Kitab Wudhu
Diperintahkannya berwudhu (mengambil air untuk shalat) bersamaan dengan diperintahkannya shalat lima waktu yaitu pada waktu satu setengah tahun sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Dijelaskan dalam firman Allah : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan kedua tanganmu sampai siku, dan usaplah kepalamu, kemudian (cucilah) kedua kakimu sampai dengan mata kaki (Q.S al- Maidah : 6). [1]
Rukun Wudhu
Berdasarkan ayat di atas dan berbagai keterangan dari al-Sunnah, rukun wudhu dapat disebutkan sebagai berikut : (1) niat, yaitu menyengaja menghilangkan hadas kecil atau menyengaja berwudhu untuk mengerjakan shalat. Sabda Nabi “Sesungguhnya segala amal itu tergantung pada niatnya”.[2] (HR. al-Bukhari & Muslim). Yang dimaksud dengan niat menurut pengertian syariat yaitu suatu kehendak untuk menyengaja melakukan suatu pekerjaan atau amal dalam rangka beribadah pada Allah SWT. Dijelaskan firman Allah : “Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali hanya untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya”. (QS. al-Bayinah : 5).[3]
Rukun (2) membasuh muka, berdasarkan surat al-Maidah ayat 6 yang disebutkan di atas. Yang dimaksud dengan muka adalah dari tempat tumbuhnya rambut kepala sebelah atas sampai tulang dagu sebelah bawah, dari telinga kiri sampai telinga sebelah kanan. Rukun berikutnya (3) membasuh dua tangan sampai siku. (4) mengusap sebagian kepala, walaupun hanya sebagian kecil, sebaiknya tidak kurang dari seluas ubun-ubun. (5) membasuh dua telapak kaki sampai dua matakaki. Rukun terakhir (6) adalah tertib, yaitu menertibkan kegiatan tersebut di atas secara berurutan.[4]
Syarat Wudhu
Selain dari rukun wudhu terdapat juga syarat-syaratnya, yaitu : (1) Islam, orang non muslim tidak sah melaksanakan wudhu. (2) mumayyiz, yaitu usia seseorang yang telah dapat membedakan antara baik dan buruk, sebelum ia mencapai baligh. Mumayyiz biasanya mulai pada usia 7 tahun (3) melaksanakan wudhu dengan air yang suci dan mensucikan. Syarat yang terakhir (4) tidak ada yang menghalangi air sampai kekulit tubuh, seperti cat, getah, aspal atau yang serupa itu.
Sunnah-sunnah wudhu terdiri dari : (1) membaca bismillah pada permulaan wudhu, sabda Nabi SAW : “berwudhulah kamu dengan menyebut nama Allah”.[5] (HR. Abu Daud). Dalam hadits yang lain disebutkan : “setiap pekerjaan penting yang tidak dimulai dengan bimillah akan terputus berkahnya”.[6] (HR. Abu Daud). (2) membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan sebelum berkumur-kumur. Keterangan diambil dari Rasulullah SAW berdasarkan HR. Bukhari & Muslim. (3) berkumur, (4) Istinsyaq, yaitu membersihkan lubang hidung dengan air. (5) mengusap seluruh kepala, berdasarkan amal Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh imam Bukhari & Muslim. Diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid : “Sesungguhnya Rasulullah SAW mengusap kepalanya dengan kedua tangannya dengan dibolak-balikkan, dimulai dari sebelah atas sampai ke kuduknya kemudian dikembalikannya ketempat semula” (HR. Jama’ah).[7]
Keterangan di atas, dijelaskan pula dalam hadits berikut ini. Dari al-Miqdam, ia meriwayatkan : “Bahwa Rasulullah SAW telah disediakan air untuk berwudhu, kemudian beliau berwudhu, maka dicuci kedua tangannya tiga kali, mencuci mukanya tiga kali, kemudian membasuh tangannya tiga kali, lalu berkumur dan dimasukkan air kedalam hidung tiga kali (istinsyaq), kemudian diusap kepalanya dan kedua telinganya baik bagian luar maupun bagian dalam.[8]
(6) Menyapu kedua telinga luar dan dalam, (7) menyela-nyela jari kedua tangan dengan air, demikian pula jari-jari kedua kaki,[9] (8) mendahulukan anggota yang kanan dari yang kiri,[10] (9) membasuh setiap anggota tubuh sebanyak tiga kali, (10) dilakukan secara bersambung, maksudnya membasuh anggota wudhu dengan tidak menangguhkannya sampai salah satu anggota itu menjadi kering.[11] (11) kegiatan berwudhu dikerjakan sendiri, tidak meminta bantuan kepada orang lain dan tidak karena terpaksa. (12) Air bekas wudhu tidak dilap dengan sapu tangan atau tissu, kecuali ada kepentingan tertentu, misalnya cuaca sangat dingin. (13) menggosok anggota wudhu sehingga menjadi bersih, (14) menjaga percikan air agar tidak menetes ke badan, (15) tidak berbicara, kecuali sangat penting. (16) Bersiwak (menggosok gigi).
Bersiwak atau menggosok gigi disunnahkan bukan saja waktu berwudhu, tetapi pada waktu-waktu sebagai berikut: (a) waktu bau mulut mulai tak sedap, baik disebabkan karena sudah terlalu lapar, lama tidak bicara, dan sebagainya. (b) Ketika baru bangun dari tidur. (c) waktu akan mengerjakan shalat.[12] Bagi orang yang sedang melaksanakan puasa (shiyam), tidak disunnahkan bersiwak setelah tergelincirnya matahari di waktu dzuhur sampai terbenamnya.
Sunnah wudhu berikutnya (17) membaca dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat pada saat berwudhu. (18) membaca doa setelah berwudhu.[13]
Yang Membatalkan Wudhu
Hal-hal yang dapat merusak atau membatalkan wudhu, terdiri dari : (1) mengeluarkan sesuatu dari lubang kemaluan atau anus, baik berupa benda padat, benda cair atau pun gas, baik yang biasa keluar seperti tinja, kentut, air seni ataupun yang tidak biasa, misalnya darah, ulat, dan sebagainya. Namun demikian, tidak membatalkan wudhu disebabkan keluar mani, akan tetapi diwajibkan mandi.[14] (2) hilang akal, disebabkan mabuk, gila atau tidur, kecuali tidur yang dilakukan sambil duduk dan tetap tidak membatalkan wudhu.[15] (3) Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Pendapat ini dikemukakan oleh Madzhab al-Syafi’i. Madzhab lain seperti Maliki berpendapat bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan, tidak membatalkan wudhu.
Perbedaan ini terjadi disebabkan lafadz لامس dalam ayat او لامستم النساء (QS. al-Nisa, 4 : 43 ) merupakan lafadz yang mustarak. Lafadz yang relatif memungkinkan diartikan dengan beberapa arti, seperti bersentuhan atau bersetubuh. Madzhab al-Syafi’i mengambil makna yang pertama (menyentuh), sedangkan madzhab Maliki mengambil makna yang kedua (bersetubuh). Dengan demikian, yang membatalkan wudhu adalah bersentuhan.[16]
(4) Menyentuh kemaluan atau pintu anus (dubur) dengan telapak tangan, baik milik sendiri atau pun kepunyaan orang lain.[17] Sebagian Ulama lain berpendapat bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu, berdasarkan Hadits dari riwayat Abu Daud, al-Tirmidzi, dan al-Nasa’i.[18]
[4] اِبْدَءوُاْ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ (رَوَاهُ النَّسَائِىُّ)
[6] كُلُّ أَمْرٍ ذِىْ باَلٍ لاَيُبْتَدَأُ بِاسْمِ اللهِ فَهُوَ أَقْطَعُ (رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدَ)
[7] عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمْا وَأَدْبَرَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ ثُمَّ بَدَأَ بِهِمَا الرِّمْقَاه ثُمَّ رَدَّهُمَا اِلَى الْمَكَانِ الَّذِى بَدَأَ مِنْهُ (رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ)
[8] عَنِ الْمِقْْدَادِ قَالَ: أُتِىَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَضُوْءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثاً وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ أُذُنَيْهِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا (رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدَ)
[10] عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا : قَالَتْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ التَّيَامُنَ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطَهُوْرِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)
[11] عَنْ عُمَرِ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفْرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اِرْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوْئَكَ (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَمُسْلِمٌ)
[12] عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اَلسِّوَاكُ مُطَهِّرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَبِّ (رَوَاهُ الْبَيْهَقِىُّ وَالنَّسَائِىُّ). عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَوْلاَ اَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتىِ َلأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوْءٍ (رَوَاهُ أَحْمَدُ).
[13] أَشْهَدُ أَنْ لاَاِلَهَ إِلاَّ اللهَ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَمُسْلِمٌ وَالتِّرْمِذِىُّ).
[14] أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ (النساء : 43). لاَيَقْبَلُ اللهُ صَلاَة َأَحَدِكُمْ اِذَا أَحْدَثَ حَتَّى تَوَضَّأَ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ).
[15] اَلْعَيْنَانِ وِكَاءُ السَّهِ فَإِذَا نَامَتْ اَلْعَيْنَانِ اِنْطَلَقَ الْوِكَاءُ فَمَنْ ناَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ (رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ).
[17] عَنْ أُمِّ حَبِيْبَةَ قَالَتْ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ : مَنْ مَسَّ فَرْجَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ (رَوَاه ُابْنُ مَاجَهَ وَصَحَّحَهُ أَحْمَدُ). عَنْ بِسْرَةَ بِنْتِ صَفْوَانَ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلاَ يُصَلِّىَ حَتىَّ يَتَوَضَّأَ (رَوَاهُ الْخَمْسَةُ).
[18] اَلرَّجُلُ مَسَّ ذَكَرَهُ عَلَيْه ِوُضُوْءٌ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّمَا هُوَ بِضْعَةٌ مِنْكَ (رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِىُّ وَالنَّسَائِىُّ).
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...