Sebagai makhluk yang paling sempurna, manusia dibekali oleh Allah dengan petunjuk atau hidayah yang lengkap. Petunjuk Allah bagi makhluk-Nya terdiri dari empat bagian yaitu pembentukan dan kejadian, instink atau gharizah, akal pikiran dan wahyu dengan perantaraan Rasul-Nya. Makhluk lain memperoleh petunjuk Allah hanya pada pembentukan dan kejadian serta instink saja, sedangkan manusia selain memperoleh petunjuk tersebut juga mendapat petunjuk yang sangat berharga yaitu akal dan pikiran. Dengan akal pikiran manusia dapat melakukan penelitian-penelitian terhadap segala peristiwa dan apa yang dijumpainya di alam ini sehingga memperoleh kemajuan yang tinggi. Manusia memiliki sains dan teknologi sedangkan makhluk lain tidak memilikinya.
Mengenai berbagai hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal, seperti masalah kehidupan sesudah mati, masalah-masalah ghaib yang bersifat metafisis menusia diberi petunjuk dengan wahyu Allah yang disampaikan melalui perantaraan para Rasul-Nya, seperti Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Nabi Muhammad SAW. Wahyu Allah juga memberikan petunjuk kepada umat manusia bagaimana cara mengatur kehidupan di dunia agar memperoleh kebahagiaan pada saat sekarang sampai kehidupan yang kekal di akhirat.
Dengan akal pikirannya, manusia bisa membedakan mana yang baik, yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakatnya dan mana yang buruk yang bakal merusak diri dan lingkungannya. Dengan bekal yang cukup dan petunjuk yang lengkap itu, manusia diberikan kebebasan berkehendak dan berbuat oleh Allah SWT untuk memilih jalan yang ditempuhnya. Mereka yang memilih jalan yang baik tentu akan memperoleh kebahagiaan yang ia cita-citakan, baik dalam kehidupan dunia ataupun dalam kehidupan akhirat. Sebaliknya mereka yang memilih jalan keburukan akan tercampakkan oleh dirinya sendiri ke lembah kehinaan dan kenistaan di dunia dan akhirat.
Agama Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan Allah dengan dibekali kemampuan, bakat, persiapan, persediaan energi dan ilmu. Semua karunia yang agung itu dapat digunakan untuk menciptkan kebaikan dan kesejahteraan bagi umat manusia, juga dapat digunakan untuk menimbulkan keburukan dan kerusakan. Pada diri manusia terdapat dua kekuatan yang saling berlawanan, kekuatan dan dorongan untuk berbuat baik dan dorongan untuk berbuat jahat. Namun demikian dorongan untuk berbuat baik senantiasa lebih dominan dari keinginan untuk berbuat keburukan. Setiap diri manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, pengaruh lingkungan dan kecenderungan yang ada pada dirinya serta usaha yang ia lakukan akan membuat seseorang menjadi berguna bagi orang lain atau mencelakakan selamanya.
Dalam salah satu sabdanya nabi menjelaskan tentang pembentukan watak pada diri seorang manusia, bahwa manusia selain dibentuk oleh dirinya sendiri juga dibentuk oleh lingkungannya dimana ia bergaul dan mengadakan interaksi sosial. “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah (termasuk lingkungannya) yang membuat ia menjadi seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi. (H.R. Thabrani). Dalam keterangan yang lain disebutkan bahwa manusia dilahirkan dari lingkungan bagaikan hasil tambang, emas atau perak. Apabila lingkungan keluarganya baik seperti tambang emas maka ia akan melahirkan emas. Sebaliknya apabila lingkungan keluarganya tidak begitu baik, diibaratkan seperti tambang perak atau tembaga maka akan membentuk anak yang berkualitas seperti perak atau tembaga. Nabi Jelaskan : “Manusia itu bagaikan barang tambang emas perak, orang yang terbaik diantara mereka adalah yang terbaik di masa jahiliah dan yang terbaik di masa Islam apabila mereka jenius”. (Mutafaq Alaih).
Allah SWT membekali manusia dengan jiwa yang dapat digunakan untuk menyempurnakan dirinya, jiwa itu semula diberikan kepada manusia dalam keadaan sama, rata, lurus, jujur, suci dan bersih. Jiwa itu bisa menjadi kotor atau tetap dalam kesuciannya, tergantung dari seseorang bagaimana ia menjaga dan memeliharanya. “Demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketaqwaannya”. (Q.S. al-Syams : 7 – 8).
Dengan potensi akal dan pikirannya manusia dapat membedakan antara yang baik dan buruk, baik yang berhubungan dengan aqidah, kepercayaan, agama, juga yang berkaitan dengan perbuatan dan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan potensi itu pula manusia dapat mengatur hubungan dengan sesamanya dan hubungan dengan alam sekitarnya, yang berkaitan dengan hubungan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, pertahanan dan sebagainya. Karena itu selama manusia masih memiliki akal pikiran, ia pasti dapat membedakan yang terpuji dan tercela dan berbuat apa saja yang ia sukai, juga mengetahui jalan mana yang akan ditempuhnya. Semua itu tergambar jelas di depan mata hatinya, manusia memiliki kemerdekaan untuk berkehendak dan mempunyai hak pilih dalam menentukan sikap dan perbuatannya. Apabila ia memilih yang baik, kebaikan itu bagi dirinya sendiri dan jika memilih yang buruk, maka keburukan itu akan menimpa dirinya pula.
Allah SWT telah memberikan petunjuk kepada manusia jalan yang benar yang akan mengantarkan seseorang kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Manusia yang menerima petunjuk itu dengan patuh dan taat dan ada juga yang mengingkarinya. “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, yang Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan ia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus ; ada yang bersyukur dan adapula yang kafir”. (Q.S. al-Insan : 2 – 3). Berbahagialah mereka yang mengikuti petunjuk-nya dan celakalah mereka yang mengingkari-Nya.
Manusia diberikan Allah sesuatu kebebasan untuk berkehendak dan berbuat, sesuai dengan batas-batas yang ditentukan. “Siapa yang berbuat kebajikan maka kebajikan itu untuk dirinya dan siapa yang berbuat kejahatan maka kejahatan itu akan menimpa dirinya pula dan Tuhan sama sekali tidak menganiaya hamba-hamba-Nya”. (Q.S. Fushshilat : 46). Semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...