Jumat, 09 Mei 2008

BERPIHAK PADA KEBENARAN

Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim disebutkan ada seorang sahabat yang menyampaikan suatu pertanyaan kepada Nabi SAW : “Diantara kami ada seorang yang berperang dengan penuh keberanian, ada yang dengan penuh semangat serta kemarahan dan adapula yang berperang karena riya, manakah diantaranya yang termasuk perang di jalan Allah?”. Jawaban Nabi ternyata tidak mengaitkan dengan tiga macam sifat yang disebutkan di atas, Nabi menjawab : “Siapa yang berperang untuk mengakkan kalimah Allah maka itulah yang termasuk sabilillah”.

Dalam kehidupan sehari-hari yang kita jalani, banyak dijumpai orang-orang yang beramal, membantu fakir miskin dan anak-anak yatim, akan tetapi sebagian dari mereka tidak memiliki niat yang bersih dan ikhlas. Bantuan yang diberikan kita lihat di mana-mana baik terhadap orang miskin ataupun anak yatim, tetapi faktor keikhlasannya terabaikan dan semakin menipis. Banyak orang beramal yang selalu ingin diekspos secara lisan ataupun melalui media cetak dan elektronik, bahkan terkadang bantuan yang diberikan lebih kecil dari biaya untuk mempublikasikan amalnya.

Sikap ingin selalu diketahui dan dipuji orang lain, dalam ajaran Islam disebut riya, sebagai lawan dari sikap jujur dan ikhlas. Sikap riya sangat tercela dalam pandangan ajaran Islam dan merugikan diri sendiri, karena ia menghilangkan kebaikan dan amal yang dikerjakan seseorang. Sikap riya terus menggerogoti dan menghilangkan kebaikan yang dilakukan seseorang seperti api membakar jerami.

Ajaran Islam senantiasa mengarahkan umatnya agar beramal dan berbuat semata-mata karena mencari keridhaan Allah. Ia tidak mengharapkan pujian atau sanjungan orang lain dan tidak pamrih terhadap sesama manusia. Manusia muslim senantiasa mengarahkan segala aktivitasnya untuk menegakkan kalimah Ilahi dan memasyarakatkan kebenaran di tengah-tengah umat di lingkungannya.

Manusia mukmin harus lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya dari cintanya terhadap segala sesuatu, termasuk terhadap dirinya sendiri. Dengan mengutamakan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya berarti ia memihak kepada kebenaran, karena dari sanalah bersumber segala kebenaran dan kebaikan. Sikap mencintai Allah dan Rasul-Nya dan senantiasa memihak kepada kebenaran telah dicontohkan oleh Rasul dan para sahabatnya, sehingga mereka menjadi umat yang besar dan berwibawa. Nabi akhir zaman yang dengan gigih menempa para sahabatnya menjadi pemimpin-pemimpin yang kuat, menjadikan umat yang tidak dikenal oleh sejarah itu menjadi pemimpin bagi seluruh umat manusia pada masa itu.

Abu Bakar As-Shiddiq siap menghadapi segala tantangan bahkan siap menantang maut demi membela kebenaran dan keselamatan Nabi. Ketika ia mendampingi Nabi dalam perjalanan Hijrahnya, menjelang memasuki gua Tsur ia mengatakan : “Apabila saya terbunuh, maka matilah seorang muslim, tetapi bila engkau yang terbunuh maka seluruh umat akan binasa”.

Umar Ibn al-Khattab pernah datang kepada Nabi dan berkata : “Wahai Rasulullah aku mencintaimu melebihi cintaku terhadap sesuatu, kecuali kepada diriku sendiri”. Nabi menjawab : “Tidak wahai Umar sehingga engkau mencintai diriku melebihi cintamu terhadap diri sendiri”. Umar spontan menjawab : “Demi Tuhan yang mengutusmu dengan kebenaran, sesungguhnya engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri”. Nabi selanjutnya menyatakan : “Sekarang baru sempurna imanmu”.

Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib siap melakukan kontrak kematian dirinya, ketika ia menggantikan Nabi di tempat tidurnya waktu Nabi dikepung oleh orang-orang Quraisy. Ali tidur di tempat tidur Nabi untuk mengelabui siasat jahat orang-orang musyrik ketika Nabi akan berhijrah ke Madinah. Sikap seperti itu dilakukan juga oleh Utsman Ibn Affan, Zaid Ibn Haritsah, Ammar Ibn Yasir dan sahabat-sahabat lainnya.

Sikap senantiasa berpihak kepada kebenaran dan terus berusaha menegakkan kalimah Ilahi adalah sikap yang terpuji yang harus diwarisi oleh setiap pribadi muslim kapanpun dan di manapun mereka berada. “Tabahkan dirimu bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya diwaktu pagi dan senja hari dengan semata-mata mengharap keridhaan-Nya. Jangan engkau palingkan kedua matamu dari mereka karena mengharap kemewahan dunia ini. Dan jangan kamu ikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat Kami, serta mengikuti kemauannya. Dan adalah keadaannya itu melampau batas”. (Q.S. al-Kahfi, 18 : 28).

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar ya...

Translate to Arabic Translate to Bahasa Indonesia Translate to Bulgarian Translate to Simplified Chinese Translate to Croatian Translate to English Translate to Czech Translate to Danish TTranslate to Dutch Translate to Finnish Translate to French Translate to German Translate to Greek Translate to Hindi Translate to Italian Translate to Japanese Translate to Korean Translate to Norwegian Translate to Polish Translate to Portuguese Translate to Romanian Translate to Russian Translate to Spanish Translate to Swedish Translate to Slovak Translate to Serbian Translate to Thai Translate to Turkey Translate to Filipino Translate to Filipino