jadi mualaf, dia hanya menyarankan agar melaksanakan ajaran agama dengan sungguh-sungguh.

?Kalau kamu sudah pilih Islam, maka jalanilah dengan baik dan sungguh-sungguh,? katanya. Termasuk kakak saya yang muslim, dia mengucapkan seperti itu, karena dalam keluarga saya semua demokrasi.

DIPROTES SAHABAT
Namun, jauh dari dugaan saya penolakan kali pertama datang dari sahabat dekat saya yang non-Muslim. Ketika mendengar saya masuk Islam, mereka langsung telepon saya, mereka bilang, ?Apa kamu nggak salah pilih pindah ke Islam? Kamu sudah gila!? Padahal saya sadar dan tidak gila. Mereka bilanglah macam-macam yang intinya mereka kurang setuju dengan tindakan saya ini.

Tapi saya sadar, saya orangnya suka mengalah, saya menghindar ketika ditanya macam-macam soal islam. Karena saya takut terjadi konflik fisik, dan itu rasanya akan menyulitkan saya. Apalagi ini bulan puasa, saya tidak ingin terjadi konflik.

Sekarang saya sudah punya jawaban, saya bilang sama mereka, keluarga saya tidak ada yang menentang apalagi sahabat saya. Ya, itulah perjalanan hidup saya soal Islam. Saya bangga dengan keadaan sekarang ini.

Sumber : Nurani 305 (Minggu ke 2 November 2006)

Paquita Widjaja : Mimpi Itu Menundukkan Rasioku

Sebuah studio di pojok sebuah rumah nan luas. Dengan rindang pepohonan, kolam renang pribadi, interior dan eksteriornya yang artistik, maka lengkaplah kesan elite hunian di Jalan T.B. Simatupang, Jakarta Selatan, itu. Di situlah Paquita Widjaja tinggal. Seorang rasionalis yang menemukan hidayah Islam lewat kombinasi keingintahuan yang kental, pendalaman rasional, dan peristiwa-peristiwa gaib yang ?dikirimkan? padanya. Di suatu sore yang cerah, ia menuturkan pengalaman religiusnya.

Suatu ketika datang kesempatan untuk berumrah, atas ajakan ibu pacarku. Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Di Mekah, saat tiba waktu salat, aku menuju Masjidil Haram. Kutenteng tas kecil. Ada uang seratus dolar di dalamnya. Dalam perjalanan aku bertemu seorang anak peminta-minta. Kulitnya hitam. Tangannya diulurkannya kepadaku. Aku sudah mau memberinya uang tapi, ?Awas, jangan sembarangan memberi uang kepada orang yang belum dikenal,? tiba-tiba tebersit dalam hatiku. Rasioku bilang, kalau aku memberi anak itu, akan berdatangan anak-anak lainnya.

Bisa-bisa mereka mengeroyok aku. Akhirnya aku berlalu, tak jadi bersedekah. Anehnya, anak itu malah menatapku sambil tertawa-tawa. Sekonyong-konyong aku dijalari perasaaan aneh. Ada semacam beban karena aku tidak memberi sedekah, padahal sejak melihatnya pertama kali, aku sudah punya niat untuk memberi uang. Dan, entah bagaimana saat itu perasaanku mengatakan uang di dompetku pasti sudah tidak ada.

Selama salat, tas kuletakkan di depan sajadah sehingga mudah terlihat kalau ada yang jahil. Sampai selesai salat, tas itu tampak aman-aman saja. Tak ada yang mengusiknya. Tapi, tetap ada firasat, uang itu sudah hilang. Perasaan itu begitu kuatnya, dan terus menggerayangiku sampai aku kembali ke hotel. Ketika hendak makan, kurogoh dompetku, masih ada tapi isinya sudah tidak ada, uang seratus dolar itu sudah raib. Aku tidak terkejut atau kebingungan. Aku kan sudah menduga uangku hilang, jadi aku ketawa saja.

Ikut Puasa. Dibesarkan dalam keluarga Kristen, aku termasuk orang yang rasional, selalu ingin tahu segala sesuatu yang mengusik pikiranku. Sudah lama aku tertarik pada Islam, persisnya sejak duduk di bangku SMP. Apalagi, teman-temanku mayoritas muslim. Banyak pertanyaan yang muncul dalam benakku. Acap kali aku berdialog dengan diri sendiri mengenai agama ini. Namun tidak selalu kutemukan jawabannya. Kalau sudah begitu, aku akan melabuhkan pertanyaan itu kepada teman-teman dan tanteku, adik ibuku.
Tanteku seorang muslimah. Ketika aku di SMP, ia tinggal bersama keluargaku. Kerap aku menyaksikannya menunaikan ibadah salat, dan itu sangat menarik perhatianku. Dari dia juga aku kenal surah Al-Fatihah. Sampai bisa kuhafal.

Aku merasa, begitu kuat daya tarik ritual Islam yang dijalani tanteku ini. Ketika ia berpuasa di bulan Ramadan, aku kerap ikutan berpuasa, walaupun belum memeluk Islam. Walaupun puasanya bolong-bolong. Bagaimana rasanya? Jujur saja, ketika berpuasa yang aku rasakan bukan empati kepada orang-orang miskin. Bagiku, tidak seketika itu orang berpuasa dapat berempati pada orang papa, yang acap kali melewati hari-harinya tanpa makan. Justru sewaktu berbukalah aku dapat merasakan nikmatnya hidangan yang dimakan. Semua hidangan menjadi sangat lezat.

Aku jadi dapat merasakan bagaimana seseorang yang tidak bisa makan. Oh, kalau orang kelaparan betapa nikmatnya melahap makanan seperti ini. Ada kalanya kita berpikir tidak ada manfaatnya memberi mereka makanan atau uang recehan. Tetapi setelah kita merasakan, betapa yang sedikit saja itu bisa menjadi sesuatu yang nikmat di kala kita lapar, maka saat mau berderma kita tak akan berpikir ke situ lagi.

Butuh Iman. Untuk mencari tahu segala hal tentang Islam aku juga banyak membaca buku soal Islam. Kadang-kadang, di kala sendiri, aku kerap merenung lalu berpikir tentang ajaran Islam. Tanpa kutahu sebabnya. Sering terlintas dalam pikiranku, apa sih yang membuatku tertarik pada Islam?

Setelah melakukan proses pencarian dalam memahami ajaran Islam, mulai kutemukan setitik jawaban atas banyak pertanyaan yang menggelayuti pikiranku. Bagiku Islam adalah agama yang senantiasa mengingatkan umatnya.

Misalnya saja, kalau mau salat, semuanya harus bersih. Berarti setidaknya lima kali sehari dia diingatkan untuk membersihkan diri. Kita kan nggak mungkin mengandalkan pada kesadaran diri sendiri. Tidak semua orang memiliki kesadaran seperti itu. Setelah aku telusuri lebih jauh lagi, dalam agama Islam juga pelbagai hal diatur dengan tegas serta diikuti pula dengan penjelasan yang gamblang. Kita tidak boleh makan atau minum ini-itu, semua diatur dengan
tegas. Apa yang dilarang dan apa yang tidak dilarang, semua dipaparkan dengan begitu jelas. Bukan cuma itu. Islam juga agama yang sarat dengan nilai-nilai kedisiplinan.
Nuraniku mengatakan, dengan ritual Islam aku merasa dekat dengan Sang Maha Pencipta. Ada suatu perasaan bangga dalam diri aku memilih iman Islam ini. Mungkin lingkungan juga banyak mempengaruhi pilihanku ini.

Dalam keluargaku pun selalu ada kesempatan untuk menentukan pilihan. Dua hal itu, lingkungan muslim dan kondisi keluarga demokratis, membuatku jadi leluasa menemukan kebenaran. Hanya saja, kebenaran itu tak segera kuyakini.

Padahal, Tuhan sudah memberi petunjuk berkali-kali. Mungkin, karena dasarnya aku memang paling tak percaya hal-hal yang gaib. Mungkin Tuhan lantas ?berpikir?, ?Ini orang harus dikasih tunjuk sesuatu biar sadar.?

Ini terjadi saat aku mengikuti syuting di Nias. Waktu itu aku belum juga memeluk Islam, meski kegandrungan sudah ada. Pulau Nias tiap hari diguyur hujan deras. Dua bulan kami terperangkap sebab mana ada pesawat yang berani terbang di tengah cuaca yang tak ramah itu. Padahal, aku harus segera ke Jakarta. Kepada teman-teman aku bilang, Kalau hujannya berhenti, aku akan salat.? Eh, tiba-tiba saja hujan berhenti. Sungguh menakjubkan. Hujan sederas itu benar-benar berhenti sama sekali, dan cuaca langsung cerah.

Karena cuaca mendadak menjadi sangat cerah, aku bisa ke Jakarta hari itu juga. Pesawat yang kunaiki bertolak dari Gunung Sitoli di Nias ke Medan dulu, baru ke Jakarta tanpa kesulitan apa pun. Kemudahan ini seharusnya sudah cukup menjadi petunjuk-Nya untukku.

Walaupun aku berulang-ulang ditunjukkan ?sesuatu? yang sebelumnya tidak aku percayai, toh aku tidak langsung masuk Islam. Aku masih bimbang, apakah semua itu bukan terjadi karena kebetulan saja.

Suatu ketika, perenunganku sampai pada rasa butuh keimanan. Dulu, sebelum memeluk Islam, bisa dikatakan aku tak mendapatkan iman. Jiwaku serasa ada yang kosong, ada yang tak lengkap. Aku merasakan kehampaan. Aku merasakan, iman Islam inilah yang mengantarkanku pada sebuah kedamaian batin. Kesejukan iman Islam ini menyirami jiwaku. Dua tahun setelah pengalaman-pengalaman unik itu, aku baru bulat memasrahkan diri ke pangkuan Islam. Melalui proses yang berliku, kutemukanlah iman di dalam Islam.
Aku mengikrarkan keislamanku di sebuah masjid kecil di Jalan Kenari, di hadapan seorang ustadz, kenalan seorang teman. Saat kuucapkan dua kalimat syahadat, aku tak mengalami kesulitan. Selesai bersyahadat, hatiku lega. Hari-hari selanjutnya, semakin intens aku memperdalam Islam lewat buku karena aku tak sempat ke pengajian. Selain itu, aku juga belajar dari ibu pacarku yang memang seorang mubaligah di Solo.

Semula orangtuaku mengira aku masuk Islam lantaran pacarku. Waktu itu pacarku memang muslim. Tak lama kemudian aku putus dengan pacarku ini. Aku tak mau orangtuaku beranggapan aku masuk Islam karena orang lain, termasuk pacarku. Sekarang aku sudah mendapat ganti. Kupilih dia terutama karena ia rajin beribadah. Melihat dia salat, rasanya hati ini senang banget.

Aku bangga memilih dan dipilih menjadi muslimah. Apalagi, prosesku menuju Islam melewati hal-hal yang agak bertentangan dengan tabiatku yang serba rasional. Termasuk mimpi-mimpi. Itulah cara Tuhan mengingatkan hamba-Nya bahwa ada sesuatu yang tak cukup dipikirkan oleh akal semata. Aku bersyukur mengalaminya.

Sepotong Mimpi. O ya, sebelum masuk Islam, aku kerap bermimpi yang aneh-aneh, yang sulit kulupakan. Kok aku bermimpi bertemu, bersapa-sapa dengan ayah temanku yang sudah meninggal. Meski aku mengenal beliau dengan baik, menurutku ini agak aneh. Yang paling seram, aku bermimpi dicekik berkali-kali, sampai sesak nafas tanpa bisa berbuat apa-apa.

Gara-gara itu, tiga hari aku tak berani memicingkan mata. Kutemui teman-temanku yang muslim. Kutanya mereka tentang cara ampuh mengusir mimpi buruk. ?Surah apa yang kamu hafal?? tanya mereka, sambil menyebut beberapa nama surah dari Al-Quran. Kujawab, ?Kecuali Al-Fatihah, aku tidak hafal surat-surat itu.? Lantas mereka menyuruhku membaca Al-Fatihah tujuh kali menjelang tidur. Eh, mujarab. Aku nggak mimpi seperti itu lagi.

Suatu kali aku bermimpi didatangi banyak orang. Mereka minta bantuanku. Ingin sekali aku menolong mereka tapi tidak berdaya. Tahu-tahu, seperti ada yang menggerakanku untuk salat, hal yang sebelumnya tidak pernah kulakukan. Entah bagaimana, setelah salat, aku jadi mempunyai kekuatan menolong orang-orang malang tadi. Dan ada kelegaan sesudahnya. Mimpi itu begitu jelas, seperti kejadian nyata saja.

Lebih Tenang. Setelah memeluk Islam, temanku membantu mengetikkan bacaan-bacaan salat. Saat salat, kutempelkan tulisan yang sudah dilaminating itu di dinding. Agak lucu juga. Tapi aku kan masih belajar, dan salatnya di kamar, nggak ada yang melihat. Jadi nggak malu. Saat aku memeluk Islam, tanggapan keluarga dan teman-teman biasa saja. Lagi pula keluargaku sangat demokratis. Mula-mula mereka curiga. Ada apa dengan anak mereka? Kok

tindak-tanduknya tidak seperti biasanya? Setelah kuyakinkan bahwa aku sudah bulat dan tegas-tegas memilih Islam, mereka bisa menerima.

Sekarang, sesibuk apa pun aku selalu berusaha untuk tetap bisa menegakkan salat. Sebab, sekali saja kita meninggalkan salat, selanjutnya enak saja seolah tidak ada beban untuk meninggalkannya terus-menerus. Misalnya, waktu salat asar tiba, kita lagi syuting. Udah ah, tanggung, begitu pikir saya. Tapi kalau saya teruskan tidak salat,kita jadi enteng saja untuk juga meninggalkan salat magrib. Begitu kan?

Dulu aku sangat sensitif, cepat sakit hati, cepat marah, lantas ngambek. Tapi sejak masuk Islam, alhamdulillah aku mulai dapat mengendalikan emosi. Setiap kali aku tertimpa masalah, kusebut nama Allah, nama yang paling kuyakini.

Setelah itu perasaanku menjadi lebih tenang, lebih bisa berpikir jernih. Kuyakinkan pada diriku, setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya. Tuhan takkan memberi cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya. Itu yang selalu aku pegang.

Ada harapanku yang belum terwujud setelah memeluk Islam. Sudah dua Ramadan ini sebenarnya aku ingin membuat tembang-tembang rohani. Ramadan lalu terpaksa urung lantaran aku terlalu sibuk syuting. Mudah-mudahan Ramadan tahun ini keinginan itu bisa terwujud. Lagu-lagunya sudah ada, tinggal mencari penyanyinya.

Buatku, Ramadan memang punya makna mendalam. Pada bulan Ramadan biasanya aku sahur bersama Umam, pacarku di luar rumah. Setelah itu kami salat subuh di masjid. Rasanya senang sekali melihat orang-orang sudah keluar pagi-pagi, lalu mengambil air wudu bersama-sama.

Tentang Si Akademisi Seni Itu

Paquita Widjaja lahir di Jakarta, 2 Juli 1970. Dia adalah anak kedua dari dua bersaudara. Ibunya bernama Martina Widjaja (aktivis sosial), ayahnya Jhoni Widjaja. Bachelor of Fine Arts lulusan Parsons School of Design, New York, ini memilih Rancang Busana sebagai studi mayornya.

Semasa kuliah, ia sempat bekerja di Tira Fashion, Jakarta, sebagai perancang busana untuk produk H&R (1991-1992).

Sejak 1996 ia menjadi dosen di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Ia mengajar pengetahuan dasar seni rupa, komposisi film, dan rancang judul untuk film pada Fakultas Film dan Televisi. Ia pun, sejak 1997, bekerja sebagai sekretaris Hubungan Luar Negeri dan sekretaris Festival Internasional pada CILECT-IKJ. CILECT adalah organisasi sekolah film internasional. Ada belasan item pada catatan filmografi/videografinya, antara lain: Bulan Tertusuk Ilalang (Garin
Nugroho), Saras 008 (sebagai tokoh antagonis), Kupu-Kupu Ungu: Melati Chandra (Nan T. Achnas).

Paquita juga pernah main untuk sebuah film produksi SNC & Doublevision, Malaysia, Agensi.

Dara yang aktif di Yayasan AIDS Indonesia ini pernah menyutradarai film Nyanyian Seorang Istri (GIZ Production) serta acara Bincang-Bincang Seputar Restrukturisasi dan Privatisasi BUMN (Belalang Production) dan From Green to Brown (Dana Mitra Lingkungan).

Akademisi seni yang satu ini juga berkiprah dalam dunia musik. Tahun 1980 merilis Gadis Korek Api (Flower Sound), disusul setahun kemudian Kumbang Kecil (juga Flower Sound), dan tahun 1995 meluncurkan album Yang Perdana (Kita2 Production). Meski tak sampai meledak di pasaran, menurut para kritikus, lagu-lagunya memberi nuansa lain yang memperkaya blantika musik di Tanah Air.

Sandrina Malakiano : Islam, Kebenaran Yang Dicari

NAMA saya Alessandra Shinta Malakiano. Publik lebih mengenal saya dengan nama Sandrina Malakiano. Saya lahir di Bangkok/Thailand, 24 Nov 1971. Saya sangat bersyukur dibesarkan di tengah keluarga perpaduan dua negara. Ayah saya dari Armenia, Itali, yang beragama Kristen. Sementara ibu dari Indonesia, seorang keturunan Jawa beragama Islam, yang kuat dengan budaya kejawen.

Kombinasi dua budaya yang berbeda itu melahirkan kebebasan memeluk agama apapun bagi anak-anaknya. Yang terpenting buat kami adalah percaya adanya Tuhan. Kebebasan yang orang tua berikan membuat saya tidak tahu mana agama yang benar dan bisa saya jadikan jalan hidup.

Hal itu membuat saya terus mencari dengan cara membandingkan berbagai agama yang ada di negeri ini. Dalam pencarian tersebut saya mencoba mempelajari beberapa agama yang ada di Indonesia.

Bahkan ketika tinggal Bali, saya sempat memeluk agama mayoritas penduduk sana. Saya pun menjalaninya secara serius dan total. Saya tidak bisa melakukan atau meyakini sesuatu setengah hati. Bagaimanapun, sesuatu yang dilakukan dan diyakini setengah hati tidak akan terlaksana dengan baik dan benar. Apalagi itu sebuah keyakinan yang harus diketahui kebenarannya.
Tahun 1998 saya pindah ke Jakarta. Di sanalah saya diberi kesempatan untuk bisa melihat Islam lebih dekat. Bertanya tentang keislaman pun saya jadikan rutinitas sehari-hari.

Sulit dijelaskan dengan kata-kata, semakin hari ketertarikan saya pada Islam pun tumbuh. Keinginan untuk lebih banyak tahu pada Islam semakin menjadi. Kerinduan untuk memeluk Islam pun semakin menggebu. Bersyukur saat saya ungkapkan pada keluarga, saudara, dan teman-teman tentang kerinduan itu, mereka mendukungnya.

Saya pun lebih giat lagi memperdalam Islam, termasuk belajar shalat. Dengan semua modal itu, tanpa ada halang rintang yang berarti dan dengan niat serta ketulusan hati, pada tahun 2000, bertempat di Masjid Al Azhar Jakarta, saya memeluk agama Islam. Semoga ini jalan terbaik yang telah Allah tentukan untuk saya.

Subhanallah, keteduhan, ketenangan, dan kedamaian terasa menyejukkan batin ini. Saya telah menemukan kebenaran yang dicari selama ini. Dengan berusaha sabar dalam menjalani ujian dan cobaan hidup ini, senang maupun sulit, di kala lapang ataupun sempit, saya yakini semuanya sebagai pendidikan yang Allah berikan pada saya. Tentu ada hikmah atau pelajaran yang terbaik dari-Nya.

Beberapa bulan yang lalu, hampir beberapa kali saya mimpi bertemu Aa Gym. Aneh, tidak seperti biasanya. Mimpi itu sangat saya hafal detil kejadiannya. Padahal, jika bermimpi, saya sering kali lupa kejadian mimpi tersebut. Pada mimpi yang pertama, saya sakit dan Aa Gym mengobati sakit saya. Lalu mimpi selanjutnya, kejadiannya di sebuah masjid. Dalam mimpi tersebut, banyak orang yang ingin masuk ke dalam dan mendengarkan ceramah di dalam masjid tersebut. Saya pun berusaha masuk ke mesjid itu seperti yang lainnya. Namun berkali-kali saya mencoba masuk ke dalam, saya selalu terpental keluar, sampai akhirnya saya memutuskan duduk di tangga luar. Lalu Aa Gym menghampiri saya dan mengatakan, "Semua masalah itu ada jalan keluarnya. Dan yang memberi jalan keluarnya itu adalah Allah." Subhanallah! Mimpi yang tidak pernah saya lupakan. Saya pun semakin yakin pada Allah bahwa Allah akan menolong setiap makhluk-Nya yang ada dalam kesusahan.

Saya berharap dan berdoa, di tahun 2004 saya bisa menjadi manusia lebih baik di mata Allah, ibu yang baik bagi anak-anak, menjadi anak yang baik di mata orangtua, serta menjadi pendamping yang baik di mata suami. (Seperti yang diungkapkan kepada Ikun/MQ)[MQMedia.com]

Cindy Claudia Harahap: Mendapat Hidayah dari Bulan dan Bintang

Allah SWT memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki. Begitulah yang terjadi pada diri Cindy Claudia Harahap, putri sulung dari musisi Rinto Harahap. Saat usia belasan tahun, hidup Cindy terombang-ambing di tengah-tengah keluarga Muslim dan non-Muslim. Keluarga ayahnya non-Muslim, sementara keluarga dari ibu beragama Islam.

Hingga suatu saat, sekitar tahun 1991, penyanyi kelahiran Jakarta pada 5 April 1975 ini, sedang tidur-tiduran di tengah malam di atas rumput halaman asrama di Australia. Saat itu, Cindy bersama sahabat karibnya yang juga artis Indonesia, Tamara Blezinsky, sedang menempuh pendidikan di St Brigidf College. Setiap hari mereka ngobrol karena hanya mereka berdua orang Indonesia.

Mereka juga mempunyai kondisi yang sama tentang orang tua. Suatu malam Cindy benar-benar diperlihatkan keagungan Allah. Ketika memandang ke langit yang cerah terlihat bulan sabit yang bersebelahan dengan bintang yang indah sekali. ''Saya bilang sama Tamara, kayaknya saya pernah lihat ini di mana ya, kok bagus banget. Kayaknya lambang sesuatu, apa ya?'', kenang penyanyi dan pencipta lagu ini.

Tamara lantas menjawab kalau itu lambang masjid. ''Jangan-jangan ini petunjuk ya, kalau kita harus ke masjid,'' tukas Cindy selanjutnya. Ia memang jarang sekali melihat masjid selama di Australia. Mungkin karena dalam dirinya sudah mengalir 'Islam' dari darah ibunya, hal itu membuat Cindy tak perlu membutuhkan proses yang panjang untuk mengenal Islam. Cindy pun berfikir untuk masuk Islam sekaligus mengajak sahabatnya, Tamara. ''Suatu hari saya terpanggil untuk memeluk agama Islam,'' kata sulung tiga bersaudara.

Setelah kembali ke Indonesia, Cindy dan Tamara pun lama berpisah. Saat kemudian bertemu lagi di Jakarta, ternyata mereka sudah sama-sama menjadi mualaf. Pelantun tembang melankolis ini mengungkapkan, inti dirinya masuk Islam lebih pada panggilan jiwa dan hati. Karena, orang memeluk agama itu sesuatu yang tidak bisa dipaksakan, tergantung diri masing-masing.

Selain dari diri sendiri adakah pihak lain yang ikut membuatnya jatuh cinta kepada Islam? Cindy mengatakan, selain mamanya juga Mas Thoriq (Thoriq Eben Mahmud, suaminya). Dari awal saat pacaran, Cindy banyak belajar tentang Islam dari Thoriq, laki-laki keturunan Mesir. Mereka sering berdiskusi dan Thoriq pun menjelaskan dengan bijaksana dan kesabaran. Menurut Cindy, Thoriq tidak pernah memaksanya, bahkan dia sering membelikan buku-buku tentang Islam.

''Terkadang seperti anak TK, dibelikan juga buku cerita yang bergambar. Tapi justru jadi tertarik, sampai akhirnya saya dibelikan Alquran dan benar-benar saya baca apa artinya,'' tutur artis yang menikah 4 juli 1998. Cindy melisankan Dua Kalimat Syahadat di hadapan seorang guru agama Islam SMA 34 Jakarta. ''Di sebuah tempat yang sangat sederhana, tepatnya di mushalla kecil sekolah itu, saya mulai memeluk Islam,'' katanya.

Dalam proses mempelajari Islam, istri mantan pilot Sempati ini mengakui tidak menghadapi banyak kendala yang berarti, cuma memang harus menyesuaikan diri. Cindy sudah terbiasa melihat ibadah keluarganya yang beragama Islam. Bahkan sebelum masuk Islam, ia sudah sering ikut-ikutan puasa. Keluarganya sangat toleran terhadap perbedaan agama karena pada dasarnya semua agama itu sama, mengajarkan yang baik dan hanya caranya yang berbeda-beda. ''Papa pernah bilang apapun agama yang saya putuskan untuk dianut itu terserah,'' tuturnya. ''Yang penting dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.''

Sebelum menjadi mualaf, Cindy sempat berfikir menjadi Muslimah sepertinya repot sekali. Kalau mau masuk masjid untuk shalat, misalnya, harus wudhu dan harus pakai mukena dulu. ''Mau shalat saja harus repot. Apalagi ada bulan Ramadhan yang harus puasa. Saya sempat berfikir kalau Islam agama yang repot,'' ujarnya.

Namun, setelah mempelajari Islam dengan benar, Cindy menyadari itulah kelebihan Islam bila dibandingkan dengan agama lain. ''Kalau kita hendak menghadap Allah, kita harus benar-benar dalam kondisi yang bersih. Bersih jiwa dan bersih diri,'' tuturnya. ''Alangkah bahagianya kita sebagai umat Islam dikasih bulan Ramadhan, di mana kita diberi kesempatan untuk membenahi diri. Menurut saya, bulan Ramadhan itu bulan bonus dan setiap tahun saya merasa kangen dengan Ramadhan.''

Cindy mengisahkan, beberapa bulan setelah menikah diberi hadiah pernikahan oleh mertua berupa umrah bersama suami. Ia merasa sangat berkesan saat pertama melihat Ka'bah karena sebelumnya hanya bisa menyaksikan melalui televisi atau gambar saja. Waktu itu, dia berangkat umrah bulan Ramadhan dan ia pun sedang hamil enam bulan. Cindy mengaku justru bisa menunaikan ibadah puasa di sana yang tadinya di Jakarta tidak bisa puasa. ''Alhamdulillah, sampai di sana tidak ada kendala atau kejadian buruk apapun.''[Republika]

Rabu, 20 April 2011

film kartun arab - rihlah al khuluud

film ini menceritakan tentang ashaabul ukhduud. Alloh mengabadikan mereka dalam Al-Quran surat Al-Buruuj




silahkan download disini :
qism 1 = http://www.mediafire.com/?mjwmz2onmij
qism 2 = http://www.mediafire.com/?dnqizzhzfnl

Translate to Arabic Translate to Bahasa Indonesia Translate to Bulgarian Translate to Simplified Chinese Translate to Croatian Translate to English Translate to Czech Translate to Danish TTranslate to Dutch Translate to Finnish Translate to French Translate to German Translate to Greek Translate to Hindi Translate to Italian Translate to Japanese Translate to Korean Translate to Norwegian Translate to Polish Translate to Portuguese Translate to Romanian Translate to Russian Translate to Spanish Translate to Swedish Translate to Slovak Translate to Serbian Translate to Thai Translate to Turkey Translate to Filipino Translate to Filipino