Iftitah
Saya bukan ahli dalam bidang tasawuf. Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya tidak berbicara tentang Tafsir Sufistik tentang Shalat dan Mi’raj, sebagaimana dikehendaki oleh Panitia, melainkan saya akan berbicara tentang Hikmah Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW serta Kaitannya dengan Shalat.
Hikmah Isra’ dan Mi’raj ini saya sarikan dari pandangan Syaikhul Azhar, Syaikh Mahmud Syaltut dalam bukunya Min Taujihat al-Islam. Beliau mengemukakan
1. Penghormatan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj hanya dialami oleh Nabi Muhammad SAW dan tidak dialami oleh para nabi yang lain. Ini merupakan penghormatan Allah SWT kepada Rasululah Muhammad SAW, sehingga beliau mempunyai derajat yang jauh lebih tinggi dari mereka semua, dan dijadikan oleh Allah sebagai tanda kesempurnaan kasih sayang Tuhan kepada manusia. Karenanya Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT kepada seluruh manusia sebagaimana firman Allah dalam
وما أرسلناك إلا رحمة للعلمين
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam”.
dan
وما أرسلناك إلا كافة للناس بشيرا ونذيرا ولكن أكثر الناس لا يغلمون
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Di samping itu, umat Muhammad juga merupakan umat yang terbaik sebagaimana dinyatakan dalam
كنتم خير إمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Isra’ dan Mi’raj Nabi merupakan persiapan kekuatan rohani, akal dan jasmani Rasulullah SAW untuk mengemban beban risalah (tugas berat), kesulitan hijrah ke Madinah, serta beratnya tugas jihad fi sabilillah. Perjuangan tersebut dimulai dari Masjid al-Haram dan berakhir di Masjid al-Aqsha, untuk mengenang turunnya wahyu pertama yang diterima Nabi Ibrahim AS dan anaknya Ismail AS dan turunnya wahyu kedua yang diterima oleh Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS, sebagai risalah yang disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW.
3. Sebagai Ujian Keimanan.
Isra’ dan Mi’raj Nabi merupakan ujian keimanan, untuk mengetahui siapa di antara para sahabat itu yang imannya benar-benar dan siapa yang imannya itu palsu. Sebagaimana kita tahu bahwa setelah selesai diisra’kan dan dimi’rajkan, pagi harinya Rasulullah mengumpulkan umat dan kaumnya untuk diberitahukan tentang perjalanannya Isra’ dan Mi’raj itu yang ditempuh hanya semalam itu. Peristiwa yang aneh itu tentu tidak masuk di akal mereka, karena itu banyak di antara mereka yang mendustakan Nabi. Namun sayidina Abu Bakar 100 % mempercayainya, dia mengatakan, “Hai Muhammad, lebih dari itu saya percaya”. Sehingga Abu Bakar diberi gelar al-Shiddiq (yang sangat benar). Dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini, Rasulullah akhirnya mengetahui siapa yang imannya kuat dan patut diajak berjuang dan hijrah ke Madinah untuk menyebarkan ajaran Islam kepada umat manusia. Dalam hal ini Allah berfirman dalam
وما جغلنا الرؤيا التى أريناك إلا فتنة للناس
“Dan Kami tidak menjadikan penglihatan yang Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia”.
Perhatikan juga firman-Nya dalam
أحسب الناس أن يتركوا أن يقولوا آمنا وهم لا يفتنون
ولقد فتن الذين من قبلهم فليعلمن الله الذين صدقوا وليعلمن الكاذبين
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan “Kami telah beriman” dan mereka tidak diuji ?. Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar, dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”.
Demikianlah Allah menguji umat manusia dengan Isra’ dan Mi’raj itu tentang iman mereka. Banyak dari mereka yang tidak percaya akan peristiwa itu, karena tidak masuk akal mereka pada wktu itu. Seandainya Isra’ dan Mi’raj itu terjadi pada masa sekarang, pastilah semua orang percaya, karena sekarang sudah ada kapal terbang yang mempunyai kecepatan tinggi, bisa mempercepat perjalanan, seperti Buraq digunakan oleh Nabi Muhammad dalam Isra’ dan Mi’rajnya.
4. Sebagai Ta’ziyah (Hiburan)
Isra’ dan Mi’raj diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi kita untuk menghibur beliau yang sedang dalam keadaan duka cita dan sedih hati karena pada tahun yang sama ditinggalkan oleh isterinya tercinta Khadijah dan pamannya Abu Thalib. Khadijah merupakan backing beliau di rumah, dan Abi Thalib merupakan backing beliau di masyarakat.
Dapat dimisalkan umpamanya ada seorang wanita ditinggalkan suaminya sehingga ia menanggung ksedihan yang amat dalam. Maka untuk mengurangi kesedihannya itu, orang tuanya mengajaknya brjalan-jalan di tempat-tempat yang bisa menghilangkan kesedihan, dengan melihat-lihat pemandangan yang indah-indah. Demikianlah Rasulullah SAW yang sedang dalam kesedihan itu diperjalankan oleh Allah SWT dengan Isra dan Mi’raj dan diperlihatkan macam-macam pemandangan yan menyenangkan, sehingga dapat mengurangi kesedihannya itu. Di samping itu timbullah keyakinan dalam diri Nabi bahwa Tuhan yang memperjalankannya itu pasti berkuasa untuk menolongnya dalam menghadapi musuh-musuhnya dalam berjuang menyampaikan ajaran Islam.
5. Keistimewan Ibadah Shalat.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pada malam Isra’ dan Mi’raj itu Allah SWT mewajibkan shalat
Dapat dimisalkan umpamanya kita mendapat bantuan dari Presiden sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah). Maka uang itu dikirimkan saja melalui transfer bank. Tetapi kalau bantuan Presiden itu sebesar satu milyar, maka tidak cukup hanya dikirimkan melalui transfer bank, tetapi kita dipanggil Presiden untuk datang ke Istana untuk menerima bantuan sebesar itu. Hal ini menunjukkan begitu pentingnya dan istimewanya bantuan tersebut. Begitulah keistimewaan shalat, harus diterima langsung di hadapan Allah SWT.
Hendaklah kita ingat bahwa Rasulullah yang telah memperoleh kebanggaan di-Isra’kan dan di-Mi’rajkan itu segala rindu untuk munajat (berdialog) dengan Tuhannya dan berada di hadapan-Nya, sehingga beliau tidak memperoleh kelezatan, kecuali pada saat munajat tersebut. Rasulullah SAW mengatakan.
جعلت قرة عينى فى الصلاة
“Dan hiburanku dijadikan pada shalat”.
Maka shalat itu merupakan pemberihan hati, mi’raj kepada Tuhan, isra’ ke balasan keutamaan. Karena itu siapa ingin diisra’kan Tuhannya dan dimi’rajkan malaikat rahmah, maka hendaklah ia memelihara shalat dan selalu munajat kepada Tuhannya.
Kaitan Isra’ Mi’raj dengan Shalat
Dari uraian di atas jelas bahwa ada kaitan yang sangat erat antara Isra’ Mi’raj dan Shalat, karena shalat dihasilkan dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, di mana Rasulullah SAW dipanggil menghadap Tuhan untuk menerima langsug perintah shalat, yang merupakan ibadah paling istimewa, sehingga Rasulullah SAW menyatakan bahwa shalat itu adalah tiang atau soko guru agama, barang siapa melaksanakan shalat, berarti menegakkan agama, dan barang siapa meninggalkan shalat berarti merobohkan agama. Shalat tidak dapat ditinggalkan seorang muslim dalam keadaan bagaimana pun dan dalam waktu apapun, selama hayat dikandung badan. Karena itu tepat sekali jika dikatakan bahwa shalat merupakan mi’raj orang-orang yang beriman. Orang yag sedang itu sebenarnya ia sedang mi’raj (naik) menuju Tuhannya, menghadap dan berdialog dengan Tuhan. Shalat yang baik hendaknya dilakukan dengan ihsan. Rasulullah mengajarkan kepada kita tentang Ihsan.
أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك
“Hendaknya kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya. Jika kam tidak dapat melihat Allah maka Allah melihat kamu”.
Ikhtitam
Demikianlah yang dapat saya sumbangkan dalam lokakarya ini. Semoga bermanfaat bagi kita terutama dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita, sehingga kita menjadi orang yang muttaqin haqqa tuqatih, sebenar-benarnya taqwa. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...