Jumat, 09 Mei 2008

RUANG LINGKUP METODE DA’WAH

I. Pendahuluan

Berda’wah berarti menyampaikan sesuatu kepada orang lain yang bersifat mengajak untuk merubah suatu keadaan yang tidak baik kepada yang baik dan terpuji. Da’wah Islamiyah memerlukan teknik penerapan yang akurat sesuai dengan keadaan dan perkembangan zaman, terutama sekali dikalangan masyarakat perkotaan yang dinamis dan berkembang. Change to progress merupakan watak dari masyarakat perkotaan, yang menunjukkan sesuatu kepada kemajuan. Terhadap masyarakat berkategori ini, metode berda’wah merupakan salah satu alternatif yang harus diperhitungkan dan dipersiapkan sebaik mungkin.

Dalam menyampaikan da’wah hendaklah diperhatikan beberapa faktor; yaitu, da’i (orang yang menyampaikan da’wah), metode atau cara penyampaian da’wah dan objek da’wah. Problema terberat yang masih dirasakan sekarang ini, banyaknya para da’i yang kurang berwawasan luas terutama sekali menyangkut metode berda’wah. Kita sering menjumpai para da’i yang berilmu tinggi tetapi da’wahnya kurang diterima oleh masyarakat, karena lemah di bidang metode atau cara penyampaian da’wah.

Makalah ini mencoba memberikan alternatif baru sebagai salah satu upaya yang amat sederhana dalam menyampaikan da’wah di tengah-tengah masyarakat luas. Di hadapan kita terlihat berbagai kemajuan ilmu dan teknologi yang berkembang amat pesat, sementara manusia terbuai oleh kemajuan tersebut. Menghadapi kenyataan ini peran serta para da’i harus lebih digalakkan dalam rangka menyelamatkan manusia dari dampak negatif yang diakibatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia modern dan pengaruh globalisasi yang semakin menguat. Dampak negatif dari era globalisasi dan lajunya perkembangan dunia modern akan menjerumuskan umat manusia bila tidak bisa diantisipasi dengan baik dan benar oleh para da’i dan tokoh masyarakat.

II. Pengertian Da’wah

Da’wah pengertiannya secara etimologis adalah ajakan, seruan, panggilan dan undangan. Sedangkan menurut pengertian terminologis secara umum, da’wah adalah : “Suatu pengetahuan yang mengajarkan cara-cara atau metode untuk menarik perhatian umat manusia, agar mengikuti suatu ideologi atau ajaran tertentu”. Istilah lainnya menyebutkan, bahwa ilmu da’wah adalah pengetahuan yang mengajarkan cara-cara mengetahui alam fikiran manusia, untuk diarahkan kepada suatu ideologi atau ajaran tertentu.

Pengertian da’wah menurut ajaran Islam adalah : “Mengajak umat manusia dengan hikmah dan kebijaksanaan agar mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya”. Syeikh Ali Mahfudz mengemukakan pengertian da’wah sebagai berikut : ”Mengarahkan manusia agar melakukan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka agar berbuat kebaikan dan melarang mereka dari perbuatan munkar, agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat”. Al-Ustadz Bahiyul Huli dalam kitabnya “Tadzkirrud Du’at” berpendapat : “Da’wah adalah memindahkan umat manusia dari satu situasi kepada situasi yang lain”.

Banyak lagi istilah-istilah yang hampir sama artinya dengan da’wah, seperti tabligh atau penyampaian, amar ma’ruf nahi munkar atau memerintah kebaikan dan mencegah kemungkaran, mauidzah atau nasehat, dzikir atau peringatan, khutbah, nasehat, wasiat dan sebagainya.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa da’wah adalah suatu usaha merubah situasi yang tidak diridhai Allah kepada situasi yang diridhai oleh-Nya. Dengan demikian da’i senantiasa berusaha memindahkan situasi yang negatif kepada situasi yang positif, merubah keadaan yang buruk kepada yang baik, mencegah yang munkar dan menegakkan yang ma’ruf.

Berda’wah melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar adalah merupakan kewajiban bagi umat Islam, di mana saja mereka menurut kemampuan masing-masing. Allah berfirman :

“Hendaklah ada diantaramu umat yang menyerukan kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf atau yang baik dan mencegah yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Ali Imran 104).

Rasulullah Bersabda :

“Siapa diantaramu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka hendaklah dengan lisannya, jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itulah iman yang paling lemah”. (H.R. Muslim).

Di dalam hadits lain Nabi bersabda :

“Sampaikan dariku meskipun satu ayat”. (HR. Bukhari).

III. Da’wah Rasulullah Sebuah Percontohan

Rasulullah SAW melaksankan da’wah dengan penuh kebijaksanaan dan menggunakan metode-metode yang tepat, sehingga perjuangannya yang teramat singkat, hanya memakan waktu sekitar 23 tahun mampu merubah suatu masyarakat jahiliyah yang diliputi kedzaliman dan kebodohan menjadi masyarakat yang beradab. Masyarakat yang seluruh anggotanya saling berbuat baik, tolong-menolong dan berhasil membentuk peradaban dunia yang luhur.

Dalam waktu yang relatif singkat pula Rasul Saw telah berhasil merubah suatu bangsa yang terbelakang dan tidak dikenal sejarah, menjadi masyarakat yang maju, membentuk umat yang besar dan dikagumi serta menjadi penentu sejarah dunia dari masa ke masa.

Diantara kunci sukses yang mengantarkan Rasulullah kepada keberhasilan da’wahnya adalah karena Nabi SAW senantiasa bersikap lembut, berakhlak mulia, bermusyawarah dalam segala urusan dan perjuangan yang ulet dipenuhi dengan kesabaran dan ketabahan. Sebelum Rasul SAW berda’wah mengajak orang lain, ia selalu memulai dari dirinya sendiri dan keluarganya. Di samping itu, Rasulullah juga sangat memperhatikan keadaan objek da’wah, sehingga mereka dapat dibimbing dengan baik. Dijelaskan dalam al-Qur’an :

“Maka dengan rahmat dari Allah, engkau bersifat lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap kerasdan berhati kasar, tentulah mereka melarikan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal”. (Q.S. Ali Imran 159).

Berdasarkan kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, agar umat Islam dapat melanjutkan da’wah dengan sebaik-baiknya, maka hendaklah para da’i menjadikan Rasulullah sebagai rujukan dan teladan dalam segala kehidupan. Untuk tujuan itu, seorang dai hendaklah memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini :

  1. Mengetahui tentang al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai dasar-dasar pokok dari agama Islam.
  2. Memiliki pengetahuan Islam yang bersumber kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
  3. Memiliki ilmu pengetahuan yang menjadi pelengkap da’wah, seperti teknik berda’wah dan strategi, psikologi, sejarah kebudayaan Islam, Sejarah perkembangan da’wah, perbandingan agama dan sebagainya.
  4. Menguasai bahasa umat yang akan diajak kepada jalan yang diridhai oleh Allah. Demikian juga ilmu rethorika, kepandaian berbicara, mengarang, menulis uraian yang ilmiah dan sebagainya.
  5. Seorang da’i harus bersikap penyantun, berpandangan luas dan berlapang dada, sebab apabila sempit, keras dan kasar, orang-orang disekelilingnya akan tidak simpati dan meninggalkan ajakannya, sebagaimana dijelaskan al-Qur’an dalam surat Ali Imran 159 tersebut di atas.
  6. Memiliki keberanian dengan perhitungan yang matang untuk menyatakan, membela dan mempertahankan kebenaran. Allah berfirman : “Janganlah kamu bersikap lemah dan jangan bersedih hati, kamu adalah orang-orang yang mulia jika kamu beriman”. (Q.S. Ali Imran, 3 : 139).
  7. Seorang da’i hendaklah senantiasa memberikan contoh-contoh amal perbuatan dari apa yang dida’wahkan : “Besar dosa di sisi Allah, kamu katatakan apa yang kamu tidak kerjakan”. (Q.S. al-Shaf : 3).
  8. Memiliki mental yang kuat, tabah, berkemauan keras, bersikap optimis, walaupun menghadapi berbagai macam problem, rintangan dan tantangan.
  9. Bersikap ikhlas semata-mata mencari keridhaan Allah dalam segala langkah dan perbuatan.
  10. Mencintai dan menyenangi tugas sebagai da’i atau muballigh dan tidak mudah meninggalkan tugas-tugas da’wah tersebut karena pengeruh-pengaruh lain yang bersifat materi, kedudukan atau kemewahan duniawi lainnya.
  11. Senantiasa mengikuti jalan yang diridhai oleh Allah SWT dalam segala kehidupan. Allah berfirman : “Sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia. Janganlah kamu mengikuti jalan yang lain, nanti akan terlepas dari jalan-Nya. Itulah yang diwasiatkan Tuhan kepadamu, semoga kamu bertaqwa”. (Q.S. al-An’am : 153).

IV. Penerapan Metodologi Yang Tepat Guna

Diantara metodologi da’wah Islamiyah yang tepat baik diterapkan dewasa ini, diantaranya adalah :

1. Setelah menyampaikan mukaddimah ceramah, seperti hamdalah, syahadah, ucapan terimakasih dan harapan-harapan, langsung memasukkan materi ceramah, tidak perlu memperpanjang mukaddimah sehingga dirasakan membosankan.

2. Mengawali materi ceramah dengan kalimat-kalimat yang langsung menarik perhatian para jama’ah

3. Mengawali materi ceramah dengan ilustrasi-ilustrasi yang menarik dari contoh-contoh kehidupan Nabi, para sahabat, orang-orang shalih, para wali dan sebagainya. Kemudian kita masukkan message atau pesan yang kita inginkan.

4. Mengawali materi ceramah dengan kalimat-kalimat yang bernada istifham atau pertanyaan-pertanyaan. Contoh-contoh kalimat seperti ini banyak dijumpai dalam al-Qur’an dan al-Sunnah.

5. Mengawali materi ceramah dengan contoh-contoh yang hidup dan peristiwa-peristiwa yang terjadi sehari-hari di tengah-tengah masyarakat.

6. Mengawali materi ceramah dengan menunjukkan sesuatu, misalnya kitab, kaset, buku agenda dan benda-benda lain yang mempunyai daya tarik. Kemudian dirangkaikan dengan peristiwa-peristiwa dan pesan-pesan yang akan disampaikan.

7. Mengawali materi ceramah dengan kisah-kisah yang mengharukan dan mengesankan dari kisah para Nabi dan Rasul, sahabat, wali-wali Allah, orang-orang shalih, kisah sufi dan sebagainya.

V. Beberapa Contoh Uraian Ceramah

Contoh uraian ceramah nomor 3 dan 4 ayat al-Qur’an (surat al-Baqarah ayat 133) tentang pemantapan aqidah Islamiyah :

Hadirin dan hadirat yang berbahagia,

Pemantapan aqidah Islamiyah kepada generasi penerus merupakan tugas kita bersama, tugas setiap orang yang telah mengucapkan kalimat syahadat, sebagaimana telah dilakukan oleh para Nabi terdahulu yang peristiwanya diabadikan dalam al-Qur’an :

“Apakah anda sekalian menyaksikan ketika Nabi Ya’kub dihampiri tanda-tanda kematiannya? Ketika ia berkata kepada anak-anaknya : “Apa yang kalian sembah sepeninggalku?”. Mereka semua menjawab : “Kami hanya menyembah Tuhanmu dan juga Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan kepadanyalah kami berpasrah diri”.

Hadirin hadirat sekalian,

Nabiullah ya’kub diakhir hayatnya ketika beliau merasakan tulang-tulangnya rapuh, rambutnya telah memutih dan beruban, tenaganya lunglai, pandangan matanya telah kabur, ia yakin betul bahwa detik-detik akhir hayatnya sangat dekat sekali. Dalam keadaan seperti ini beliau belum merasa tenteram dan tenang, ia masih dihinggapi perasaan khawatir mengenai generasi penerusnya, sebelum beliau mewasiatkan aqidah Islamiyah. Karena itu, dalam keadaan seperti ini beliau panggil anak-anaknya, cucu, murid-murid dan generasi penerusnya. Lalu beliau menanyakan pada mereka : “Apa yang kalian sembah sepeninggalku nanti?” Mereka serempak menjawab : “Kami hanya menyembah Tuhanmu, juga Tuhan nenek moyangmu, yaitu Tuhan yang Maha Esa dan hanya kepada-Nyalah kami menyerahkan diri”.

Hadirin dan hadirat sekalian,

Dari ayat tersebut di atas kita memperoleh suatu pelajaran yang sangat penting. Betapa mendesaknya pemantapan aqidah Islamiyah bagi generasi penerus kita, anak-anak kita, anak didik kita, dan sebagainya. Tugas menyampaikan aqidah Islamiyah bukan tugas seorang kiai, muballigh, da’i, ulama dan tokoh masyarakat saja. Tapi, ia merupakan tugas setiap pribadi Muslim yang merasa terkait dengan tegak dan runtuhnya agama islam.

Contoh Uraian Ceramah dari Sebuah Syair :

Harun al-Rasyid disuatu pagi yang cerah meninggalkan istananya yang megah di kota Baghdad. Ia berangkat melewati perkampungan-perkampungan kecil yang subur, kiri kanannya dijumpai bukit-bukit berbatu. Di depan sebelah kirinya nampak sebuah bukit berbunga yang indah. Sepanjang jalan dijumpai tanaman-tanaman yang hijau, buah-buahan yang ranum, air putih...bening, mengalir.

Disebuah dataran tinggi, di balik bukit berbatu nampak seorang kakek tua berjalan tertatih-tatih. Dengan sisa tenaga yang masih ada, ia terus menggali tanah, kemudian menanam beberapa batang pohon kurma.

Hati Harun al-Rasyid merasa masygul. Kenapa kakek setua ini masih menanam kurma yang akan berbuah 8 atau 9 tahun, padahal umurnya belum tentu sampai kesana. Kenapa? Tidak menanam ketimun saja atau semangka, atau buah blewah, supaya ia bisa merasakan hasilnya.

Keadaan seperti ini meggelitik hati Harun al-Rasyid. Maka iapun turun dari kendaraannya dan langsung menghampiri kakek Tua itu. Bertanyalah ia tentang apa yang terbetik dihatinya.

Kakek tua itu tidak menjawab. Ia hanya menatapkan matanya yang tajam dan menampakkan kharisma yang sangat kuat. Ia hanya menjawab dengan sebuah syair :

“Sungguh, orang-orang tua kami dahulu telah menanam tanaman-tanaman sehingga kami meninkmati hasilnya dan kamipun sekarang pasti menanam tanaman-tanaman sehingga generasi penerus kami merasakan hasilnya”.

Contoh Uraian Ceramah nomor 5 :

(Mengawali Materi Ceramah Dengan Peristiwa Sehari-Hari).

Hari minggu kemarin, kami sekeluarga pergi ke Bandung untuk menengok orang tua. Waktu perjalanan sampai ke Puncak, kami melihat jalan macet total. Puluhan kendaraan berbaris antri, ada yang teratur dan ada yang bersikap seenaknya. Waktu kami sampai pada lokasi penyebab kemacetan, kami jumpai oli di tengah-tengah jalan yang beraspal licin. Banyak sepeda motor yang hampir terpeleset ke jurang karena tumpahan oli itu.

Para pengendara mobil, motor dan pejalan kaki, nampak tidak ada yang menaruh perduli terhadap tumpahan oli yang membahayakan itu. Mereka masing-masing mementingkan diri sendiri, tidak mau membuang waktu dan tenaga untuk membenahinya. Dari tempat yang agak jauh, ketika mobil kami berjalan dengan pelan sekali, tiba-tiba kami jumpai seorang kakek tua yang berjalan tertatih-tatih, berusaha menutup tumpahan oli itu dengan pasir yang ia kumpulkan dari pinggir jalan raya.

Setelah kakek tua itu berusaha menutup oli dengan pasir, baru kemudian berhamburan orang menghampirinya dan membantu kakek itu. Dalam waktu yang singkat, tumpahan oli itu dapat diatasi dan jalanpun tidak licin lagi. Sehingga semua kendaraan melaju dengan cepat seperti biasanya.

Saudara-saudara sekalian,

Kakek tua yang diceritakan tadi merupakan contoh dari sikap manusia muslim, apabila ia melihat ketidakberesan di jalan. Manusia muslim senantiasa berusaha membereskan sesuatu yang tidak beres, berusaha menstabilkan goncangan-goncangan yang ada. Manusia yang memahami ajaran Islam tidak akan tega hatinya melihat halangan di jalan. Sebaliknya akan berusaha sebaik-baiknya untuk menghilangkan halangan itu, baik berupa tumpahan oli, pohon tumbang, duri, pecahan kaca, got yang berlubang dan sebagainya. Bila halangan itu dibiarkan dan tidak ada yang mau mengalah membenahinya, maka akan mencelakakan dan merepotkan kita semua. Mengenai hal ini, Rasulullah Muhammad SAW bersabda, bahwa seagung-agungnya iman adalah mengucapkan kalimah “Laa ilahailallah” sedangkan membersihkan halangan di jalan, berupa apa saja .............. ....... merupakan bagian dari iman seorang muslim.

VI. Penutup

Demikian makalah yang sederhana ini kami sampaikan, semoga dapat memberikan sumbangan fikiran dalam perkembangan da’wah Islamiyah. Segala kritik dan saran yang mengarah pada perbaikan dan penyempurnaan makalah ini, penulis terima dengan senang hati. Semoga bermanfaat, amiin.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar ya...

Translate to Arabic Translate to Bahasa Indonesia Translate to Bulgarian Translate to Simplified Chinese Translate to Croatian Translate to English Translate to Czech Translate to Danish TTranslate to Dutch Translate to Finnish Translate to French Translate to German Translate to Greek Translate to Hindi Translate to Italian Translate to Japanese Translate to Korean Translate to Norwegian Translate to Polish Translate to Portuguese Translate to Romanian Translate to Russian Translate to Spanish Translate to Swedish Translate to Slovak Translate to Serbian Translate to Thai Translate to Turkey Translate to Filipino Translate to Filipino