Ketika para sahabat, diantaranya Anas bin Malik sedang duduk bersantai bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba Rasul menginformasikan pada mereka, bahwa sebentar lagi akan datang ketengah-tengah mereka seorang ahli surga. Kemudian datanglah pada mereka seorang pria dari kalangan Ansar (pribumi Madinah). Pria itu nampak baru berwudhu, terlihat dari jenggotnya yang tebal itu masih basah. Ia berjalan dengan tenang, menenteng kedua sandalnya ditangan kiri. Esok harinya Nabi SAW menginformasikan seperti itu dan datang orang itu pula. Hal itu terus berlangsung sampai tiga hari.
Terdorong oleh keinginan untuk mengetahui rahasia dan misteri yang tersembunyi dari seorang pria ahli surga tadi, Abdullah bin Umar mengikuti pria itu. Ia ingin mengetahui rahasia apa dari ibadah dan muamalah orang tersebut, sehingga ia disebut Nabi SAW sebagai ahli surga. Waktu pria itu menoleh kepada Abdullah bin Umar, ia mengatakan bahwa dirinya tidak bisa pulang selama tiga hari, apakah Abdullah berkenan menerimanya untuk ikut bermalam di rumahnya. “pucuk dicinta ulam tiba”, fikir Abdullah bin Umar, ia sedang mengharap bisa menyelidiki ibadah dan muamalah orang itu, tiba-tiba ia mohon tinggal di rumahnya selama tiga hari. Spontan Abdullah bin Umar menerima permohonan sahabat itu dengan keikhlasan yang dalam dan ia berniat akan berguru kepadanya.
Selama tiga hari Abdullah bin Umar tidur dan bergaul dengan pria Ansar itu, ia terus menyelidiki amal ibadah yang dikerjakannya. Ternyata amal ibadah yang dilakukan pria itu biasa-biasa saja, seperti sahabat Nabi yang lain, dan tidak dijumpai keistimewaan-keistimewaan padanya. Abdullah hanya menjumpai orang itu tidur, kemudian shalat, selalu berdzikir dan ia tidak berkata kecuali yang baik dan terpuji.
Setelah tiga hari berlalu, dan pria Ansar itu akan permisi pada tuan rumahnya yang telah menerima dan berbaik hati padanya, Abdullah tidak menjumpai keistimewaan dari pria yang disebut ahli surga itu. Karenanya ia memberanikan diri untuk bertanya kepadanya : “Aku melihat anda beribadah dan beramal biasa-biasa saja, seperti sahabat yang lain. Mengapa Rasul SAW menyebut anda sebagai ahli surga?”. Pria itu menjawab : “Saya berbuat dan beramal seperti yang kamu lihat, biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa”.
Setelah menerima jawaban dari pria yang menjadi tamunya, Abdullah bin Umar agak kecewa, karena ia tidak berhasil mengorek misteri dan rahasia dari ibadah dan perbuatan orang tersebut yang ingin ia ketahui. Mengapa pria tersebut digolongkan oleh Rasul SAW sebagai ahli surga. Tamu itu kemudian pergi, melangkahkan kakinya, pelan tapi pasti meninggalkan rumah Abdullah bin Umar, yang tidak berhasil menyelidiki rahasianya. Tiba-tiba tamu itu memanggil Abdullah sambil melambaikan tangannya. Waktu Abdullah bin Umar mendekat padanya, ia mengatakan : “Yang aku lakukan adalah seperti yang kamu lihat, hanya saja saya tidak pernah menipu orang lain dan tidak pernah bersikap dengki (iri hati) kepada siapapun”. (H.R. Ahmad).
Abdullah bin Umar berbisik dalam hati, “rupanya inilah keistimewaan pria itu”, dan itulah yang selama ini ia cari. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa pria itu mengatakan : “Saya hanya mengerjakan seperti apa yang anda lihat secara langsung, hanya saja aku tidak pernah menaruh dengki pada sesama muslim”. (H.R. al-Bazzar).
Sikap hasad atau dengki dan iri hati merupakan sikap buruk yang harus dikikis habis dari hati setiap pribadi muslim. Sikap buruk ini bagaikan bara api yang berada dalam dada manusia yang sewaktu-waktu bisa menyala dan meledak, sehingga mencelakakan dirinya sendiri dan mencelakakan orang lain. Orang yang selalu mengharapkan lenyapnya kebahagiaan orang lain dan kenikmatan yang dikaruniakan Allah pada mereka, akan membahayakan kehidupan masyarakat dan membuat ketentraman menjadi sirna.
Iman dan iri hati merupakan dua sikap mental yang bersifat antagonis, tidak mungkin dapat disatukan atau dikompromikan dalam hati seorang manusia. Nabi bersabda : “Tidak akan berkumpul dalam hati seorang hamba antara debu jihad fii sabilillah dan keburukan neraka jahanam. Juga tidak akan berkumpul dalam hati seorang manusia antara iman dan iri hati”. (H.R. Baihaqi).
Akhir kajian, sosok penghuni surga, manusia yang diridhai Allah adalah mereka yang beramal dan beribadah sesuai dengan yang digariskan ajaran Islam. Mereka selalu berdzikir, berkata baik dan tidak bersikap hasad atau iri hati. Prilaku mereka dilukiskan dalam al-Qur’an : “Dan orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdo’a : “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. al-Hasyr : 10).
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...