Manusia mu’min akan memiliki kemerdekaan jiwa yang bebas, terlepas dari kungkungan atau pengaruh orang lain. Ia meyakini bahwa Allah sajalah yang mengangkat derajat seseorang atau merendahkannya, memberikan kemuliaan atau kehinaan. Keyakinan tersebut dibarengi dengan usaha yang kuat agar memperoleh kebaikan dan kesuksesan. Ia meyakini hanya Allah sajalah yang memberi dan mengambil sesuatu dari manusia, karena itu mengapa seseorang mesti diperbudak oleh orang lain atau memperbudak. “Katakanlah : Aku tidak memiliki kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula menolak madharat kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui apa yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan....” (Q.S. al-A’raf, 8 : 188).
Dengan keimanan yang kuat dan keyakinan terhadap Allah yang mendalam, maka lenyaplah segala mecam perbudakan antara sesama umat manusia, baik perbudakan yang legal maupun tersembunyi, perbudakan lahir ataupun bathin. Jiwa semua manusia akan bebas merdeka untuk menentukan jalan hidup dan jalan yang ditempuhnya masing-masing.
Berani Membela Kebenaran
Dengan memiliki keimanan yang sempurna, seorang muslim akan memiliki keberanian dalam membela kebenaran dan membela hak, karena tujuannya jelas yaitu untuk memperoleh kehidupan yang mulia. Ia menghendaki agar hidupnya tidak hanya untuk makan, kawin dan melahirkan keturunan saja, tetapi ingin agar hidupnya yang hanya sekali di dunia ini bermakna. Dengan cita-cita, hasrat dan kemauan yang luhur itu akan menjadi manusia yang bermanfaat bagi masyarakatnya, dan kehadirannya tidak sia-sia. Mereka yakin terhadap pertolongan Allah yang diperuntukkan bagi para pembela kebenaran dan para pejuang yang berjihad di jalan-Nya. “...Segolongan telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini niscaya kita akan dikalahkan disini. Katakanlah : Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar juga ke tempat mereka terbuhunuh....” (Q.S. Ali Imran, 3 : 154).
Hidup Mandiri
Banyak manusia yang menggantungkan dirinya pada orang lain secara berlebihan, karena dari orang itulah jalan rizki yang diperolehnya. Sikap bergantung yang berlebihan tersebut, akan menjadikan ia lupa kepada hakekat dirinya sebagai manusia yang merdeka. Ia tidak segan-segan menjilat pada orang lain atau merendahkan dirinya sendiri hanya karena sejumlah materi yang ia terima. Materi itu sebenarnya tidak seberapa dan tidak berarti sama sekali jika dibandingkan dengan kemerdekaan dan harga dirinya. Sikap seperti itu sangat tercela menurut pandangan Islam, karena manusia dianugrahi oleh Allah berbagai macam potensi yang ada pada dirinya bukanlah untuk menghamba atau memperhamba orang lain. Manusia diberikan kemampuan yang tidak jauh berbeda antara satu dengan lainnya, asalkan ia mau mengembangkan kemampuan yang dimilikinya.
Manusia muslim akan senantiasa menjalin hubungan dengan manusia lain dalam batas-batas yang digariskan Allah. Bukankah manusia dilahirkan dalam keadaan merdeka? Mereka diberikan kemampuan yang beraneka macam agar dikembangkan dengan baik. Sesama manusia hendaknya menjalin hubungan sebagai saudara dan teman yang baik, saling tolong-menolong dan saling menghormati, tidak saling memperbudak dan menghambakan diri. Khalifah Umar bin Khattab pernah menegur para pejabatnya di daerah-daerah yang mengabaikan rakyatnya, beliau berkata : “Berapa lama anda telah memperbudak manusia, padahal mereka dilahirkan oleh ibu mereka dalam keadaan merdeka”.
Sebagai manusia biasa, manusia muslim juga bergaul dengan orang lain dalam hubungan kerja, perdagangan, hubungan sosial dan hubungan-hubungan lain, dalam semua hubungan itu diharapkan adanya kerjasama yang baik, saling menghormati dan saling berbuat baik antara satu dan lainnya. Mereka yang besar dan kuat mengasihi yang kecil dan lemah, mereka yang kecil dan lemah menghormati yang besar dan kuat. Dengan cara ini maka masyarakat yang dicita-citakan akan terealisir.
Manusia secara keseluruhan hendaknya meyakini bahwa hakekat yang memberikan rizki adalah Allah SWT, sesama kita hanya berfungsi sebagai sebab atau jalan dari rizki tersebut. “Dan tidak ada suatu hewan melatapun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rizkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam hewan itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata”. (Q.S. Hud : 6).
Ketenangan Lahir Bathin
Sebagian dari dampak keimanan pada seorang adalah timbulnya ketenangan dan ketentraman jiwa baik lahir ataupun bathin. Dengan keterangan itu manusia mu’min akan merasakan kebahaagiaan dan kenikmatan dalam berbagai kegiatan yang dilakukannya. “Dialah yang telah menurunkan ketenangan kedalam hati orang-orang mu’min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan yang telah ada....” (Q.S. al-Fath:4).
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...